
Rupiah di Level Terendah 2018, IHSG Terkoreksi 0,76%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 August 2018 16:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,76% ke level 6.018,96 pada perdagangan hari ini, setelah sebelumnya dibuka menguat 0,17% pada pagi hari. Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona merah: indeks Shanghai turun 1,14%, indeks Hang Seng turun 0,89%, indeks Strait Times turun 0,36%, dan indeks Kospi turun 0,07%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,12 triliun dengan volume sebanyak 8,77 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 356.474 kali.
5 besar saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG adalah: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,96%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,87%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-2,14%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-3,04%), dan PT Perusahaan Gas Negara/PGAS (-4,21%).
Pelemahan rupiah membuat IHSG harus pasrah berakhir di zona merah. Pada perdagangan hari ini, rupiah kembali mengukir rekor penutupan terendah baru untuk tahun 2018, yakni di level Rp 14.685/dolar AS. Rupiah melemah 0,24% jika dibandingkan dengan posisi penutupan kemarin (29/8/2018).
Dolar AS memang sedang perkasa terhadap mata uang negara-negara berkembang di kawasan Asia. Secara berturut-turut melawan ringgit, peso, baht, dan rupee, dolar AS menguat sebesar 0,1%, 0,08%, 0,06%, dan 0,38%.
Dolar AS menguat lantaran persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali sepanjang tahun ini oleh the Federal Reserve sudah semakin menyeruak. Hal ini terjadi pasca
Kementerian Pedagangan AS merilis pembacaan kedua atas pertumbuhan ekonomi periode kuartal-II 2018 di level 4,2% QoQ (annualized). Posisi ini lebih tinggi dibandingkan pembacaan pertama yang sebesar 4,1%, serta merupakan laju tercepat sejak 2014.
Selain itu, investor memang dibuat menghindari pasar keuangan negara-negara berkembang lantaran krisis nilai tukar yang sedang berlangsung di Argentina. Kemarin, nilai tukar peso melemah hingga 7,84% melawan dolar AS di pasar spot.
Fundamental dari perekonomian Argentina memang tidak sehat, terlihat dari tingkat inflasi yang begitu tinggi yakni di level dua digit. Mengutip Reuters, para ekonom sudah lama menyuarakan pendapatnya bahwa nilai tukar peso sudah overvalue. Kini, normalisasi yang dilakukan oleh the Fed membuat peso benar-benar tak berkutik melawan greenback.
Saat peso melemah dalam, ada kekhawatiran utang luar negeri Argentina akan membengkak. Per akhir Maret 2018 utang luar negeri Argentina tercatat sebesar US$ 253,74 miliar, naik 27,59% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Argentina pun mau tak mau berpaling kepada IMF dengan meminta pencairan bantuan senilai US$ 50 miliar.
Di sisi lain, sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari optimisme bahwa AS dan Kanada bisa segera mencapai kesepakatan terkait dengan perubahan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Kesepakatan diperkirakan terjadi paling lambat akhir pekan ini.
"Mereka (Kanada) ingin mencapai kesepakatan, saya memberi waktu sampai Jumat dan sepertinya berjalan sesuai harapan. Kita lihat saja apa yang akan terjadi, tetapi dalam segala hal semuanya berjalan dengan sangat baik," kata Presiden Trump, mengutip Reuters.
Optimisme juga merebak di kubu Kanada. PM Trudeau yakin bisa mencapai kesepakatan dengan Negeri Paman Sam pada pekan ini. Namun, Trudeau menekankan bahwa kepentingan Kanada harus terlindungi.
"Kami melihat bahwa ada kemungkinan untuk ke sana (tercapainya kesepakatan) pada Jumat, tetapi itu baru kemungkinan karena kami akan melihat pada akhirnya apakah ada keuntungan bagi Kanada atau tidak. Tidak ada kesepakatan NAFTA lebih baik daripada kesepakatan NAFTA yang buruk," tegasnya, dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, AS telah berhasil mencapai kesepakatan dengan Meksiko terkait perubahan NAFTA. Salah satu poin kesepakatan AS-Meksiko adalah di sektor otomotif. Kandungan dalam negeri dalam produk otomotif dinaikkan dari 62,5% menjadi 75%. Ini akan menggairahkan produksi otomotif di kedua negara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,12 triliun dengan volume sebanyak 8,77 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 356.474 kali.
5 besar saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG adalah: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,96%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,87%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-2,14%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-3,04%), dan PT Perusahaan Gas Negara/PGAS (-4,21%).
Dolar AS memang sedang perkasa terhadap mata uang negara-negara berkembang di kawasan Asia. Secara berturut-turut melawan ringgit, peso, baht, dan rupee, dolar AS menguat sebesar 0,1%, 0,08%, 0,06%, dan 0,38%.
Dolar AS menguat lantaran persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali sepanjang tahun ini oleh the Federal Reserve sudah semakin menyeruak. Hal ini terjadi pasca
Kementerian Pedagangan AS merilis pembacaan kedua atas pertumbuhan ekonomi periode kuartal-II 2018 di level 4,2% QoQ (annualized). Posisi ini lebih tinggi dibandingkan pembacaan pertama yang sebesar 4,1%, serta merupakan laju tercepat sejak 2014.
Selain itu, investor memang dibuat menghindari pasar keuangan negara-negara berkembang lantaran krisis nilai tukar yang sedang berlangsung di Argentina. Kemarin, nilai tukar peso melemah hingga 7,84% melawan dolar AS di pasar spot.
Fundamental dari perekonomian Argentina memang tidak sehat, terlihat dari tingkat inflasi yang begitu tinggi yakni di level dua digit. Mengutip Reuters, para ekonom sudah lama menyuarakan pendapatnya bahwa nilai tukar peso sudah overvalue. Kini, normalisasi yang dilakukan oleh the Fed membuat peso benar-benar tak berkutik melawan greenback.
Saat peso melemah dalam, ada kekhawatiran utang luar negeri Argentina akan membengkak. Per akhir Maret 2018 utang luar negeri Argentina tercatat sebesar US$ 253,74 miliar, naik 27,59% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Argentina pun mau tak mau berpaling kepada IMF dengan meminta pencairan bantuan senilai US$ 50 miliar.
Di sisi lain, sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari optimisme bahwa AS dan Kanada bisa segera mencapai kesepakatan terkait dengan perubahan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Kesepakatan diperkirakan terjadi paling lambat akhir pekan ini.
"Mereka (Kanada) ingin mencapai kesepakatan, saya memberi waktu sampai Jumat dan sepertinya berjalan sesuai harapan. Kita lihat saja apa yang akan terjadi, tetapi dalam segala hal semuanya berjalan dengan sangat baik," kata Presiden Trump, mengutip Reuters.
Optimisme juga merebak di kubu Kanada. PM Trudeau yakin bisa mencapai kesepakatan dengan Negeri Paman Sam pada pekan ini. Namun, Trudeau menekankan bahwa kepentingan Kanada harus terlindungi.
"Kami melihat bahwa ada kemungkinan untuk ke sana (tercapainya kesepakatan) pada Jumat, tetapi itu baru kemungkinan karena kami akan melihat pada akhirnya apakah ada keuntungan bagi Kanada atau tidak. Tidak ada kesepakatan NAFTA lebih baik daripada kesepakatan NAFTA yang buruk," tegasnya, dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, AS telah berhasil mencapai kesepakatan dengan Meksiko terkait perubahan NAFTA. Salah satu poin kesepakatan AS-Meksiko adalah di sektor otomotif. Kandungan dalam negeri dalam produk otomotif dinaikkan dari 62,5% menjadi 75%. Ini akan menggairahkan produksi otomotif di kedua negara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Most Popular