Rupiah Pekan ini Diproyeksi di Kisaran Rp 15 ribu/US$

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
10 September 2018 12:41
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi memprediksi rupiah akan berada di kisaran Rp 15 ribu/dolar AS dengan melihat beberapa komponen.
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia -- Nilai tukarĀ rupiah terhadap US# diproyeksi akan kembali tertekan pada pekan ini. Hal itu dipicu penguatan US$ seiring catatan positif internal ekonomi Negeri Paman Sam.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi memprediksi rupiah akan berada di kisaran Rp 15 ribu/dolar AS dengan melihat beberapa komponen. Pertama, kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve serta rilis data ketenagakerjaan yang tergolong positif.

"Kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed tinggi sekali dan sudah ada indikasi perekonomian AS overheating. Mereka terlalu banyak spending, tax cut, sehingga angka inflasi agak meningkat, tingkat pengangguran juga turun signifikan," kata Fithra kepada CNBC Indonesia, Senin (10/9/2018).

Selain itu, AS pun mencatatkan kenaikan kompensasi dari sisi upah tenaga kerja tertinggi sejak 2009, yakni lebih dari 3%. Fithra menjelaskan, berdasarkan simulasi yang dilakukan, meski dampaknya tak lebih lama dari CAD, faktor eksternal juga akan mengguncang rupiah.

"Setidaknya hingga dua bulan ke depan," ujar Fithra.

Ia mencontohkan, sentimen yang tercipta karena krisis di beberapa negara berkembang (emerging market) seperti Turki dan Argentina, terbukti berdampak besar terhadap nilai rupiah.

Indonesia, yang masuk pada kategori negara emerging market, beberapa kali tertekan dalam pascakrisis di negara-negara tersebut.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan, shock atas faktor eksternal berdampak hingga 2 bulan. Namun, ia menemukan pula faktor internal berpengaruh lebih panjang.

"Faktor shock dari CAD bisa sampai 4-5 bulan. Jadi, dari dekomposisi variablenya saya termukan CAD memang punya peranan lebih, panjang," kata Fithra.

Selain itu, rupiah berpotensi melemah ketika memang terjadi pelemahan. Artinya, ketika rupiah terdepresiasi, tak sedikit investor yang khawatir dan ikut melepas rupiah dan berkontribusi untuk terus menekan.

"Cara membersihkan CAD, karena yang paling besar adalah neraca migas, pemotongan subisidi BBM, di mana yang paling besar solar. Karena itu ada demand berlebih, sehingga kebutuhan meningkat terus di saat harga minyak dunia cenderung naik," ujar Fithra.

Ia menilai kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 atas 1.147 barang konsumsi yang akan segera berlaku tak akan berdampak besar. Sebab, total 90% impor dalam negeri dilakukan untuk memunuhi kebutuhan industri.

Memotong subsidi BBM menjadi cara cepat menjaga rupiah, karena porsi defisit neraca perdagangan paling besar disumbang migas. Berdasarkan penelitiannya pula, pengaruh pemotongan subsidi akan lebih signifikan bila dibanding kenaikan tarif pajak PPh 22.

"Rata-rata kenaikan PPh 22, akan menimbulkan kontraksi output [GDP] penurunan Rp 47-50 triliun, artinya ada kontraksi -0,18% dan kesejahteraan masyarakat turun Rp 5 triliun. Sedangkan pemotongan subsidi BBM, misal kurang lebih 10%, efek terhadap output hanya Rp 10 sampai 20 triliun, sedangkan pengurangan atas kesejateraan masyarakat hanya Rp 1 triliun," kata Fithra.

Maka dari itu, dengan dampak lebih kecil atas perekonomian nasional, ia menilai pemotongan subsidi BBM lebih tepat. Di sisi lain kontribusinya terhadap CAD lebih besar pula.
Rupiah Pekan ini Diproyeksi di Kisaran Rp 15 ribu/US$Foto: Infografis/Rupiah Loyo/Arie Pratama

(miq/miq) Next Article Rupiah Sempat Beraksi di Level 13.000-an

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular