Rupiah Tembus 14.600/US$, Imbas Shock dari Krisis Turki
Lidya Julita S, CNBC Indonesia
13 August 2018 10:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Pada Senin (13/8/2018) pukul 09:04 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.605 atau melemah 0,93%. Hari ini, rupiah menyentuh titik terendahnya sejak September 2015.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, rupiah yang melemah dipicu karena krisis Turki dan itu juga mempengaruhi hampir seluruh mata uang negara Asia.
"Memang Rembetan dari krisis di sana (Turki) mempengaruhi mata uang emerging market. Mata uang emerging market melemah semua. Bond korea tadi saya liat melamah 0,6%, Filipina juga melemah, hampir semua dan ini murni semua karena faktor dari Turki," ungkap David kepada CNBC Indonesia, Senin (13/8/2018).
Namun, David memperkirakan ini hanya akan sementara karena masih kaget dengan kondisi Turki yang mata uangnya melemah hingga 40% dari awal tahun.
"Ini hanya shock dari Turki," kata dia.
Selain itu, ia menilai Indonesia tidak akan mengalami krisis seperti Turki karena fundamental yang berbeda.
"Fundamental Turki dan Indonesia beda. Inflasinya mereka lebih dari 20%'an, mata uangnya juga melemah lebih dari 40%. Jadi kelihatannya memang lemah fundamentalnya. Kita inflasi rendah 3%, defisit transaksi berjalan juga kemungkinan di bawah 3%, jadi enggak bisa disamakan," imbuhnya.
Menurutnya, pengaruhnya tidak akan dalam dan lama karena Turki bukan mitra dagang utama RI.
"Lagian kita enggak ada hubungan dagang terlalu kuat dengan Turki, tudak seperti Eropa yang banyak memberi pinjaman ke Turki makanya mata uang eropa melemah."
(dru) Next Article Era 'Diskon' Rupiah Masih Berlanjut
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, rupiah yang melemah dipicu karena krisis Turki dan itu juga mempengaruhi hampir seluruh mata uang negara Asia.
"Memang Rembetan dari krisis di sana (Turki) mempengaruhi mata uang emerging market. Mata uang emerging market melemah semua. Bond korea tadi saya liat melamah 0,6%, Filipina juga melemah, hampir semua dan ini murni semua karena faktor dari Turki," ungkap David kepada CNBC Indonesia, Senin (13/8/2018).
"Ini hanya shock dari Turki," kata dia.
Selain itu, ia menilai Indonesia tidak akan mengalami krisis seperti Turki karena fundamental yang berbeda.
"Fundamental Turki dan Indonesia beda. Inflasinya mereka lebih dari 20%'an, mata uangnya juga melemah lebih dari 40%. Jadi kelihatannya memang lemah fundamentalnya. Kita inflasi rendah 3%, defisit transaksi berjalan juga kemungkinan di bawah 3%, jadi enggak bisa disamakan," imbuhnya.
Menurutnya, pengaruhnya tidak akan dalam dan lama karena Turki bukan mitra dagang utama RI.
"Lagian kita enggak ada hubungan dagang terlalu kuat dengan Turki, tudak seperti Eropa yang banyak memberi pinjaman ke Turki makanya mata uang eropa melemah."
(dru) Next Article Era 'Diskon' Rupiah Masih Berlanjut
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular