Rupiah Babak Belur, IHSG Tak Berdaya

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 September 2018 12:37
IHSG melemah 0,55% ke level 5.819,31 hingga akhir sesi 1.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,55% ke level 5.819,31 hingga akhir sesi 1. Pergerakan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga terjebak di zona merah: indeks Strait Times turun 0,49%, indeks Shanghai turun 0,63%, dan indeks Hang Seng turun 0,89%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,61 triliun dengan volume sebanyak 8,64 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 157.972 kali.

Pelemahan rupiah membuat investor enggan untuk masuk ke bursa saham tanah air. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,37% di pasar spot ke level Rp 14.870/dolar AS. Investor di pasar valuta asing baru melakukan price-in atas penguatan indeks dolar AS yang mencapai 0,33% pada hari Jumat (7/9/2018).

Kala itu, dolar AS menguat seiring dengan semakin mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Federal Reserve. Hal ini terjadi pasca rilis data tenaga kerja yang menggembirakan pada hari itu.

Penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian periode Agustus diumumkan di level 201.000, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters yang sebesar 191.000. Sementara itu, tingkat pengangguran periode Agustus diumumkan di level 3,9%, sama dengan capaian periode Juli namun lebih tinggi dari ekspektasi yang sebesar 3,8%. Namun begitu, tingkat pengangguran yang sebesar 3,9% tetap saja merupakan level yang sangat rendah bagi AS.

Kuatnya kedua data tersebut lantas didukung oleh kenaikan rata-rata upah per jam periode Agustus yang sebesar 0,4% MoM, kenaikan terkencang pada tahun ini. Capaian tersebut juga cukup jauh di atas estimasi yang sebesar 0,2% MoM.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 8 September 2018, kemungkinan bahwa the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini naik menjadi 77,6%, melonjak dari posisi per 6 September yang sebesar 68,6%.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) justru mengumumkan cadangan devisa per Agustus di level US$ 117,9 miliar, turun US$ 410 juta dari periode sebelumnya. Posisi ini merupakan yang terendah sejak Januari 2017. Mengkerutnya cadangan devisa tentu membuat amunisi dari bank sentral dalam menahan pelemahan nilai tukar kian terbatas.

Seiring dengan pelemahan rupiah, saham-saham perbankan gencar dilepas investor: PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 1,7%, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) turun 1,53%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 1,51%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 1,32%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 1,31%.

Akibat aksi jual pada saham-saham perbankan, indeks sektor jasa keuangan melemah 1,02%, menjadikannya kontributor utama bagi pelemahan IHSG.

Kemudian, perang dagang antara China dan AS yang kian panas juga membuat bursa saham Indonesia dijauhi investor. Presiden Donald Trump mengatakan bahwa bea masuk baru bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar bisa mulai diberlakukan dalam waktu yang sangat dekat. Sebagai catatan, tahapan dengan pendapat mengenai kebijakan ini telah berakhir pada hari Kamis kemarin (6/9/2018).

Sebagai informasi, tarif baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 200 miliar merupakan yang terbesar jika jadi diterapkan. Dua kali pengenaan tarif baru oleh AS sebelumnya hanya menyasar barang-barang senilai US$ 34 miliar dan US$ 16 miliar. Pihak China sudah memperingatkan bahwa akan ada serangan balasan jika AS tetap bersikeras mengeksekusi rencananya.

Lebih lanjut, Trump mengungkapkan bahwa AS bisa mengenakan bea masuk baru bagi produk impor China lainnya senilai US$ 267 miliar.

"Saya benci mengatakan ini, tapi dibalik itu (bea masuk yang menyasar produk impor China senilai US$ 200 miliar), ada US$ 267 miliar lainnya yang bisa diterapkan dalam pemberitahuan yang singkat jika saya mau", papar Trump, dikutip dari CNBC International.

Tak hanya dengan China, perang dagang dengan Kanada juga masih berlanjut hingga kini. Sampai saat ini, tidak ada kabar baik yang muncul dari negosiasi terkait dengan pembaruan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Beberapa masalah masih menghambat jalannya pencapaian kesepakatan.

Kevin Brady, Direktur Komite Sarana dan Prasarana Kongres AS dari Partai Republik, mengatakan bahwa masih ada perbedaan di antara kedua belah pihak tentang kuota produk susu (dairy), prosedur penyelesaian perselisihan dagang, dan isu-isu lama lainnya. Seperti diketahui, pemerintahan Trump menuduh Kanada mendiskriminasi ekspor dairy asal AS.

Serangkaian sentimen negatif yang ada membuat investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 89,2 miliar. 5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (Rp 37,7 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 31,5 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 26,8 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 23,9 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 18 miliar).


TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/roy) Next Article Pergerakan IHSG dan Rupiah Jelang Akhir Pekan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular