Rupiah ke Rp 14.800/US$, Jokowi Rapat Marathon Lagi

Arys Aditya, CNBC Indonesia
04 September 2018 10:10
Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua hari berturut-turut menggelar rapat terbatas penyelamatan rupiah.
Foto: CNBC Indonesia/Arys Aditya
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua hari berturut-turut menggelar rapat terbatas penyelamatan rupiah. Agenda ini memang tidak dijadwalkan secara terbuka di Istana Merdeka. Jokowi menggelar rapat pada Senin (3/9/2018) dan Selasa (4/9/2018) pagi.

Adapun rupiah pagi ini tercatat menyentuh Rp 14.885/US$.

Dalam rapat pagi ini, tim ekonomi Kabinet Kerja nampak seluruhnya hadir, plus Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso.

Adapun, menteri Kabinet Kerja yang hadir adalah Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Rupiah ke Rp 14.800/US$, Jokowi Rapat Marathon LagiFoto: Sri Mulyani di Istana Negara (CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara)


Selain itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono juga hadir.

Rapat ini sekaligus merupakan lanjutan dari rapat kemarin dan sudah kesekian kali dilakukan oleh Presiden Jokowi, untuk merespons depresiasi nilai tukar rupiah yang makin menghebat dalam beberapa minggu terakhir.

Di hari pertama usai rapat, Sri Mulyani memberikan penjelasan terkait hasil pertemuan dengan kepala negara. Dalam kesempatan tersebut, bendahara negara mengaku melaporkan kondisi ekonomi terkini kepada Presiden.

"Kami melaporkan ke Presiden mengenai kondisi ekonomi Indonesia. [...] Kami melhat pergerakan global terus diwaspadai karena dinamika yang berasal dari sentimen Argentina ini tinggi sekali," kata Sri Mulyani.

"Karena situasi di sana belum selesai, makanya kita antisipasi bahwa tekanan [terhadap nilai tukar rupiah] ini masih akan berlangsung. [...] Karena kondisi krisis di Argentina masih akan berjalan, dan mungkin akan menimbulkan spillover ke negara berkembang"

Sri Mulyani sadar betul bukan hanya faktor ekonomi global yang membuat nilai tukar rupiah tertekan. Kondisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang makin melebar di kuartal II-2018 pun menjadi alasan beban untuk rupiah menguat besar.

"Kita lihat langsung ke pondasi, mana faktor yang dianggap sebagai sumber market lihat sebagai salah satu titik lemah. Selama ini, dianggapnya adalah neraca pembayaran, terutama dari trade account dan current account," tegas Sri Mulyani.

Kabar yang beredar menyebutkan, para eksportir secara sengaja menahan dolar AS dan membuat likuiditas mengetat. Sebab bagi ekspotir, mata uang Garuda yang melemah berpotensi membawa untung.

"Eksportir tidak mau melepas dolar AS. Mereka mematok di level kurs di atas Rp 14.850/US$. Kalau sudah lebih, baru mau melepas. Jadi stok dolar AS di pasar kurang," bisik seorang pejabat negara yang tak ingin disebutkan namanya.

Sri Mulyani sangat memahami, kondisi seperti ini hanya memberikan tekanan kepada rupiah. Melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), bendahara negara bersama pemangku kepentingn terkait bakal memantau ketat perilaku para spekulan.

"Kami akan meneliti dan memonitor secara detail tingkah laku pelaku pasar. Mana-mana yang transaksi yang legitimate demi memenuhi keperluan industrinya, atau tidak legitimate," katanya.

"Kalau tidak legitimate, kami akan lakukan tindakan tegas agar tidak menimbulkan spekulasi atau sentimen negatif," tegasnya.

(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular