Terlemah di Asia, Rupiah Juga Terlemah Sejak 1998

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 September 2018 14:35
Data Inflasi Bebani Rupiah?
Ilustrasi Uang (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Mata uang Asia mampu memanfaatkan situasi dolar AS yang sebenarnya sedang tertekan. Pada pukul 14:04 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) melemah tipis 0,02%. 

Sejak akhir pekan lalu, dolar AS sudah menguat. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index menguat 0,37%. Sementara sejak awal tahun, indeks ini sudah naik 3,26%. Oleh karena itu, ada cukup alasan bagi investor untuk merealisasikan keuntungan alias profit taking

Sebelumnya, dolar AS sempat menguat karena kegagalan AS dan Kanada untuk mencapai kesepakatan terkait pembaruan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utama (NAFTA) yang membuat pelaku pasar cenderung konservatif. Namun energi itu tidak bertahan lama, karena terhempas aksi ambil untung. 

Maklum, pasar AS tidak buka pada awal pekan ini karena peringatan Hari Buruh. Situasi ini dimanfaatkan investor untuk keluar sejenak mengambil cuan. 

Rupiah tidak mampu mengambil peluang tersebut. Faktor domestik sepertinya menjadi penyebab depresiasi ini. 

Ada kemungkinan pelaku pasar mencermati data inflasi domestik. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadi deflasi sebesar 0,05% secara bulanan pada Agustus 2018. Sedangkan inflasi tahunan adalah 3,2% dan inflasi inti tahunan di 2,9%. 

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan laju inflasi sebesar 0,07% secara bulanan (month-to-month/MtM). Kemudian inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) diperkirakan 3,33%, sedangkan inflasi inti YoY ada di 2,89%.  

Sementara Bank Indonesia (BI) memperkirakan laju inflasi Agustus sebesar 0,06% MtM. Ini membuat inflasi secara YoY ada di 3,19%. Proyeksi BI lebih optimistis dibandingkan pelaku pasar. 

Realisasi inflasi Agustus ternyata lebih rendah ketimbang konsensus pasar maupun proyeksi BI. Secara bulanan, deflasi yang terjadi lebih disebabkan faktor musiman karena permintaan memang melambat selepas Ramadan-Idul Fitri. 

Namun uang menjadi catatan adalah inflasi tahunan. Realisasi inflasi tahunan sedikit lebih rendah dibandingkan konsensus pasar. Meski tipis, tetapi mungkin saja ada pembacaan bahwa konsumsi dan daya beli masyarakat tidak sebaik yang diperkirakan. 

Hal ini mungkin memberi konfirmasi awal bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 akan sedikit melambat. Konsumsi adalah komponen utama pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Indikasi konsumsi yang tidak sebaik perkiraan tentu akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. 

Prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang agak suram bisa jadi menjadi penyebab pelepasan aset-aset berbasis rupiah. Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 106,77 miliar pada pukul 14:20 WIB.  

Di pasar obligasi juga ada pertanda aksi jual. Ini terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah, yang menujukkan harga sedang tertekan. 

Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah Indonesia, di mana terjadi kenaikan di semua tenor: 

 

Aksi jual terhadap instrumen berbasis rupiah kian membebani laju mata uang Tanah Air. Akibatnya, rupiah pun menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam di Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular