
Rupiah Menguat, Dolar AS Lengser dari Rp 14.600
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 August 2018 08:35

Dolar AS memang masih tertekan. Pada pukul 08:24 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,07%. Pelemahan indeks ini terjadi sejak akhir pekan lalu.
Pergerakan dolar AS yang tertahan disebabkan oleh pernyataan Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed. Dalam pertemuan tahunan The Fed di Jackson Hole, Wyoming, orang nomor 1 di Bank Sentral AS itu menyebutkan bahwa sejauh ini belum ada ancaman inflasi yang serius di Negeri Paman Sam.
"Dengan angka pengangguran yang rendah, mengapa kami mengetatkan kebijakan moneter? Dengan problem inflasi yang belum kelihatan, mengapa kami mengetatkan kebijakan moneter yang bisa menghambat penciptaan lapangan kerja dan ekspansi ekonomi? Kami hanya ingin bergerak hati-hati. Kenaikan suku bunga secara gradual adalah langkah kami untuk mengatasi risiko tersebut (inflasi dan ekspansi ekonomi yang terlalu kencang)," ungkap Powell.
Pidato tersebut tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai kenaikan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun, atau empat kali sepanjang 2018. Pidato Powell juga seolah minim faktor kejutan yang bisa menjadi pendongkrak bagi greenback.
Selain itu, Powell juga menyebut bahwa sejauh ini AS belum mengalami masalah inflasi. Artinya, justru ada kemungkinan The Fed tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Dengan inflasi yang masih sesuai harapan, maka sepertinya belum ada kebutuhan bagi The Fed untuk lebih agresif dalam pengetatan kebijakan moneter.
Dibayangi faktor pengetatan moneter yang tidak terlampau agresif, dolar AS pun mendapat tekanan jual. Sebab, selama ini penguatan greenback memang didorong oleh sentimen kenaikan suku bunga acuan.
Akibatnya, dolar AS melemah secara global. Mata uang Asia pun mampu memanfaatkan situasi ini dengan pencetak apresiasi, rupiah tidak terkecuali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pergerakan dolar AS yang tertahan disebabkan oleh pernyataan Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed. Dalam pertemuan tahunan The Fed di Jackson Hole, Wyoming, orang nomor 1 di Bank Sentral AS itu menyebutkan bahwa sejauh ini belum ada ancaman inflasi yang serius di Negeri Paman Sam.
"Dengan angka pengangguran yang rendah, mengapa kami mengetatkan kebijakan moneter? Dengan problem inflasi yang belum kelihatan, mengapa kami mengetatkan kebijakan moneter yang bisa menghambat penciptaan lapangan kerja dan ekspansi ekonomi? Kami hanya ingin bergerak hati-hati. Kenaikan suku bunga secara gradual adalah langkah kami untuk mengatasi risiko tersebut (inflasi dan ekspansi ekonomi yang terlalu kencang)," ungkap Powell.
Selain itu, Powell juga menyebut bahwa sejauh ini AS belum mengalami masalah inflasi. Artinya, justru ada kemungkinan The Fed tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Dengan inflasi yang masih sesuai harapan, maka sepertinya belum ada kebutuhan bagi The Fed untuk lebih agresif dalam pengetatan kebijakan moneter.
Dibayangi faktor pengetatan moneter yang tidak terlampau agresif, dolar AS pun mendapat tekanan jual. Sebab, selama ini penguatan greenback memang didorong oleh sentimen kenaikan suku bunga acuan.
Akibatnya, dolar AS melemah secara global. Mata uang Asia pun mampu memanfaatkan situasi ini dengan pencetak apresiasi, rupiah tidak terkecuali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular