Tinggalkan Rupiah, Modal Asing Hinggap ke Yen Hingga Dolar AS

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 August 2018 14:28
Tinggalkan Rupiah, Modal Asing Hinggap ke Yen Hingga Dolar AS
Foto: Infografis, Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir pekan lalu, pasar keuangan global terpukul akibat kekhawatiran investor terhadap dinamika di Turki. Hari ini, sentimen yang sama masih menghantui dan kembali menjerumuskan pasar ke teritori negatif. 

Pada Senin (13/8/2018) pukul 13:41 WIB, berbagai indeks saham Asia terjebak di area koreksi. Indeks Nikkei 225 amblas 1,98%, Hang Seng jatuh 1,5%, Shanghai Composite turun 0,51%, Kospi anjlok 1,5%, Straits Time melemah 0,88% dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjerembab 3,17%. IHSG menjadi yang terlemah di Asia. 

Sementara di pasar spot valas, pada pukul 13:44 WIB yen Jepang menguat 0,55% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sementara mata uang lainnya cederung terdepresiasi seperti yuan China (-0,37%), rupee India (-0,84%), won Korea Selatan (0,39%), ringgit Malaysia (-0,17%), peso Filipina (-0,23%), dolar Singapura (-0,13%), baht Thailand (-0,12%), dolar Taiwan (-0,17%), dan rupiah (-0,97%). Seperti IHSG, rupiah pun menjadi yang terlemah di Benua Kuning. 

Saat ini, tidak bisa dipungkiri bahwa pelaku pasar tengah bermain aman. Tidak ada yang berani masuk ke instrumen berisiko di negara-negara berkembang. Di Bursa Efek Indonesia, investor asing mencatatkan jual bersih Rp 574,11 miliar pada pukul 13:48 WIB.

Sementara di pasar obligasi, imbal hasil (yield) mengarah ke atas yang menandakan harga instrumen ini sedang turun akibat maraknya aksi jual.
 Untuk obligasi pemerintah tenor 5 tahun, yield naik 18,9 basis poin (bps). Kemudian untuk tenor 10 tahun melesat 21,8 bps, 15 tahun meroket 16,7 bps, 20 tahun naik 3,8 bps, 25 tahun menguat 2,4 bps, dan 30 tahun bertambah 2,4 bps. 

Tidak hanya di Indonesia, yield obligasi negara-negara tetangga pun melejit. Berikut gambarannya: 



Saat uang-uang itu meninggalkan rupiah dan aset-asetnya, ke mana mereka pergi?

 
Kini, pelaku pasar lebih memilih menyelamatkan diri masing-masing. Arus modal pun berkerumun ke instrumen-instrumen yang dianggap aman alias safe haven. Di Asia, safe haven yang paling ampuh adalah mata uang yen. Inilah alasan mengapa mata uang Negeri Matahari Terbit masih mampu menguat di tengah depresiasi kurs di Asia. 

Selain yen, pilihan lainnya adalah franc Swiss. Pada pukul 13:59 WIB, franc menguat 0,11% terhadap dolar AS. 

Emas sebenarnya juga salah satu safe haven. Bahkan sang logam mulia adalah instrumen lindung nilai alami karena pasokannya sangat terbatas. 

Namun, harga emas sangat tergantung dari pergerakan dolar AS. Ketika dolar AS menguat, harga emas akan turun karena komoditas ini dihargai dalam greenback. Saat dolar AS menguat, maka emas menjadi lebih mahal bagi investor yang menggunakan mata uang lainnya sehingga komoditas ini menjadi kurang menarik. 

Pada pukul 14:09 WIB, harga emas dunia turun 0,23%. Ini karena dolar AS sedang perkasa sehingga menekan harga emas. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama, menguat 0,01%. 

Ternyata selain ke yen dan franc, sepertinya arus modal pun mengarah ke Negeri Paman Sam. Dalam kadar tertentu, dolar AS dan instrumen berbasis mata uang ini adalah safe haven karena memang aman. Apalagi berinvestasi di dolar AS menjanjikan cuan karena aura kenaikan suku bunga acuan yang semakin terasa. 

Pada Juli 2018, inflasi di Negeri Paman Sam tercatat 2,9% YoY. Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya tetapi merupakan laju tercepat sejak Februari 2012. 

Laju inflasi yang semakin cepat akan menjadi pembenaran bagi The Federal Reserve/The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih agresif. Pasar kini berekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan total empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak ketimbang proyeksi awal yaitu tiga kali. Jika data-data ekonomi Negeri Adidaya terus positif, maka kemungkinan ke arah sana akan semakin tinggi. 

Ditopang potensi kenaikan suku bunga, laju dolar AS kian tidak tertahankan. Kenaikan suku bunga akan membuat instrumen berbasis greenback menjadi menarik karena menawarkan imbalan lebih. Arus modal masuk ini kemudian akan memupuk kekuatan dolar AS. 

Saat ini, arus modal masih meninggalkan Indonesia sehingga IHSG dan rupiah sama-sama ambruk. Meninggalkan Indonesia, uang-uang panas itu hinggap ke yen, franc, dan tentunya dolar AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular