Rupiah Pasar Spot Rp 14.621/US$, Terlemah Sejak Awal Tahun
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 August 2018 10:35

Dolar AS memang sedang jumawa. Dollar Index (yang menggambarkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,09% pada pukul 10:17 WIB. Indeks ini menyentuh posisi tertingginya sejak Juni 2017.
Setelah kemarin reda, 'gempa susulan' kembali terjadi di Turki. Mata uang lira yang kemarin menguat sekarang kembali melemah 2,85%.
Tensi Washington-Ankara yang masih tinggi membuat pelaku pasar grogi. Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan tegas menyebut guncangan ekonomi di negaranya adalah buah dari perang ekonomi. Bahkan Erdogan kini melancarkan kampanye boikot produk elektronik asal AS.
"Mereka punya iPhone, dan kita punya Vestel," tegas Erdogan, mengacu pada merek ponsel buatan Turki.
Selain itu, Presiden AS Donald Trump juga dikabarkan mulai frustrasi karena Turki tidak kunjung membebaskan Andrew Brunson. Pastur asal AS ini ditahan karena tuduhan ikut mendukung gerakan percobaan kudeta pada 2016 lalu. Brunson memang sudah tidak dipenjara, tetapi kini masih berstatus tahanan rumah.
"Presiden sangat frustrasi karena Brunson belum dibebaskan. Beliau berkomitmen 100% untuk membawa Brunson pulang," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperi dikutip Reuters.
Jika keinginan itu tidak kunjung dipenuhi, maka AS disebut-sebut akan menyiapkan sanksi baru buat Turki. Sebelumnya, AS telah 'menghukum' Turki dengan menaikkan bea masuk atas impor baja dan aluminium. Kebijakan ini menjadi salah satu penyebab pelemahan nilai tukar lira.
"Pemerintah akan tegas soal ini. Belum ada perkembangan dalam kasus Brunson, dan bila tidak ada tindakan nyata dalam beberapa hari atau minggu ke depan, maka tindakan lanjutan akan ditempuh. Tekanan akan meningkat," ungkap salah seorang pejabat teras Gedung Putih, mengutip Reuters.
Oleh karena itu, pelaku pasar masih harus waspada karena situasi di Turki masih bergejolak. Hal ini bisa berakibat melemahnya kembali nilai tukar lira.
Apabila lira sampai terdepresiasi dalam, maka Turki lagi-lagi akan membuat pasar keuangan global 'kebakaran'. Dalam kondisi 'huru-hara', investor akan cenderung lari ke pelukan dolar AS yang mengakibatkan mata uang ini semakin jumawa.
(aji/aji)
Setelah kemarin reda, 'gempa susulan' kembali terjadi di Turki. Mata uang lira yang kemarin menguat sekarang kembali melemah 2,85%.
Tensi Washington-Ankara yang masih tinggi membuat pelaku pasar grogi. Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan tegas menyebut guncangan ekonomi di negaranya adalah buah dari perang ekonomi. Bahkan Erdogan kini melancarkan kampanye boikot produk elektronik asal AS.
"Mereka punya iPhone, dan kita punya Vestel," tegas Erdogan, mengacu pada merek ponsel buatan Turki.
Selain itu, Presiden AS Donald Trump juga dikabarkan mulai frustrasi karena Turki tidak kunjung membebaskan Andrew Brunson. Pastur asal AS ini ditahan karena tuduhan ikut mendukung gerakan percobaan kudeta pada 2016 lalu. Brunson memang sudah tidak dipenjara, tetapi kini masih berstatus tahanan rumah.
"Presiden sangat frustrasi karena Brunson belum dibebaskan. Beliau berkomitmen 100% untuk membawa Brunson pulang," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperi dikutip Reuters.
Jika keinginan itu tidak kunjung dipenuhi, maka AS disebut-sebut akan menyiapkan sanksi baru buat Turki. Sebelumnya, AS telah 'menghukum' Turki dengan menaikkan bea masuk atas impor baja dan aluminium. Kebijakan ini menjadi salah satu penyebab pelemahan nilai tukar lira.
"Pemerintah akan tegas soal ini. Belum ada perkembangan dalam kasus Brunson, dan bila tidak ada tindakan nyata dalam beberapa hari atau minggu ke depan, maka tindakan lanjutan akan ditempuh. Tekanan akan meningkat," ungkap salah seorang pejabat teras Gedung Putih, mengutip Reuters.
Oleh karena itu, pelaku pasar masih harus waspada karena situasi di Turki masih bergejolak. Hal ini bisa berakibat melemahnya kembali nilai tukar lira.
Apabila lira sampai terdepresiasi dalam, maka Turki lagi-lagi akan membuat pasar keuangan global 'kebakaran'. Dalam kondisi 'huru-hara', investor akan cenderung lari ke pelukan dolar AS yang mengakibatkan mata uang ini semakin jumawa.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular