Demi Selamatkan Rupiah, Segala Upaya Ditempuh Pemerintah
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
25 August 2018 10:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus terjadi dalam beberapa bulan terakhir memaksa pemerintah mengerahkan segala daya upaya untuk mencegah depresiasi yang lebih dalam. Terbaru, ratusan barang impor konsumsi akan dikendalikan untuk mengendalikan lonjakan impor yang selama ini menjadi biang kerok defisit transaksi berjalan (CAD) yang tekor.
Pelebaran defisit transaksi berjalan menjadi salah satu penyebab nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cukup rentan terhadap sentimen dinamika ketidakpastian ekonomi global.
Adapun instrumen yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan derasnya laju impor adalah melalui kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 untuk barang-barang impor.
Saat ini, ada sekitar 900 barang impor eksisting sudah dikenakan tarif PPh pasal 22 berkisar 2,5% hingga 7,5%. Namun, pemerintah merasa perlu melihat lebih jauh golongan tarif untuk tiap jenis barang impor.
Salah satu yang akan menjadi pertimbangan untuk menentukan besaran tarif, yakni dengan melihat ketersediaan barang subtitusi yang ada di dalam negeri, serta kondisi industri itu sendiri.
Dengan kata lain, apabila ada barang impor yang sejatinya bisa diproduksi dalam negeri, maka besaran tarif PPh yang bakal dikenakan bisa jadi lebih besar dari yang sudah ditetapkan saat ini.
Tarif PPh barang impor dibagi menjadi beberapa lapis, yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, sampai dengan 10%. Tarif yang dikenakan kepada importir berbeda-beda, tergantung dari barang maupun klasifikasinya.
Misalnya, seperti barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu, yang menggunakan angka pengenal impor (API) akan dikenakan tarif sebesar 2,5%. Namun jika tidak menggunakan API, maka dikenakan 7,5%.
"Kami lakukan identifikasi, kalau barangnya sudah tahu. [...] Ini dilakukan melalui sekitar 900 komoditas impor yang sekarang kita review," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati.
Pelebaran defisit transaksi berjalan menjadi salah satu penyebab nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cukup rentan terhadap sentimen dinamika ketidakpastian ekonomi global.
Adapun instrumen yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan derasnya laju impor adalah melalui kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 untuk barang-barang impor.
Salah satu yang akan menjadi pertimbangan untuk menentukan besaran tarif, yakni dengan melihat ketersediaan barang subtitusi yang ada di dalam negeri, serta kondisi industri itu sendiri.
Dengan kata lain, apabila ada barang impor yang sejatinya bisa diproduksi dalam negeri, maka besaran tarif PPh yang bakal dikenakan bisa jadi lebih besar dari yang sudah ditetapkan saat ini.
Tarif PPh barang impor dibagi menjadi beberapa lapis, yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, sampai dengan 10%. Tarif yang dikenakan kepada importir berbeda-beda, tergantung dari barang maupun klasifikasinya.
Misalnya, seperti barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu, yang menggunakan angka pengenal impor (API) akan dikenakan tarif sebesar 2,5%. Namun jika tidak menggunakan API, maka dikenakan 7,5%.
"Kami lakukan identifikasi, kalau barangnya sudah tahu. [...] Ini dilakukan melalui sekitar 900 komoditas impor yang sekarang kita review," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati.
Next Page
Bergulat Selamatkan Nilai Tukar
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular