Efek Obat Kuat dari BI Mulai Terasa, Rupiah Perkasa di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 August 2018 08:56
Efek Obat Kuat dari BI Mulai Terasa, Rupiah Perkasa di Asia
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan awal pekan ini. Sepertinya efek obat kuat kenaikan suku bunga acuan mulai terasa. 

Pada Senin (20/8/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar dihargai Rp 14.555. Rupiah menguat 0,34% dibandingkan penutupan perdagangan sebelum libur Hari Kemerdekaan.  
Seiring perjalanan pasar, rupiah masih menguat. Pada pukul 08:32 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.560 di mana rupiah menguat 0,31%. 

Sementara mata uang utama Benua Kuning cenderung melemah. Selain rupiah, hanya yen Jepang, yuan China, dan ringgit Malaysia yang menguat. Rupiah pun berhasil menjadi mata uang paling kuat di Asia.

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:33 WIB: 



Dolar AS memang masih cenderung menguat. Pada pukul 08:37 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,07%. 

Namun rupiah mampu bergerak melawan arus keperkasaan mata uang Negeri Adidaya. Kemungkinan penyebabnya adalah sentimen dalam negeri. Apa itu?

Pekan lalu, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate dari 5,25% menjadi 5,5%. Namun pekan lalu obat kuat ini kurang cespleng karena kuatnya tekanan eksternal, yaitu sentimen negatif dari Turki.

Kini, isu Turki sudah mereda. Mata uang lira memang masih melemah, tetapi jauh lebih tipis dibandingkan sebelumnya yang sempat hampir 16% dalam sehari.

Oleh karena itu, pelaku pasar pun siap mencerna kenaikan suku bunga acuan. Langkah ini bisa membuat pasat keuangan Indonesia lebih atraktif, terutama di instrumen berpendapatan tetap (fixed income) seperti obligasi karena menjanjikan keuntungan lebih banyak.

Kehadiran arus modal mulai terlihat di pasar obligasi pemerintah. Meski belum seluruhnya, sudah ada beberapa seri obligasi yang mengalami penurunan imbal hasil (yield) yang merupakan tanda kenaikan harga akibat kenaikan permintaan.

Yield obligasi negara tenor 5 tahun turun 0,2 basis poin (bps) menjadi 7,846%. Kemudian yield untuk tenor 15 tahun turun 1 bps menjadi 8,362% dan tenor 20 tahun turun 0,3 bps.

Arus modal yang masuk berhasil menjaga rupiah tetap menguat di tengah tren depresiasi mata uang kawasan. Untuk saat ini, obat kuat dari BI berhasil menopang rupiah. Namun apakah obat ini kuat sepanjang hari menghadapi gelombang apresiasi greenback?

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular