Mata Uang Asia Mulai Menguat, Kok Rupiah Masih Lesu?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 August 2018 12:51
Mata Uang Asia Mulai Menguat, Kok Rupiah Masih Lesu?
Ilustrasi Uang (CNBC Indonesia/Muhammad Sabk)i
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terus melemah. Bahkan rupiah sampai menyentuh titik terlemahnya sejak krisis moneter (krismon) 1998. 

Pada Jumat (31/8/2018) pukul 12:01 WIB, US$ 1 diperdagangkan di Rp 14.725 di pasar spot. Rupiah melemah 0,27% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Tidak hanya itu, rupiah pun berada di posisi terlemah sejak tahun ini. Ditarik lagi ke belakang, depresiasi rupiah hari ini membuatnya mencapai level terlemah sejak pertengahan 1998. 


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sejak pembukaan hingga tengah hari ini: 



Di Asia, padahal angin sedang tidak memihak dolar AS. Mata uang Asia bergerak cenderung menguat terhadap greenback.  

Di antara mata uang yang melemah, depresiasi rupiah berada di urutan kedua. Rupiah hanya lebih baik dibandingkan rupee India. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 12:07 WIB: 



Sepertinya dolar AS tengah terkena ambil untung setelah menguat cukup lama. Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama) melemah 0,1% pada pkul 12:13 WIB. 

Namun dalam 3 bulan terakhir, Indeks ini masih menguat 0,47%. Kemudian sejak 6 bulan ke belakang, penguatannya 5,19% dan dari awal tahun sudah naik 2,69%. 

Angka-angka ini memang cukup menggoda investor untuk merealisasikan laba. Akibatnya, dolar AS tertekan dan mata uang Asia berhasil membalikkan kedudukan. 

Selain itu, pelaku pasar juga berharap banyak terhadap perundingan dagang AS-Kanada yang tengah berlangsung di Washington. Hasilnya diperkirakan keluar pada Jumat waktu setempat atau Sabtu waktu Indonesia. 

"Kami bekerja secara intensif dengan rapat-rapat hingga larut malam. Ada banyak niatan baik, banyak yang harus dilakukan dalam waktu singkat. Kami bekerja dengan sangat instens," kata Chrystia Freeland, Menteri Luar Negeri Kanada, dikutip dari Reuters. 

Aura damai dagang antara AS dan para tetangganya membuat investor sedikit banyak mulai berani mengambil risiko. Aliran dana pergi meninggalkan AS dan masuk ke negara-negara berkembang Asia sehingga mendongrak nilai mata uang. 

Namun mengapa rupiah masih melemah? 

Seperti halnya dolar AS, rupiah juga mengalami tekanan jual. Misalnya terlihat di pasar obligasi pemerintah Indonesia, di mana terjadi kenaikan imbal hasil (yield) di sejumlah tenor. Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini sedang turun, bisa karena kurang peminat atau bahkan terjadi aksi pelepasan.

Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah Indonesia pada pukul 12:20 WIB: 



Faktor domestik berperan dominan dalam depresiasi rupiah hari ini. Ada kemungkinan investor mengkhawatirkan prospek transaksi berjalan kuartal III-2018 yang berpotensi lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang sebesar 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Pertanda ke sana sudah terlihat dari neraca perdagangan Indonesia yang mencatat defisit US$ 2,03 miliar. Ini merupakan catatan terburuk sejak 2013. 

Investor kini sedang menyoroti kinerja negara-negara berkembang, karena gaduh yang disebabkan Turki atau Argentina. Mata uang kedua negara tersebut melemah sangat dalam karena tidak didukung oleh transaksi berjalan yang memadai.  


Pandangan negatif ini bisa jadi merupakan faktor yang membuat rupiah masih tertekan kala mata uang Asia mampu terapresiasi di hadapan dolar AS. Tanpa dukungan tranaksi berjalan, rupiah pun menyentuh posisi terlemahnya sejak 1998.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular