Rupiah Makin Hancur, IHSG Tinggalkan Level Psikologis 6.000
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 August 2018 09:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah 0,87% untuk mengawali perdagangan hari ini ke level 5.966,43. IHSG lantas meninggalkan level psikologis 6.000. Sebelumnya, bursa saham utama kawasan Asia juga dibuka di zona merah: indeks Nikkei turun 0,6%, Indeks Shanghai turun 0,28%, indeks Hang Seng turun 1,3%, indeks Strait Times turun 0,79%, dan indeks Kospi turun 0,4%.
Pelemahan rupiah yang makin parah membuat IHSG harus pasrah terseret ke teritori negatif. Pada pagi ini, rupiah melemah 0,17% di pasar spot ke level Rp 14.710/dolar AS. Dolar AS memang sedang perkasa terhadap mata uang negara-negara berkembang di kawasan Asia. Secara berturut-turut melawan ringgit, peso, dan rupee, dolar AS menguat sebesar 0,07%, 0,01%, dan 0,3%.
Dolar AS menguat lantaran persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali sepanjang tahun ini oleh the Federal Reserve sudah semakin menyeruak. Hal ini terjadi pasca rilis data ekonomi yang kuat. Core Personal Consumption Expenditure AS yang disebut-sebut sebagai patokan the Fed untuk mengukur tingkat inflasi tumbuh sebesar 2% YoY pada bulan Juli, sudah sesuai dengan target inflasi the Fed yang sebesar 2%. Selain itu, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 24 Agustus 2018 diumumkan di level 213.000, lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 214.000.
Selain itu, investor dibuat enggan menyentuh pasar saham tanah air lantaran perang dagang antara AS dengan China yang kian panas. Mengutip Reuters, beberapa orang sumber mengatakan Presiden AS Donald Trump akan mengenakan bea masuk baru terhadap barang-barang impor asal China senilai US$ 200 miliar pekan depan, segera setelah tahapan dengar pendapat berakhir.
Sejauh ini, AS sudah 2 kali mengenakan bea masuk baru bagi produk-produk impor asal China dan keduanya sudah dibalas oleh Negeri Panda. Jika AS kembali menerapkan bea masuk baru, seragan balasan dari Beijing sepertinya menjadi tak terelakkan.
Terakhir, krisis nilai tukar di Argentina yang masih berlanjut juga membuat investor menahan diri untuk masuk ke pasar saham. Pada perdagangan kemarin (30/8/2018), peso melemah hingga 12% melawan dolar AS di pasar spot.
Langkah bank sentral Argentina yang mendorong naik tingkat suku bunga acuan menjadi 60% dari yang sebelumnya 45% terbukti tidak ampuh untuk meredam pelemahan nilai tukar. Mengutip Reuters, para ekonom memang sudah lama menyuarakan pendapatnya bahwa nilai tukar peso sudah overvalue. Kini, normalisasi yang dilakukan oleh the Fed dan fundamental perekonomian yang memang tidak sehat membuat peso benar-benar tak berkutik melawan greenback.
Saat peso melemah signifikan, ada kekhawatiran utang luar negeri Argentina akan membengkak dan meningkatkan risiko gagal bayar. Per akhir Maret 2018 utang luar negeri Argentina tercatat sebesar US$ 253,74 miliar, naik 27,59% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Pergerakan IHSG dan Rupiah Jelang Akhir Pekan
Pelemahan rupiah yang makin parah membuat IHSG harus pasrah terseret ke teritori negatif. Pada pagi ini, rupiah melemah 0,17% di pasar spot ke level Rp 14.710/dolar AS. Dolar AS memang sedang perkasa terhadap mata uang negara-negara berkembang di kawasan Asia. Secara berturut-turut melawan ringgit, peso, dan rupee, dolar AS menguat sebesar 0,07%, 0,01%, dan 0,3%.
Dolar AS menguat lantaran persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali sepanjang tahun ini oleh the Federal Reserve sudah semakin menyeruak. Hal ini terjadi pasca rilis data ekonomi yang kuat. Core Personal Consumption Expenditure AS yang disebut-sebut sebagai patokan the Fed untuk mengukur tingkat inflasi tumbuh sebesar 2% YoY pada bulan Juli, sudah sesuai dengan target inflasi the Fed yang sebesar 2%. Selain itu, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 24 Agustus 2018 diumumkan di level 213.000, lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 214.000.
Sejauh ini, AS sudah 2 kali mengenakan bea masuk baru bagi produk-produk impor asal China dan keduanya sudah dibalas oleh Negeri Panda. Jika AS kembali menerapkan bea masuk baru, seragan balasan dari Beijing sepertinya menjadi tak terelakkan.
Terakhir, krisis nilai tukar di Argentina yang masih berlanjut juga membuat investor menahan diri untuk masuk ke pasar saham. Pada perdagangan kemarin (30/8/2018), peso melemah hingga 12% melawan dolar AS di pasar spot.
Langkah bank sentral Argentina yang mendorong naik tingkat suku bunga acuan menjadi 60% dari yang sebelumnya 45% terbukti tidak ampuh untuk meredam pelemahan nilai tukar. Mengutip Reuters, para ekonom memang sudah lama menyuarakan pendapatnya bahwa nilai tukar peso sudah overvalue. Kini, normalisasi yang dilakukan oleh the Fed dan fundamental perekonomian yang memang tidak sehat membuat peso benar-benar tak berkutik melawan greenback.
Saat peso melemah signifikan, ada kekhawatiran utang luar negeri Argentina akan membengkak dan meningkatkan risiko gagal bayar. Per akhir Maret 2018 utang luar negeri Argentina tercatat sebesar US$ 253,74 miliar, naik 27,59% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Pergerakan IHSG dan Rupiah Jelang Akhir Pekan
Most Popular