Begini Analisis DBS Soal Pasar Keuangan Indonesia

alfado agustio, CNBC Indonesia
07 September 2018 14:33
Pasar Keuangan Indonesia tengah diuji saat ini. Pelemahan rupiah yang cukup dalam, mengakibatkan investor asing enggan memegang aset-aset di Indonesia
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia- Pelemahan rupiah yang cukup dalam mengakibatkan investor asing enggan memegang aset-aset dalam denominasi mata uang rupiah. Di pasar saham, aksi jual investor asing secara year to date mencapai Rp 52 triliun dan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun terus bergerak naik menyentuh posisi 8%.  

Bank DBS dalam risetnya menjelasakan faktor eksternal serta fundamental menjadi penyebab pelemahan rupiah. Dari sisi eksternal, normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS), perang dagang hingga krisis mata uang di negara emerging market menjadi biang keroknya. Sinyal hawkish yang ditunjukan Federal Reserve/The Fed pada tahun ini, memukul mata uang negara termasuk rupiah.

Sejak awal tahun, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps). Di sisa akhir tahun ini, kemungkinan ada kenaikan hingga dua kali lagi seiring data-data ekonomi di Negeri Paman Sam yang membaik.
 

Teranyar, tingkat pengangguran bulan Agustus diperkirakan turun. Konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan tingkat pengangguran di 3,8% atau terendah dalam 18 tahun terakhir. Hal ini meyakinkan The Fed untuk kembali menunjukkan sikap hawkish, guna mencegah perekonomian AS overheating.  

Di sisi lain, perang dagang yang terus berkecamuk juga ikut berimbas kepada tertekannya rupiah. Mulai dari perseteruan antara AS dan China hingga meluas ke negara-negara lain seperti Kanada, memicu kekhawatiran melambatnya perekonomian global.

Hal ini memicu arus modal asing keluar dari negara berkembang seperti Indonesia, sehingga menekan mata uang domestik.
 

Belum cukup sampai disitu, krisis mata uang yang melanda negara-negara emerging market seperti Turki, Argentina hingga Afrika Selatan ikut memberikan efek negatif bagi mata uang negara-negara emerging market lain seperti Indonesia.

Sementara dari sisi fundamental ada faktor defisit transaksi berjalan dan besarnya porsi asing di Surat Berharga Negara (SBN). Pada kuartal II-2018, defisit transaksi berjalan mencapai 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Secara keseluruhan pada tahun ini, defisit akan berada di posisi 2,5% atau lebih tinggi dibandingkan di tahun 2017 sebesar 1,7% dari PDB. Defisit yang lebih besar, memicu persepsi negatif di kalangan investor sehingga menyebabkan rupiah tertekan.
 

Di sisi lain, besarnya porsi asing di SBN juga menjadi faktor penyebabnya. Data Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan per 6 September 2018, porsi asing mencapai 37,21% atau setara Rp 845,94 triliun dari keseluruhan dana yang ada. Berbagai pressure point yang ada menyebabkan pasar keuangan Indonesia sedang mengalami masa sulit.

Bank Indonesia (BI) sendiri telah melakukan berbagai cara untuk mengatasi hal ini. Mulai dari menaikkan suku bunga acuan hingga 175 bps hingga intervensi dengan membeli SBN di pasar sekunder.

Terakhir, upaya yang dilakukan BI dengan mendorong hedging swap guna melindungi para pelaku usaha di dalam negeri.
 Pemerintah sendiri ikut serta melindungi stabilitas kurs.

Kebijakan mengurangi impor barang-barang tertentu hingga menaikkan pajak menjadi jalan yang dilakukan. Semua ini demi melindungi pelemahan rupiah tidak semakin dalam kedepannya
 

(alf/alf) Next Article Bio Farma: Holding Dorong Fokus Bisnis BUMN Farmasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular