
Masih Perkasa, Harga Batu Bara Naik 1,16% Sepekan Terakhir
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
20 August 2018 11:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan ditutup terkoreksi tipis 0,08% ke angka US$118/metrik ton (MT) pada perdagangan hari Jumat (17/08/2018).
Meski demikian, harga batu bara masih mampu membukukan penguatan sebesar 1,16% dalam sepekan lalu. Dengan pergerakan tersebut, harga komoditas ini memutus tren negatif pelemahan mingguan selama 2 pekan berturut-turut sebelumnya.
Berbagai macam sentimen positif berdatangan menyokong harga batu bara pekan lalu. Pertama, jumlah persediaan batu bara di enam pembangkit listrik utama China turun 1,4% secara week-to-week (WtW) menjadi 15,13 juta ton pada hari Jumat (10/08/2018), menurut data yang dihimpun China Coal Resource. Data ini lantas mengindikasikan bahwa konsumsi batu bara di Negeri Tirai Bambu (khususnya untuk sektor pembangkit listrik) masih cukup tinggi.
Biro Statistik China memang melaporkan bahwa produksi listrik selama periode Januari-Juli 2018 masih mencatatkan kenaikan sebesar 7,8% secara tahunan (year-on-year/YoY). Secara rinci, produksi listrik dari pembangkit yang menggunakan batu bara termal masih naik 4,3% YoY pada bulan Juli 2018, meskipun secara bulanan (month-to-month/MtM) mengalami penurunan 2%.
Sebelumnya, muncul sentimen bahwa konsumsi batu bara di Negeri Tirai Bambu akan berkurang akibat berlalunya cuaca panas ekstrim. Namun, kenyataannya konsumsi batu bara di negeri berpenduduk terbanyak di dunia itu masih cukup tinggi walaupun menunjukkan tren perlambatan. Hal ini lantas masih mampu menyokong harga batu bara.
Kedua, produksi batu bara China di bulan Juli 2018 mengalami penurunan sebesar 2% YoY ke angka 281,5 juta MT. Penurunan tersebut merupakan yang pertama kalinya di tahun ini. Penyebabnya adalah inspeksi lingkungan yang dilakukan oleh Pemerintah China pada sejumlah sentra produksi batu bara di Negeri Panda, yang dimulai pada bulan Juni 2018 lalu.
Akibatnya, untuk memenuhi konsumsi batu bara domestik, China menggenjot impornya pada bulan lalu. Mengutip Reuters, impor batu bara China bulan lalu naik 14% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 29,01 juta ton, tertinggi dalam 4,5 tahun.
Ketiga, India, negara konsumen batu bara utama dunia lainnya, mengimpor batu bara sebesar 57,99 juta ton pada periode April-Juni 2018, meningkat 4,1% dari periode yang sama tahun lalu. Menteri batu bara India Piyush Gosal juga melaporkan bahwa selama 2017-2018, impor batu bara telah meningkat ke angka 208,27 juta ton akibat permintaan yang kuat dari sektor konsumsi, seperti dikutip Reuters.
Hal ini lantas mengindikasikan pulihnya konsumsi batu bara Negeri Bollywood. Sebagai informasi, impor batu bara India telah jatuh cukup dalam sebelumnya, dari 217,7 juta ton di 2014-2015 menjadi 190,9 juta ton pada periode 2016-2017.
Meski demikian, menjelang akhir pekan, sentimen perlambatan pertumbuhan ekonomi global sedikit menekan harga batu bara. Pasalnya, saat pertumbuhan ekonomi terganggu, maka permintaan energi dunia pun dipastikan akan berkurang.
"Data industri yang mengecewakan di China, beserta kekhawatiran pada ekonomi emerging market yang berpusat di Turki telah membebani harga komoditas," ujar Edward Bell dari Bank NBD Emirates, seperti dikutip dari Reuters.
Sebagai informasi, pertumbuhan penjualan ritel China hanya naik sebesar 8,8% YoY pada bulan Juli 2018, turun dari 9% YoY pada bulan sebelumnya, serta naik lebih lambat dari ekspektasi pasar sebesar 9,1% YoY.
Kemudian, pertumbuhan produksi industri Negeri Panda bulan lalu juga hanya naik 6% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY. Sementara itu, investasi aset tetap di China juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Sebagai catatan, pertumbuhan investasi aset tetap tersebut masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.
Sebelumnya, indikator gabungan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang mencakup ekonomi maju di negara barat, plus China, India, Rusia, Brasil, Indonesia, dan Afrika Selatan, terus menunjukkan pola penurunan sejak bulan Januari 2018.
(RHG/gus) Next Article Impor China di Agustus Masih Kuat, Harga Batu Bara Pulih
Meski demikian, harga batu bara masih mampu membukukan penguatan sebesar 1,16% dalam sepekan lalu. Dengan pergerakan tersebut, harga komoditas ini memutus tren negatif pelemahan mingguan selama 2 pekan berturut-turut sebelumnya.
Biro Statistik China memang melaporkan bahwa produksi listrik selama periode Januari-Juli 2018 masih mencatatkan kenaikan sebesar 7,8% secara tahunan (year-on-year/YoY). Secara rinci, produksi listrik dari pembangkit yang menggunakan batu bara termal masih naik 4,3% YoY pada bulan Juli 2018, meskipun secara bulanan (month-to-month/MtM) mengalami penurunan 2%.
Sebelumnya, muncul sentimen bahwa konsumsi batu bara di Negeri Tirai Bambu akan berkurang akibat berlalunya cuaca panas ekstrim. Namun, kenyataannya konsumsi batu bara di negeri berpenduduk terbanyak di dunia itu masih cukup tinggi walaupun menunjukkan tren perlambatan. Hal ini lantas masih mampu menyokong harga batu bara.
Kedua, produksi batu bara China di bulan Juli 2018 mengalami penurunan sebesar 2% YoY ke angka 281,5 juta MT. Penurunan tersebut merupakan yang pertama kalinya di tahun ini. Penyebabnya adalah inspeksi lingkungan yang dilakukan oleh Pemerintah China pada sejumlah sentra produksi batu bara di Negeri Panda, yang dimulai pada bulan Juni 2018 lalu.
Akibatnya, untuk memenuhi konsumsi batu bara domestik, China menggenjot impornya pada bulan lalu. Mengutip Reuters, impor batu bara China bulan lalu naik 14% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 29,01 juta ton, tertinggi dalam 4,5 tahun.
Ketiga, India, negara konsumen batu bara utama dunia lainnya, mengimpor batu bara sebesar 57,99 juta ton pada periode April-Juni 2018, meningkat 4,1% dari periode yang sama tahun lalu. Menteri batu bara India Piyush Gosal juga melaporkan bahwa selama 2017-2018, impor batu bara telah meningkat ke angka 208,27 juta ton akibat permintaan yang kuat dari sektor konsumsi, seperti dikutip Reuters.
Hal ini lantas mengindikasikan pulihnya konsumsi batu bara Negeri Bollywood. Sebagai informasi, impor batu bara India telah jatuh cukup dalam sebelumnya, dari 217,7 juta ton di 2014-2015 menjadi 190,9 juta ton pada periode 2016-2017.
Meski demikian, menjelang akhir pekan, sentimen perlambatan pertumbuhan ekonomi global sedikit menekan harga batu bara. Pasalnya, saat pertumbuhan ekonomi terganggu, maka permintaan energi dunia pun dipastikan akan berkurang.
"Data industri yang mengecewakan di China, beserta kekhawatiran pada ekonomi emerging market yang berpusat di Turki telah membebani harga komoditas," ujar Edward Bell dari Bank NBD Emirates, seperti dikutip dari Reuters.
Sebagai informasi, pertumbuhan penjualan ritel China hanya naik sebesar 8,8% YoY pada bulan Juli 2018, turun dari 9% YoY pada bulan sebelumnya, serta naik lebih lambat dari ekspektasi pasar sebesar 9,1% YoY.
Kemudian, pertumbuhan produksi industri Negeri Panda bulan lalu juga hanya naik 6% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY. Sementara itu, investasi aset tetap di China juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Sebagai catatan, pertumbuhan investasi aset tetap tersebut masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.
Sebelumnya, indikator gabungan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang mencakup ekonomi maju di negara barat, plus China, India, Rusia, Brasil, Indonesia, dan Afrika Selatan, terus menunjukkan pola penurunan sejak bulan Januari 2018.
(RHG/gus) Next Article Impor China di Agustus Masih Kuat, Harga Batu Bara Pulih
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular