Langkah Hukum Siap Ditempuh Demi Selamatkan Rupiah

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
04 September 2018 07:48
Langkah Hukum Siap Ditempuh Demi Selamatkan Rupiah
Foto: Sri Mulyani di Istana Negara (CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menyentuh level psikologis baru Rp 14.800/US$. Bahkan, mata uang Garuda menyentuh titik terlemah sejak Juli 1998, ketika Indonesia dilanda krisis moneter.

Merespons kondisi tersebut, Presiden Joko Widodo memanggil Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, bersama tim ekonomi Kabinet Kerja ke Istana Negara, Senin (3/9/2018) untuk meminta penjelasan terkait posisi nilai tukar yang makin tertekan.

Industri yang diuntungkan pelemahan rupiahFoto: Infografis/Pelemahan Rupiah/Edward Ricardo
Industri yang diuntungkan pelemahan rupiah
Setelah pertemuan yang berlangsung kurang lebih selama dua jam itu, para menteri ekonomi seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, maupun Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita irit bicara. Mereka langsung pergi meninggalkan kompleks Istana.

"Sama Bu Ani [Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati] saja. Sama Bu Ani," kata Darmin, menghindari pertanyaan awak media di Istana Presiden.


Bahkan, pimpinan bank sentral yang merupakan gara terdepan penjaga stabilitas nilai tukar pun ketika dimintai tanggapannya mengenai kondisi nilai tukar rupiah hanya melambaikan tangannya kepada awak media.

Selang beberapa menit kemudian, Sri Mulyani muncul dan memberikan penjelasan terkait hasil pertemuan dengan kepala negara. Dalam kesempatan tersebut, bendahara negara mengaku melaporkan kondisi ekonomi terkini kepada Presiden.

"Kami melaporkan ke Presiden mengenai kondisi ekonomi Indonesia. [...] Kami melhat pergerakan global terus diwaspadai karena dinamika yang berasal dari sentimen Argentina ini tinggi sekali," kata Sri Mulyani.

"Karena situasi di sana belum selesai, makanya kita antisipasi bahwa tekanan [terhadap nilai tukar rupiah] ini masih akan berlangsung. [...] Karena kondisi krisis di Argentina masih akan berjalan, dan mungkin akan menimbulkan spillover ke negara berkembang"

Sri Mulyani sadar betul bukan hanya faktor ekonomi global yang membuat nilai tukar rupiah tertekan. Kondisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang makin melebar di kuartal II-2018 pun menjadi alasan beban untuk rupiah menguat besar.

"Kita lihat langsung ke pondasi, mana faktor yang dianggap sebagai sumber market lihat sebagai salah satu titik lemah. Selama ini, dianggapnya adalah neraca pembayaran, terutama dari trade account dan current account," tegas Sri Mulyani.
Pemerintah sejatinya sudah memiliki sejumlah rencana konkret untuk mengatasi permasalahan nilai tukar melalui pengendalian impor, apakah itu impor barang konsumsi maupun sejumlah proyek infrastruktur yang memiliki kadar impor berlebih.

Namun, langkah tegas siap ditempuh pemerintah bagi siapapun - khususnya spekulan - yang mencari untung besar, bahkan turut serta membuat nilai tukar makin melemah. Lantas, apa yang membuat pemerintah mengambil langkah ini?




Kabar yang beredar menyebutkan, para eksportir secara sengaja menahan dolar AS dan membuat likuiditas mengetat. Sebab bagi ekspotir, mata uang Garuda yang melemah berpotensi membawa untung.

"Eksportir tidak mau melepas dolar AS. Mereka mematok di level kurs di atas Rp 14.850/US$. Kalau sudah lebih, baru mau melepas. Jadi stok dolar AS di pasar kurang," bisik seorang pejabat negara yang tak ingin disebutkan namanya.

Sri Mulyani sangat memahami, kondisi seperti ini hanya memberikan tekanan kepada rupiah. Melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), bendahara negara bersama pemangku kepentingn terkait bakal memantau ketat perilaku para spekulan.

"Kami akan meneliti dan memonitor secara detail tingkah laku pelaku pasar. Mana-mana yang transaksi yang legitimate demi memenuhi keperluan industrinya, atau tidak legitimate," katanya.

"Kalau tidak legitimate, kami akan lakukan tindakan tegas agar tidak menimbulkan spekulasi atau sentimen negatif," tegasnya.
(prm) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular