
Di Kurs Acuan dan Pasar Spot, Dolar AS Tak Terbendung
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 August 2018 10:35

Kebangkitan dolar AS yang berlangsung sejak kemarin berlanjut pada hari ini. Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) meguat 0,3% pada pukul 10:11 WIB.
Sejak 15 Agustus, Dollar Index cenderung tertekan karena berbagai sentimen negatif di Negeri Paman Sam. Dalam sepekan terakhir, indeks ini melemah 1,28%.
Koreksi dolar AS yang sudah cukup dalam membuat nilai mata uang ini menjadi lebih terjangkau. Dolar AS yang lebih murah membuat mata uang ini kemudian kebanjiran peminat. Arus modal yang masuk ke Negeri Adidaya menjadi penopang apresiasi dolar AS.
Selain itu, dolar AS juga mendapat suntikan tenaga dari rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Agustus 2018. Dalam rapat tersebut, The Fed memang menahan suku bunga acuan di 1,75-2%. Namun dalam dinamika rapat tergambar jelas bahwa Jerome Powell dan sejawat masih pro kebijakan moneter ketat alias hawkish.
"Para peserta rapat menyatakan bahwa jika data-data ke depan mendukung proyeksi ekonomi, maka sudah saatnya menempuh langkah lanjutan untuk menghilangkan kebijakan yang akomodatif," sebut notulensi itu.
Saat ini, The Fed melihat perekonomian AS naik itu dari sisi pengusaha maupun rumah tangga sedang dalam momentum yang baik. Oleh karena itu, ekonomi akan tumbuh dan menciptakan dampak inflasi. Melihat hal tersebut, The Fed tidak akan lagi menyebut kebijakan moneter sebagai instrumen untuk mendorong perekonomian.
Potensi kenaikan suku bunga acuan pada rapat bulan depan pun kian besar. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% mencapai 96%.
Didorong sentimen kenaikan suku bunga, investor berbondong-bondong masuk ke pasar keuangan AS, terutama ke obligasi pemerintah. Hasilnya, harga obligasi pemerintah AS naik sehingga imbal hasil (yield) bergerak turun.
Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah AS pukul 10:18 WIB:
Dari dalam negeri, sejauh ini belum ada sentimen yang bisa menggerakkan rupiah. Oleh karena itu, rupiah pun terombang-ambing di tengah gelombang penguatan dolar AS. Hal yang sama terjadi terhadap mayoritas mata uang Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Sejak 15 Agustus, Dollar Index cenderung tertekan karena berbagai sentimen negatif di Negeri Paman Sam. Dalam sepekan terakhir, indeks ini melemah 1,28%.
Selain itu, dolar AS juga mendapat suntikan tenaga dari rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Agustus 2018. Dalam rapat tersebut, The Fed memang menahan suku bunga acuan di 1,75-2%. Namun dalam dinamika rapat tergambar jelas bahwa Jerome Powell dan sejawat masih pro kebijakan moneter ketat alias hawkish.
"Para peserta rapat menyatakan bahwa jika data-data ke depan mendukung proyeksi ekonomi, maka sudah saatnya menempuh langkah lanjutan untuk menghilangkan kebijakan yang akomodatif," sebut notulensi itu.
Saat ini, The Fed melihat perekonomian AS naik itu dari sisi pengusaha maupun rumah tangga sedang dalam momentum yang baik. Oleh karena itu, ekonomi akan tumbuh dan menciptakan dampak inflasi. Melihat hal tersebut, The Fed tidak akan lagi menyebut kebijakan moneter sebagai instrumen untuk mendorong perekonomian.
Potensi kenaikan suku bunga acuan pada rapat bulan depan pun kian besar. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% mencapai 96%.
Didorong sentimen kenaikan suku bunga, investor berbondong-bondong masuk ke pasar keuangan AS, terutama ke obligasi pemerintah. Hasilnya, harga obligasi pemerintah AS naik sehingga imbal hasil (yield) bergerak turun.
Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah AS pukul 10:18 WIB:
Dari dalam negeri, sejauh ini belum ada sentimen yang bisa menggerakkan rupiah. Oleh karena itu, rupiah pun terombang-ambing di tengah gelombang penguatan dolar AS. Hal yang sama terjadi terhadap mayoritas mata uang Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular