
Rupiah Masih Terkapar, IHSG Kembali Terburuk di Asia
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 September 2018 12:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca dibuka menguat 0,12%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berkahir melemah 0,72% hingga akhir sesi 1 ke level 5.924,62. IHSG lantas kembali menjadi bursa saham dengan performa terburuk di kawasan Asia: indeks Nikkei turun 0,16%, indeks Shanghai turun 0,06%, indeks Strait Times turun 0,09%, indeks SET (Thailand) turun 0,19%, indeks KLCI (Malaysia) turun 0,18%, indeks Hang Seng naik 0,03%, dan indeks Kospi naik 0,19%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 2,42 triliun dengan volume sebanyak 4,46 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 145.405 kali.
Pelemahan rupiah kembali menjadi momok bagi IHSG. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,59% di pasar spot ke level Rp 14.897/dolar AS. Rupiah berada di posisi terlemah sejak krisis moneter 1998 silam.
Seiring dengan pelemahan rupiah, investor gencar melepas saham-saham emiten perbankan. Ketika rupiah melemah dengan besaran yang signifikan, ada ketakutan bahwa rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) dari bank-bank di tanah air akan terkerek naik seperti pada tahun 2015.
Saham-saham emiten perbankan yang dilepas investor diantaranya: PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,87%), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (-2,18%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-1,58%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,12%), dan PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,5%).
Akibat aksi jual atas saham-saham emiten perbankan, indeks sektor jasa keuangan melemah 0,96%, menjadikannya kontirbutor terbesar bagi pelemahan IHSG.
Krisis nilai tukar di Argentina dan Turki yang masih berlanjut merupakan salah satu faktor yang menekan pergerakan rupiah. Pada perdagangan kemarin (3/9/2018), peso melemah 2,58% melawan dolar AS di pasar spot, sementara lira melemah 1,75%. Sebagai hasilnya, mata uang dari negara-negara dengan current account deficit (CAD) yang lebar seperti Indonesia menjadi sasaran jual investor. Pada kuartal-II kemarin, CAD Indonesia menembus level 3% dari PDB, yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I, nilainya hanya sebesar 2,21% dari PDB.
Belum lagi, para eksportir disinyalir sengaja menahan dolar AS yang dimilikinya untuk dilepas di level yang lebih tinggi. Sebab bagi ekspotir, mata uang Garuda yang melemah berpotensi membawa untung lantaran penjualan bisa lebih kencang.
"Eksportir tidak mau melepas dolar AS. Mereka mematok di level kurs di atas Rp 14.850/US$. Kalau sudah lebih, baru mau melepas. Jadi stok dolar AS di pasar kurang," bisik seorang pejabat negara yang tak ingin disebutkan namanya.
Efek samping lainnya dari pelemahan rupiah adalah aksi jual investor asing. Hingga akhir sesi 1, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 159,8 miliar. Ketika rupiah melemah melawan dolar AS, berinvestasi dalam instrumen yang berbasis rupiah menjadi kurang menarik lantaran ada potensi rugi kurs yang harus ditanggung. Sebagai informasi, investor asing mencatatkan jual bersih sebesar Rp 305,9 miliar pada perdagangan kemarin.
5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Multi Bintang Indonesia Tbk/MLBI (Rp 60,5 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 34,7 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 29,3 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 13,7 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 12,5 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pergerakan IHSG dan Rupiah Jelang Akhir Pekan
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 2,42 triliun dengan volume sebanyak 4,46 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 145.405 kali.
Pelemahan rupiah kembali menjadi momok bagi IHSG. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,59% di pasar spot ke level Rp 14.897/dolar AS. Rupiah berada di posisi terlemah sejak krisis moneter 1998 silam.
Saham-saham emiten perbankan yang dilepas investor diantaranya: PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,87%), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (-2,18%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-1,58%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,12%), dan PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,5%).
Akibat aksi jual atas saham-saham emiten perbankan, indeks sektor jasa keuangan melemah 0,96%, menjadikannya kontirbutor terbesar bagi pelemahan IHSG.
Krisis nilai tukar di Argentina dan Turki yang masih berlanjut merupakan salah satu faktor yang menekan pergerakan rupiah. Pada perdagangan kemarin (3/9/2018), peso melemah 2,58% melawan dolar AS di pasar spot, sementara lira melemah 1,75%. Sebagai hasilnya, mata uang dari negara-negara dengan current account deficit (CAD) yang lebar seperti Indonesia menjadi sasaran jual investor. Pada kuartal-II kemarin, CAD Indonesia menembus level 3% dari PDB, yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I, nilainya hanya sebesar 2,21% dari PDB.
Belum lagi, para eksportir disinyalir sengaja menahan dolar AS yang dimilikinya untuk dilepas di level yang lebih tinggi. Sebab bagi ekspotir, mata uang Garuda yang melemah berpotensi membawa untung lantaran penjualan bisa lebih kencang.
"Eksportir tidak mau melepas dolar AS. Mereka mematok di level kurs di atas Rp 14.850/US$. Kalau sudah lebih, baru mau melepas. Jadi stok dolar AS di pasar kurang," bisik seorang pejabat negara yang tak ingin disebutkan namanya.
Efek samping lainnya dari pelemahan rupiah adalah aksi jual investor asing. Hingga akhir sesi 1, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 159,8 miliar. Ketika rupiah melemah melawan dolar AS, berinvestasi dalam instrumen yang berbasis rupiah menjadi kurang menarik lantaran ada potensi rugi kurs yang harus ditanggung. Sebagai informasi, investor asing mencatatkan jual bersih sebesar Rp 305,9 miliar pada perdagangan kemarin.
5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Multi Bintang Indonesia Tbk/MLBI (Rp 60,5 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 34,7 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 29,3 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 13,7 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 12,5 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pergerakan IHSG dan Rupiah Jelang Akhir Pekan
Most Popular