Reli 3 Hari Berturut, ke Mana Arah Pasar Obligasi Hari Ini?

Irvin Avriano A., CNBC Indonesia
24 August 2018 10:09
Sentimen negatif hari ini juga diperkuat penguatan dolar indeks karena adanya pernyataan bernada agresif (hawkish) dalam pertemuan The Fed kemarin.
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Semalam, misi perdagangan China yang bertandang ke Amerika Serikat untuk membicarakan langkah lanjutan dalam perang tarif tak membuahkan hasil sehingga diprediksi akan menghujani sentimen negatif ke pasar keuangan domestik hari ini, termasuk obligasi pemerintah. 

Nilai tukar rupiah tak berdaya di depan dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diwarnai aksi ambil untung investor (profit taking) setelah sempat menguat hampir beruntun sejak akhir pekan lalu.

Penguatan sesaat tersebut seiring dengan status quo perang dagang karena adanya lawatan delegasi China tadi, yang biasanya dikompori pernyataan agresif Paman Trump. 

Sentimen negatif hari ini juga diperkuat penguatan dolar indeks karena adanya pernyataan bernada agresif (hawkish) dalam pertemuan The Fed kemarin.

Selain itu, faktor sudah diterapkannya tarif bea masuk baru oleh AS dan China juga menopang supremasi dolar AS beberapa hari ke depan. Dolar indeks adalah indikator posisi greenback, sebutan bagi dolar AS, relatif di hadapan mata uang dunia. 

AS mengenakan bea masuk 25% untuk importasi produk-produk China senilai US$ 16 miliar. China pun melakukan kebijakan serupa, bea masuk 25% untuk impor produk-produk made in USA senilai US$ 16 miliar. 

Dengan beratnya sentimen di sisi negatif tersebut, kami pesimistis pasar surat berharga negara (SBN) dapat melanjutkan reli yang dibukukan sejak awal pekan ini. 

Berikut beberapa ringkasan update makroekonomi dan pasar surat utang yang dirangkum dari riset PT Kiwoom Sekuritas Indonesia dan PT BCA Sekuritas serta ditambahkan Tim Riset CNBC Indonesia:               
  • US Initial Jobless Claims turun dari sebelumnya 212.000 menjadi 210.000, yang berarti positif untuk AS tetapi tentu bertolak belakang bagi pasar keuangan negara berkembang.
  • US Manufacturing PMI turun dari sebelumnya 55,3 menjadi 54,5. yang berarti negatif untuk AS tetapi tentu bertolak belakang bagi pasar keuangan negara berkembang. Meskipun negatif, tetapi bobotnya lebih sedikit dibandingkan dengan data pengangguran tadi.
  • US New Home Sales turun dari sebelumnya 638.000 menjadi 627.000. Meskipun dampaknya negatif, tetapi bobotnya masih kalah dibandingkan dengan efek dari positifnya data pengangguran.
  • Euro Markit Eurozone Manufacturing PMI turun dari sebelumnya 55,1 menjadi 54,6. Bobotnya juga masih kalah dibandingkan dengan efek dari positifnya data pengangguran. Meskipun demikian, hal itu justru menambah deretan pemicu anggapan mulai melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia.
  • Euro Consumer Confidence turun dari sebelumnya -0,5 menjadi -1,9. Juga menjadi faktor yang menambah pemicu mulai melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia.
  • BUMN farmasi PT Bio Farma mengeluarkan surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) senilai Rp 325 miliar dengan waktu jatuh tempo selama 3 tahun dengan prinsip syariah.
  • Pemerintah menargetkan rasio utang terhadap PDB mencapai 29,5%-31,0%
  • Rasio utang terhadap PDB selama periode 2019 - 2022 ditargetkan di kisaran 29,5%-31,0% dari PDB dengan potensi pergerakan di kisaran +5,0% untuk mengakomodasi shock. Hal ini menjadi perhatian pemerintah, sebab rasio utang terhadap PDB ada kemungkinan meningkat melebihi 30,0% disebabkan oleh tekanan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Rasio utang pemerintah sendiri per akhir Juli 2018 mencapai Rp 4.253,02 triliun atau sebesar 29,74% dari PDB. Nilai ini masih aman sebab terjaga di bawah 60% dari PDB sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara.
  • Pemerintah melakukan intervensi di pasar valuta asing dan obligasi kemarin. Intervensi rupiah dilakukan dengan besaran US$255 miliar.
  • Pemerintah akan menggelar lelang SBN denominasi rupiah dengan target indikatif Rp 10 triliun-Rp 20 triliun. Seri yang dilelang adalah SPN03181129, SPN12190829, FR0063, FR0064, FR0065, dan FR0075.
  • Imbal hasil obligasi zona Amerika ditutup bervariasi, didominasi oleh kenaikkan imbal hasil (yield). Kenaikkan yield terbesar ada di Brazil (12,17%). Penurunan yield terbesar ada di Chili (4,69%). Yield wilayah zona Eropa bervariasi, didominasi oleh penurunan yield. Di sisi lain, kenaikkan imbal hasil terbesar terjadi di pasar Italia (3,07%).
  • Di pasar obligasi pemerintah domestik, total transaksi meningkat tetapi total frekuensi turun di tengah penurunan harga yang terjadi kemarin. Total transaksi didominasi oleh obligasi berdurasi 3 - 5 tahun, diikuti dengan < 1 tahun dan jangka menengah 10 tahun- 15 tahun. Sisanya ditransaksikan hingga durasi panjang 25 tahun. Pasar obligasi kemarin tidak kuasa melawan pelemahan setelah penguatan yang terjadi selama 4 hari berturut turut.
  • Pagi ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak variatif dan masih turun hingga pantauan terakhir pagi ini 9:50 5.978.
  • Di pasar spot, rupiah masih melemah 0,23% Rp 14.658 untuk setiap dolar AS, koreksi masih terjadi sejak pagi meskipun bank sentral menyatakan akan mengintervensi pasar hari ini.
 TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular