
Rupiah di Pusaran Badai, IHSG Koreksi & Jadi Terburuk di Asia
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 September 2018 16:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,85% pada perdagangan pertama di pekan ini ke level 5.967,58. Walaupun sama-sama melemah, performa IHSG jelas menjadi yang terburuk dibandingkan dengan bursa utama di kawasan Asia.
Indeks Nikkei turun 0,69%, indeks Shanghai turun 0,17%, indeks Hang Seng turun 0,63%, indeks Strait Times turun 0,14%, indeks Kospi turun 0,68%, indeks KLCI (Malaysia) turun 0,31%, dan indeks SET (Thailand) naik tipis 0,05%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5 triliun dengan volume sebanyak 5,95 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 273.048 kali.
Nasib IHSG senada dengan rupiah yang juga terburuk di Asia. Hingga akhir transaksi IHSG, rupiah melemah 0,58% di pasar spot ke level Rp 14.810/dolar AS. Sementara itu, yen menguat 0,01%, yuan menguat 0,17%, dolar Hong Kong melemah 0,01%, dolar Singapura menguat 0,12%, won menguat 0,44%, ringgit melemah 0,46%, dan baht menguat 0,09%.
Ketika rupiah melemah melawan dolar AS, berinvestasi dalam instrumen yang berbasis rupiah menjadi kurang menarik lantaran ada potensi rugi kurs yang harus ditanggung.
Semakin mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Federal Reserve membuat rupiah keok melawan dolar AS.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures, kini terdapat 71,2% kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini, naik dari posisi 31 Agustus 2018 yang sebesar 70,1%.
Selain itu, nilai tukar rupiah juga tertekan oleh lira yang kembali melemah. Hingga sore hari di pasar spot, lira melemah 1,45% melawan dolar AS.
Seiring dengan dalamnya pelemahan rupiah, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 306 miliar. 5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 66,3 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 56,1 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 45,5 miliar), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk/INKP (Rp 29,3 miliar), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (Rp 23,5 miliar).
Tekanan bagi IHSG juga datang dari pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,05% MoM sepanjang bulan Agustus. Padahal, konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,07% MoM. Lantas, tingkat inflasi secara tahunan (YoY) adalah sebesar 3,2% YoY.
Adanya deflasi menunjukkan bahwa tingkat konsumsi masyrakat Indonesia cenderung lemah. Lonjakan konsumsi yang terjadi pada kuartal-II lantaran kehadiran bulan puasa dan lebaran nampak sulit untuk dilanjutkan pada kuartal-III.
Saham-saham barang konsumsi pun menjadi bulan-bulan investor; indeks saham sektor barang konsumsi melemah 0,83%. Saham-saham barang konsumsi yang dilepas investor diantaranya: PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk/ULTJ (-6,18%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-1,86%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,64%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,04%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,4%).
Dari sisi eksternal, tekanan datang dari ribut-ribut AS-Kanada di bidang perdagangan. Hingga Jumat (31/8/2018), kedua negara gagal mencapai kesepakatan terkait dengan perubahan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Sebelumnya, kedua negara optimis bahwa kesepakatan akan dapat dicapai sebelum akhir pekan.
Mengutip CNBC International, negosiasi akan dimulai kembali pada Rabu mendatang.
Salah satu isu yang menjadi pemberat dalam dialog ini adalah kebijakan Kanada yang mengenakan bea masuk tinggi untuk produk olahan susu (dairy product). Kanada melakukan itu demi melindungi peternak dalam negeri, tetapi AS menudingnya sebagai upaya proteksi dan perdagangan tidak adil.
Kini, ada kemungkinan Presiden AS Donald Trump akan mengajukan rencana pembaruan NAFTA dengan hanya menyertakan kesepakatan AS-Meksiko, sementara dengan Kanada berstatus ditunda (pending).
"Tidak ada kebutuhan untuk mengikutsertakan Kanada dalam perjanjian NAFTA yang baru. Jika mereka tidak bisa menerapkan perdagangan yang adil kepada AS setelah puluhan tahun menindas, maka Kanada akan keluar," tegas Trump melalui cuitan di Twitter.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pergerakan IHSG dan Rupiah Jelang Akhir Pekan
Indeks Nikkei turun 0,69%, indeks Shanghai turun 0,17%, indeks Hang Seng turun 0,63%, indeks Strait Times turun 0,14%, indeks Kospi turun 0,68%, indeks KLCI (Malaysia) turun 0,31%, dan indeks SET (Thailand) naik tipis 0,05%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5 triliun dengan volume sebanyak 5,95 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 273.048 kali.
Ketika rupiah melemah melawan dolar AS, berinvestasi dalam instrumen yang berbasis rupiah menjadi kurang menarik lantaran ada potensi rugi kurs yang harus ditanggung.
Semakin mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Federal Reserve membuat rupiah keok melawan dolar AS.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures, kini terdapat 71,2% kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini, naik dari posisi 31 Agustus 2018 yang sebesar 70,1%.
Selain itu, nilai tukar rupiah juga tertekan oleh lira yang kembali melemah. Hingga sore hari di pasar spot, lira melemah 1,45% melawan dolar AS.
Seiring dengan dalamnya pelemahan rupiah, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 306 miliar. 5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 66,3 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 56,1 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 45,5 miliar), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk/INKP (Rp 29,3 miliar), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (Rp 23,5 miliar).
Tekanan bagi IHSG juga datang dari pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,05% MoM sepanjang bulan Agustus. Padahal, konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,07% MoM. Lantas, tingkat inflasi secara tahunan (YoY) adalah sebesar 3,2% YoY.
Adanya deflasi menunjukkan bahwa tingkat konsumsi masyrakat Indonesia cenderung lemah. Lonjakan konsumsi yang terjadi pada kuartal-II lantaran kehadiran bulan puasa dan lebaran nampak sulit untuk dilanjutkan pada kuartal-III.
Saham-saham barang konsumsi pun menjadi bulan-bulan investor; indeks saham sektor barang konsumsi melemah 0,83%. Saham-saham barang konsumsi yang dilepas investor diantaranya: PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk/ULTJ (-6,18%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-1,86%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,64%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,04%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,4%).
Dari sisi eksternal, tekanan datang dari ribut-ribut AS-Kanada di bidang perdagangan. Hingga Jumat (31/8/2018), kedua negara gagal mencapai kesepakatan terkait dengan perubahan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Sebelumnya, kedua negara optimis bahwa kesepakatan akan dapat dicapai sebelum akhir pekan.
Mengutip CNBC International, negosiasi akan dimulai kembali pada Rabu mendatang.
Salah satu isu yang menjadi pemberat dalam dialog ini adalah kebijakan Kanada yang mengenakan bea masuk tinggi untuk produk olahan susu (dairy product). Kanada melakukan itu demi melindungi peternak dalam negeri, tetapi AS menudingnya sebagai upaya proteksi dan perdagangan tidak adil.
Kini, ada kemungkinan Presiden AS Donald Trump akan mengajukan rencana pembaruan NAFTA dengan hanya menyertakan kesepakatan AS-Meksiko, sementara dengan Kanada berstatus ditunda (pending).
"Tidak ada kebutuhan untuk mengikutsertakan Kanada dalam perjanjian NAFTA yang baru. Jika mereka tidak bisa menerapkan perdagangan yang adil kepada AS setelah puluhan tahun menindas, maka Kanada akan keluar," tegas Trump melalui cuitan di Twitter.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pergerakan IHSG dan Rupiah Jelang Akhir Pekan
Most Popular