
Premi Risiko Gagal Bayar RI Meningkat Pesat Sejak Awal 2018
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
20 August 2018 14:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi pasar keuangan Indonesia sepertinya masih cukup rentan bagi investor global. Ini tercermin persepsi investor terhadap risiko berinvestasi di Indonesia yang terus naik.
Per Jumat (17/8/2018) Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun berada di posisi 122,00 dan tenor 10 tahun berada di posisi 199,60. Terhitung sejak awal tahun, CDS tenor 5 tahun telah meningkat hingga 40,72% dan tenor 10 tahun naik 31,79%. Data tersebut dikutip CNBC Indonesia dari Reuters, Senin (20/8/2018).
Kenaikan ini sepertinya sulit dihindari seiring dengan pergerakan rupiah yang terus melemah. Sejak awal tahun, depresiasi rupiah telah mencapai 7,56%. Depresiasi ini memicu kekhawatiran gagal bayar (default). Kuatnya sentimen global hingga domestik menjadi penyebab utama rupiah terus bergerak melemah.
Dari global, kebijakan moneter The Federal Reserve/The Fed yang agresif pada tahun ini menjadi penyebab mata uang global termasuk rupiah terjerembab. Perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terus berkembang, menjadi pertimbangan The Fed untuk mengetatkan kebijakan moneternya.
Di kuartal I-2018, Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh hingga 2,3% atau lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2017 yang hanya 0,70%. Pertumbuhan ini berlanjut di kuartal II-2018, dimana PDB tumbuh hingga 4,1% atau lebih tinggi dibandingkan kuartal II-2017 yang sebesar 2,6%.
Presiden AS, Donald Trump memang berhasil membawa kemajuan ekonomi Negeri Paman Sam. Namun, kemajuan ini berpotensi overheating jika tidak memiliki bumper. Oleh karena itu, The Fed mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuannya.
Kenaikan suku bunga acuan menjadi penguat bagi dolar AS, sehingga menyebabkan mata uang negara global termasuk rupiah tertekan.
Dari domestik, kondisi transaksi berjalan Indonesia yang masih defisit ditengarai menjadi hal yang menyebabkan rupiah tertekan. Pada kuartal I-2018, defisit transaksi berjalan mencapai 2,15% dari PDB. Angka ini meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar 0,90%.
Hal ini juga terjadi pada kuartal II-2018, dimana defisit mencapai 3,00% dari PDB atau tertinggi sejak kuartal II-2014. Angka ini pun meningkat pesat dibandingkan defisit di kuartal II-2017 yang hanya 1,90%. Kondisi defisit memang tidak terelakan seiring dengan neraca perdagangan yang mayoritas negatif.
Kinerja perdagangan yang masih suram, menyebabkan defisit transaksi berjalan pun meningkat. Hal ini menimbulkan persepsi negatif di mata investor sehingga rupiah pun tertekan. Rupiah yang diapit sentimen negatif dari eksternal dan internal menyebabkan pelemahan pun terjadi. Akibatnya persepsi investor terhadap risiko berinvestasi di Indonesia pun meningkat sejak awal tahun
(dru) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?
Per Jumat (17/8/2018) Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun berada di posisi 122,00 dan tenor 10 tahun berada di posisi 199,60. Terhitung sejak awal tahun, CDS tenor 5 tahun telah meningkat hingga 40,72% dan tenor 10 tahun naik 31,79%. Data tersebut dikutip CNBC Indonesia dari Reuters, Senin (20/8/2018).
Kenaikan ini sepertinya sulit dihindari seiring dengan pergerakan rupiah yang terus melemah. Sejak awal tahun, depresiasi rupiah telah mencapai 7,56%. Depresiasi ini memicu kekhawatiran gagal bayar (default). Kuatnya sentimen global hingga domestik menjadi penyebab utama rupiah terus bergerak melemah.
Di kuartal I-2018, Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh hingga 2,3% atau lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2017 yang hanya 0,70%. Pertumbuhan ini berlanjut di kuartal II-2018, dimana PDB tumbuh hingga 4,1% atau lebih tinggi dibandingkan kuartal II-2017 yang sebesar 2,6%.
Presiden AS, Donald Trump memang berhasil membawa kemajuan ekonomi Negeri Paman Sam. Namun, kemajuan ini berpotensi overheating jika tidak memiliki bumper. Oleh karena itu, The Fed mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuannya.
Kenaikan suku bunga acuan menjadi penguat bagi dolar AS, sehingga menyebabkan mata uang negara global termasuk rupiah tertekan.
Dari domestik, kondisi transaksi berjalan Indonesia yang masih defisit ditengarai menjadi hal yang menyebabkan rupiah tertekan. Pada kuartal I-2018, defisit transaksi berjalan mencapai 2,15% dari PDB. Angka ini meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar 0,90%.
Hal ini juga terjadi pada kuartal II-2018, dimana defisit mencapai 3,00% dari PDB atau tertinggi sejak kuartal II-2014. Angka ini pun meningkat pesat dibandingkan defisit di kuartal II-2017 yang hanya 1,90%. Kondisi defisit memang tidak terelakan seiring dengan neraca perdagangan yang mayoritas negatif.
![]() |
Kinerja perdagangan yang masih suram, menyebabkan defisit transaksi berjalan pun meningkat. Hal ini menimbulkan persepsi negatif di mata investor sehingga rupiah pun tertekan. Rupiah yang diapit sentimen negatif dari eksternal dan internal menyebabkan pelemahan pun terjadi. Akibatnya persepsi investor terhadap risiko berinvestasi di Indonesia pun meningkat sejak awal tahun
(dru) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular