Rupiah Menguat, Dolar AS Lengser dari Rp 14.600

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 August 2018 08:35
Rupiah Menguat, Dolar AS Lengser dari Rp 14.600
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan pagi ini. Dolar AS kini sudah tidak lagi di level Rp 14.600. 

Pada Senin (27/8/2018) pukul 08:16 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.590. Rupiah menguat 0,32% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu. 

Namun pada pukul 08:20 WIB, penguatan rupiah sedikit berkurang di mana US$ 1 diperdagangkan di Rp 14.595. Rupiah masih menguat, tetapi berkurang menjadi 0,29%. 

Rupiah bergerak searah dengan mata uang Asia yang juga mampu perkasa di hadapan greenback. Yuan China mampu menjadi yang terkuat dengan apresiasi lebih dari 1%. 

Penguatan mata uang Negeri Tirai Bambu tidak lepas dari langkah Bank Sentral China (PBoC) yang akan mengubah metodologi penentuan nilai yuan. Selama ini, PBoC memang mematok nilai tengah harian yuan terhadap dolar AS, dengan hanya mengizinkan yuan melemah atau menguat maksimal 2% dari nilai tengah tersebut. 

"Akibat Dollar Index yang kuat dan friksi dagang, tercipta sebuah aktivitas pro-cyclical di pasar valas. Sentimen pro-cyclical ini membuat PBoC menetapkan pendekatan counter-cyclical untuk penentuan nilai tengah harian yuan," sebut pernyataan PBoC, dikutip dari Reuters.

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang Asia pada pukul 08:21 WIB: 

 

Dolar AS memang masih tertekan. Pada pukul 08:24 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,07%. Pelemahan indeks ini terjadi sejak akhir pekan lalu. 

Pergerakan dolar AS yang tertahan disebabkan oleh pernyataan Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed. Dalam pertemuan tahunan The Fed di Jackson Hole, Wyoming, orang nomor 1 di Bank Sentral AS itu menyebutkan bahwa sejauh ini belum ada ancaman inflasi yang serius di Negeri Paman Sam. 

"Dengan angka pengangguran yang rendah, mengapa kami mengetatkan kebijakan moneter? Dengan problem inflasi yang belum kelihatan, mengapa kami mengetatkan kebijakan moneter yang bisa menghambat penciptaan lapangan kerja dan ekspansi ekonomi? Kami hanya ingin bergerak hati-hati. Kenaikan suku bunga secara gradual adalah langkah kami untuk mengatasi risiko tersebut (inflasi dan ekspansi ekonomi yang terlalu kencang)," ungkap Powell. 

Pidato tersebut tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai kenaikan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun, atau empat kali sepanjang 2018. Pidato Powell juga seolah minim faktor kejutan yang bisa menjadi pendongkrak bagi greenback

Selain itu, Powell juga menyebut bahwa sejauh ini AS belum mengalami masalah inflasi. Artinya, justru ada kemungkinan The Fed tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Dengan inflasi yang masih sesuai harapan, maka sepertinya belum ada kebutuhan bagi The Fed untuk lebih agresif dalam pengetatan kebijakan moneter. 

Dibayangi faktor pengetatan moneter yang tidak terlampau agresif, dolar AS pun mendapat tekanan jual. Sebab, selama ini penguatan greenback memang didorong oleh sentimen kenaikan suku bunga acuan.  

Akibatnya, dolar AS melemah secara global. Mata uang Asia pun mampu memanfaatkan situasi ini dengan pencetak apresiasi, rupiah tidak terkecuali.  

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular