
Sahamnya Melesat 7%, Begini Kinerja Keuangan Garuda Indonesia
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 September 2018 12:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham perusahaan penerbangan plat merah yakni PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) melesat hingga 6,93% pada perdagangan hari ini ke level Rp 216/saham. Harga Saham GIAA sempat mencapai titik tertingginya di level Rp 220/saham. Volume transaksi adalah sebanyak 3,67 juta unit, sudah mengalahkan rata-rata volume transaksi harian yang sebanyak 2,22 juta unit.
Kenaikan harga saham perusahaan terjadi menjelang RUPS tahunan yang akan digelar pada pukul 14:00 WIB. Mengutip Bloomberg, dalam RUPS nanti ada beberapa hal yang akan dibahas yakni performa perusahaan hingga semester-I 2018, global bond, rencana pendanaan untuk tahun 2018, serta pergantian manajemen.
Sebagai informasi, pada penutupan perdagangan 10 September 2018, harga saham GIAA menyentuh titik terendah sepanjang masa di level Rp 202/saham. Sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan 10 September 2018), harga saham GIAA telah anjlok 32,7%, dari Rp 300/saham menjadi Rp 202/saham.
Lantas, bagaimana kinerja keuangan perusahaan?
Dalam beberapa tahun terakhir, kinerja keuangan dari GIAA bisa dibilang kurang menggembirakan. Secara berturut-turut pada 2015-2017, pertumbuhan penjualan perusahaan adalah sebesar -3,01%, 1,28%, dan 8,11%.
Sayangnya, membaiknya penjualan tak diimbangi oleh pertumbuhan bottom line alias laba bersih. Pada tahun 2015, laba bersih berbalik positif menjadi US$ 76,5 juta, dari yang sebelumnya rugi US$ 370 juta pada tahun 2014. Pada tahun 2016, laba bersih anjlok 89,41% menjadi US$ 8,1 juta. Kemudian pada tahun 2017, perusahaan justru merugi sebesar US$ 216,6 juta.
Memasuki tahun 2018, bottom line dari perusahaan membaik, walaupun masih cukup dalam berada di zona merah. Sepanjang semester-I 2018, penjualan perusahaan tumbuh sebesar 5,85% YoY menjadi US$ 2 miliar, sementara kerugian menipis 58,87% YoY menjadi US$ 116,8 juta.
Harga Tiket
Kedepannya, kinerja perusahaan bisa terbantu oleh kenaikan batas tarif bawah tiket pesawat. Kementerian Perhubungan menjelang akhir bulan lalu memutuskan akan menaikkan batas tarif bawah tiket pesawat sebesar 5% sehingga menjadi 35% dari batas tarif atas. Artinya, jika batas tarif atas adalah sebesar Rp 1 juta, maka nantinya tarif batas bawah tak boleh kurang dari Rp 350.000.
Saat ini, kebijakan yang berlaku adalah tarif batas bawah sebesar 30% dari tarif batas atas. Singkat kata, harga tiket pesawat akan menjadi lebih mahal nantinya dan bisa menopang kinerja perusahaan.
Namun, kenaikan batas tarif bawah tersebut lebih rendah dari yang diminta Indonesia National Air Carriers Association (INACA) atau asosiasi maskapai nasional yang sebesar 40% dari batas tarif atas.
Kebetulan, posisi Ketua Umum INACA dipegang oleh Pahala Nugraha Mansury yang juga menjabat sebagai President & CEO dari Garuda Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Jelang RUPS, Saham Garuda Indonesia Melesat 7%
Kenaikan harga saham perusahaan terjadi menjelang RUPS tahunan yang akan digelar pada pukul 14:00 WIB. Mengutip Bloomberg, dalam RUPS nanti ada beberapa hal yang akan dibahas yakni performa perusahaan hingga semester-I 2018, global bond, rencana pendanaan untuk tahun 2018, serta pergantian manajemen.
Sebagai informasi, pada penutupan perdagangan 10 September 2018, harga saham GIAA menyentuh titik terendah sepanjang masa di level Rp 202/saham. Sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan 10 September 2018), harga saham GIAA telah anjlok 32,7%, dari Rp 300/saham menjadi Rp 202/saham.
Dalam beberapa tahun terakhir, kinerja keuangan dari GIAA bisa dibilang kurang menggembirakan. Secara berturut-turut pada 2015-2017, pertumbuhan penjualan perusahaan adalah sebesar -3,01%, 1,28%, dan 8,11%.
Sayangnya, membaiknya penjualan tak diimbangi oleh pertumbuhan bottom line alias laba bersih. Pada tahun 2015, laba bersih berbalik positif menjadi US$ 76,5 juta, dari yang sebelumnya rugi US$ 370 juta pada tahun 2014. Pada tahun 2016, laba bersih anjlok 89,41% menjadi US$ 8,1 juta. Kemudian pada tahun 2017, perusahaan justru merugi sebesar US$ 216,6 juta.
Memasuki tahun 2018, bottom line dari perusahaan membaik, walaupun masih cukup dalam berada di zona merah. Sepanjang semester-I 2018, penjualan perusahaan tumbuh sebesar 5,85% YoY menjadi US$ 2 miliar, sementara kerugian menipis 58,87% YoY menjadi US$ 116,8 juta.
Harga Tiket
Kedepannya, kinerja perusahaan bisa terbantu oleh kenaikan batas tarif bawah tiket pesawat. Kementerian Perhubungan menjelang akhir bulan lalu memutuskan akan menaikkan batas tarif bawah tiket pesawat sebesar 5% sehingga menjadi 35% dari batas tarif atas. Artinya, jika batas tarif atas adalah sebesar Rp 1 juta, maka nantinya tarif batas bawah tak boleh kurang dari Rp 350.000.
Saat ini, kebijakan yang berlaku adalah tarif batas bawah sebesar 30% dari tarif batas atas. Singkat kata, harga tiket pesawat akan menjadi lebih mahal nantinya dan bisa menopang kinerja perusahaan.
Namun, kenaikan batas tarif bawah tersebut lebih rendah dari yang diminta Indonesia National Air Carriers Association (INACA) atau asosiasi maskapai nasional yang sebesar 40% dari batas tarif atas.
Kebetulan, posisi Ketua Umum INACA dipegang oleh Pahala Nugraha Mansury yang juga menjabat sebagai President & CEO dari Garuda Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Jelang RUPS, Saham Garuda Indonesia Melesat 7%
Most Popular