
'Kita Harus Siap Hadapi Ketidakpastian dan Kebingungan Ini'
Arys Aditya, CNBC Indonesia
10 September 2018 14:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak ekonomi global, penguatan dolar AS, pelemahan rupiah, sampai perang dagang membuat negara emerging atau berkembang terguncang. Tidak usah panik, karena ketidakpastian ini masih akan terus terjadi dan entah sampai kapan berlalu.
"Ini new normal. Kita harus siap menghadapi situasi ketidakpastian, ketidakpastian, dan kebingungan ini. Kita bukannya tidak pernah menghadapi CAD [Current Account Deficit/CAD] di atas 3%, kemarin 3,04%, 2013 malah 4,24% US$ 29,1 miliar, tapi tidak masalah karena ada inflow," ujar Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir, Senin (10/9/2018).
"Itu bukannya krisis, kiamat. Inflasi rendah. Secara historis, kalau lihat data, kita selalu dihadapkan pada CAD. Ketika Pertumbuhan Ekonomi tinggi, CAD pasti tinggi. Selalu ada inflow, nah sekarang ada ketidakpastian, sehingga capital outflow."
Menurutnya kondisi ekonomi global memang memantik adanya guncangan di dalam negeri. Negara lain bahkan mengalami hal yang lebih berat. "Argentina, Afrika Selatan, Turki. Kalau Indonesia 8,5% [depresiasi rupiah]. Kalau kita berpikiran negatif, maka kita akan alamihal negatif," tutur Iskandar.
"Seperti bank, ketika semua nasabah menarik dananya. Ketika kepanikan terjadi maka bisa terjadi krisis. Fundamental ekonomi kita solid. Pertumbuhan ekonomi tinggi, 5,27% dan inflasi rendah 3,2%," tutur Iskandar lebih jauh.
Seperti diketahui, tingginya defisit neraca perdagangan membuat lebar jurang defisit transaksi berjalan, sehingga berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah. Saat ini, nilai tukar rupiah sudah mencapai Rp 14.800/US$, dan sempat hampir menyentuh level Rp 15.000/US$.
Selama Semester I-2018, defisit transaksi berjalan telah mencapai US$ 13,7 miliar dan hingga akhir tahun diperkirakan dapat mencapai US$ 25 miliar.
(dru/dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
"Ini new normal. Kita harus siap menghadapi situasi ketidakpastian, ketidakpastian, dan kebingungan ini. Kita bukannya tidak pernah menghadapi CAD [Current Account Deficit/CAD] di atas 3%, kemarin 3,04%, 2013 malah 4,24% US$ 29,1 miliar, tapi tidak masalah karena ada inflow," ujar Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir, Senin (10/9/2018).
"Itu bukannya krisis, kiamat. Inflasi rendah. Secara historis, kalau lihat data, kita selalu dihadapkan pada CAD. Ketika Pertumbuhan Ekonomi tinggi, CAD pasti tinggi. Selalu ada inflow, nah sekarang ada ketidakpastian, sehingga capital outflow."
![]() |
"Seperti bank, ketika semua nasabah menarik dananya. Ketika kepanikan terjadi maka bisa terjadi krisis. Fundamental ekonomi kita solid. Pertumbuhan ekonomi tinggi, 5,27% dan inflasi rendah 3,2%," tutur Iskandar lebih jauh.
Seperti diketahui, tingginya defisit neraca perdagangan membuat lebar jurang defisit transaksi berjalan, sehingga berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah. Saat ini, nilai tukar rupiah sudah mencapai Rp 14.800/US$, dan sempat hampir menyentuh level Rp 15.000/US$.
Selama Semester I-2018, defisit transaksi berjalan telah mencapai US$ 13,7 miliar dan hingga akhir tahun diperkirakan dapat mencapai US$ 25 miliar.
(dru/dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Most Popular