
Reli Harga Batu Bara Berlanjut, Tapi Ancaman Menghadang
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
12 September 2018 11:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle kontrak acuan menguat 0,3% ke US$115,65/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Selasa (11/9/2018).
Dengan pergerakan tersebut, harga si batu hitam mampu melanjutkan penguatan sebesar 0,65% pada perdagangan sebelumnya.
Harga batu bara sendiri mampu pulih pasca melemah 2,92% di sepanjang pekan lalu. Pelemahan mingguan sebesar itu bahkan merupakan yang terparah sejak Maret 2018, atau tepatnya dalam sepekan hingga tanggal 9 Maret 2018.
Faktor pendukung harga batu bara masih datang dari kuatnya impor batu bara China di bulan Agustus 2018. Sebagai informasi, China merupakan importir batu bara terbesar di dunia. Masih kuatnya pembelian batu bara oleh Negeri Tirai Bambu mengindikasikan masih sehatnya permintaan batu bara dunia.
Meski demikian, perlambatan konsumsi batu bara China mulai terindikasikan melambat memasuki bulan September 2018 ini.
Sebelumnya, harga batu bara tertekan oleh buruknya data-data ekonomi China. Salah satunya, indeks manufaktur PMI China (versi Caixin/Markit) bulan Agustus 2018 diumumkan turun ke angka 50,6. Nilai itu merupakan yang terendah sejak Juni 2017. Penyebabnya adalah penjualan ekspor industri manufaktur Negeri Panda turun selama 5 bulan berturut-turut.
Perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) nampaknya mulai memberikan dampak bagi perekonomian China. Saat aktivitas ekonomi di China melambat, pelaku pasar khawatir bahwa permintaan batu bara (sebagai sumber energi utama) akan melambat. Sentimen ini lantas menjadi pemberat utama bagi harga batu bara.
Terlebih, mata uang Yuan China sudah melemah sebesar 0,39% terhadap dolar AS di sepanjang bulan Agustus 2018. Catatan buruk itu melanjutkan depresiasi sebesar 2,82% di bulan sebelumnya. Saat yuan terus melemah terhadap greenback, maka biaya importase batu bara secara relatif akan lebih mahal. Hal ini akhirnya menekan permintaan batu bara di China.
Kedua faktor di atas akhirnya mampu menekan harga batu bara dalam beberapa pekan terakhir.
Namun, pada awal pekan ini, harga batu bara menemukan kekuatannya kembali. Pasalnya, mengutip survei Bloomberg terhadap data bea masuk, impor batu bara China tercatat masih cukup kuat di bulan Agustus 2018.
Impor batu bara China bulan lalu memang tercatat turun 1,1% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka setara 925.161 MT. Namun, capaian itu masih cukup dekat dengan rekor tertinggi sejak Januari 2014, yakni sebesar 935.806 MT yang dicapai pada bulan Juli 2018.
Artinya, kekhawatiran bahwa permintaan batu bara China akan anjlok seiring berlalunya musim panas, menjadi belum terbukti. Kuatnya impor bulan lalu mengindikasikan Beijing masih "rajin" mengimpor batu bara meskipun musim panas sudah melewati puncaknya.
Permintaan impor China yang kuat nampaknya juga didukung oleh inspeksi lingkungan yang dilakukan pemerintah China terhadap sejumlah sentra produksi batu bara di Negeri Tirai Bambu. Inspeksi tersebut mengakibatkan produksi batu bara domestik China menjadi terbatas. Akhirnya keran impor pun dibuka lebih lebar demi memenuhi tingkat konsumsi yang tinggi.
Meski demikian, persepsi penurunan konsumsi batu bara mulai terlihat memasuki bulan September 2018. Menurut data China Coal Resources, stok batu bara di 6 pembangkit listrik utama China meningkat 1,2% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke angka 15,39 juta ton, per hari Jumat (7/9/2018).
Capaian itu merupakan yang tertinggi sejak Januari 2015.Sementara itu, impor batu bara China turun nyaris 40% WtW ke 1,98 juta ton per hari Jumat (7/9/2018), yang merupakan level terendah sejak sepekan yang berakhir 6 April, berdasarkan data dari Global Ports.
(RHG/gus) Next Article Pasca Anjlok 3 Hari Beruntun, Harga Batu Bara Stabil
Dengan pergerakan tersebut, harga si batu hitam mampu melanjutkan penguatan sebesar 0,65% pada perdagangan sebelumnya.
Harga batu bara sendiri mampu pulih pasca melemah 2,92% di sepanjang pekan lalu. Pelemahan mingguan sebesar itu bahkan merupakan yang terparah sejak Maret 2018, atau tepatnya dalam sepekan hingga tanggal 9 Maret 2018.
Meski demikian, perlambatan konsumsi batu bara China mulai terindikasikan melambat memasuki bulan September 2018 ini.
Sebelumnya, harga batu bara tertekan oleh buruknya data-data ekonomi China. Salah satunya, indeks manufaktur PMI China (versi Caixin/Markit) bulan Agustus 2018 diumumkan turun ke angka 50,6. Nilai itu merupakan yang terendah sejak Juni 2017. Penyebabnya adalah penjualan ekspor industri manufaktur Negeri Panda turun selama 5 bulan berturut-turut.
Perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) nampaknya mulai memberikan dampak bagi perekonomian China. Saat aktivitas ekonomi di China melambat, pelaku pasar khawatir bahwa permintaan batu bara (sebagai sumber energi utama) akan melambat. Sentimen ini lantas menjadi pemberat utama bagi harga batu bara.
Terlebih, mata uang Yuan China sudah melemah sebesar 0,39% terhadap dolar AS di sepanjang bulan Agustus 2018. Catatan buruk itu melanjutkan depresiasi sebesar 2,82% di bulan sebelumnya. Saat yuan terus melemah terhadap greenback, maka biaya importase batu bara secara relatif akan lebih mahal. Hal ini akhirnya menekan permintaan batu bara di China.
Kedua faktor di atas akhirnya mampu menekan harga batu bara dalam beberapa pekan terakhir.
Namun, pada awal pekan ini, harga batu bara menemukan kekuatannya kembali. Pasalnya, mengutip survei Bloomberg terhadap data bea masuk, impor batu bara China tercatat masih cukup kuat di bulan Agustus 2018.
Impor batu bara China bulan lalu memang tercatat turun 1,1% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka setara 925.161 MT. Namun, capaian itu masih cukup dekat dengan rekor tertinggi sejak Januari 2014, yakni sebesar 935.806 MT yang dicapai pada bulan Juli 2018.
Artinya, kekhawatiran bahwa permintaan batu bara China akan anjlok seiring berlalunya musim panas, menjadi belum terbukti. Kuatnya impor bulan lalu mengindikasikan Beijing masih "rajin" mengimpor batu bara meskipun musim panas sudah melewati puncaknya.
Permintaan impor China yang kuat nampaknya juga didukung oleh inspeksi lingkungan yang dilakukan pemerintah China terhadap sejumlah sentra produksi batu bara di Negeri Tirai Bambu. Inspeksi tersebut mengakibatkan produksi batu bara domestik China menjadi terbatas. Akhirnya keran impor pun dibuka lebih lebar demi memenuhi tingkat konsumsi yang tinggi.
Meski demikian, persepsi penurunan konsumsi batu bara mulai terlihat memasuki bulan September 2018. Menurut data China Coal Resources, stok batu bara di 6 pembangkit listrik utama China meningkat 1,2% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke angka 15,39 juta ton, per hari Jumat (7/9/2018).
Capaian itu merupakan yang tertinggi sejak Januari 2015.Sementara itu, impor batu bara China turun nyaris 40% WtW ke 1,98 juta ton per hari Jumat (7/9/2018), yang merupakan level terendah sejak sepekan yang berakhir 6 April, berdasarkan data dari Global Ports.
(RHG/gus) Next Article Pasca Anjlok 3 Hari Beruntun, Harga Batu Bara Stabil
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular