Investor Asing Kabur Rp 650M, IHSG Masih Bisa Naik 0,2%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 August 2018 16:42
IHSG menguat 0,2% pada perdagangan terkahir di pekan ini ke level 6.077,17.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,2% pada perdagangan terkahir di pekan ini ke level 6.077,17. IHSG ditutup menguat kala bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,33%, indeks Hang Seng turun 0,84%, indeks Strait Times turun 1,14%, dan indeks Kospi turun 0,91%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 6,51 triliun dengan volume sebanyak 7,14 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 327.854 kali.

Sentimen perang dagang membuat bursa saham Benua Kuning harus pasrah terjun ke teritori negatif. DIsaat tensi perang dagang dengan China masih panas pasca kedua negara balas-membalas mengenakan bea masuk, kini perang dagang antara AS dengan Uni Eropa yang memanas.

Beberapa waktu lalu, AS dan Uni Eropa sepakat untuk 'berdamai' dan melakukan negosiasi untuk menghindari perang dagang. Salah satu komitmen dalam kesepakatan itu adalah Uni Eropa akan membeli lebih banyak gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) dari AS.

Namun, ternyata janji itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Jean-Claude Juncker, Presiden Uni Eropa, mengeluhkan harga LNG dari AS yang dinilainya terlalu mahal.

"Ekspor LNG dari AS, jika harganya kompetitif, akan memainkan peran penting dan strategis untuk menjaga pasokan di Uni Eropa. AS perlu melakukan sesuatu," kata Juncker, seperti dikutip Reuters.

Keluhan dari Juncker ini sangat mungkin membuat Presiden AS Donald Trump geram.

Kemudian nilai tukar yuan yang melemah melawan dolar AS juga memberikan tekanan. Di pasar spot, yuan melemah 0,5%. Sementara di pasar offshore, yuan melemah 0,22%.

Ketika yuan melemah, ada kekhawatiran mengenai tergoncangnya stabilitas perekonomian Negeri Panda. Sebelumnya, pemerintah dan bank sentral China memang berusaha mati-matian untuk menghentikan depresiasi yuan.

Dari dalam negeri, pelaku pasar merespon positif penunjukkan Ma'ruf Amin oleh Joko Widodo sebagai pendampingnya dalam menghadapi kontestasi pilpres 2019 mendatang. Dengan menggandeng Ketua MUI tersebut, peluang Jokowi dalam memenangkan pilpres 2019 dianggap semakin lebar.

Sebelum deklarasi cawapres, Jokowi memang sudah mengungguli lawannya Prabowo Subianto. Melansir Detikcom, berdasarkan hasil survei yang diselenggarakan PolMark Indonesia di Jawa dan Sumatera, elektabilitas Jokowi mengungguli Prabowo.

"Laporan ini merupakan hasil olahan data dari 71 survei polmark research center - polmark Indonesia di tingkat Provinsi, kabupaten dan kota dalam waktu 15 Januari 2016 sampai 11 Juni 2018," ujar CEO Polmark Eep Saefullah Fatah, dikutip dari Detikcom.

Dipilihnya Ma'ruf Amin dinilai sebagai sebuah keuntungan kala kubu oposisi menunjuk Sandiaga Uno untuk mendampingi Prabowo.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menilai terpilihnya Sandiaga sebagai cawapres akan menimbulkan kesan bahwa kubu Prabowo meninggalkan amanat ijtimak ulama.

"Prabowo meninggalkan ulama dan umat. Itu berat. Pada saat yang sama Pak Jokowi merangkul ulama," kata Pangi di Jakarta, Kamis (9/8/2018), seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Selama ini, pelaku pasar memang bisa dibilang menyukai kepemimpinan presiden Joko Widodo dengan  trademark yang dimilikinya yakni pembangunan infrastruktur yang bisa menopang perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.

Di sisi lain, Prabowo yang sering menyuarakan penolakannya terhadap campur tangan pihak asing sering dianggap kurang favorable bagi pasar modal.

Namun, penguatan IHSG tertahan oleh aksi jual investor asing yang begitu deras. Hingga akhir perdagangan, investor asing melakukan jual bersih sebesar Rp 650 miliar.

5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Astra International Tbk/ASII (Rp 166,01 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 158,27 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 102,66 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 93,43 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 91,73 miliar).

Aksi jual investor asing dilandasi oleh pelemahan nilai tukar rupiah. Menjelang akhir pekan, rupiah ditutup melemah 0,45% di pasar spot ke level Rp 14.470/dolar AS. Greenback memang sedang berada dalam posisi yang perkasa, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang naik hingga 0,61%.

Mata uang Negeri Paman Sam menguat lantaran data tenaga kerja yang positif. Sepanjang minggu yang berakhir pada 4 Agustus, jumlah klaim tunjangan pengangguran turun sebanyak 6.000 jiwa dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 213.000 jiwa. Capaian ini juga lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun Reuters yaitu 220.00 jiwa.

Kuatnya data tenaga kerja lantas kembali menimbulkan perspsi bahwa the Federal Reserve akan mengerek suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini, lebih agresif dari sebanyak 3 kali yang diproyeksikan pada awal tahun.

Sementara itu, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) periode kuartal-II 2018 justru diproyeksi melebar oleh Bank Indonesia (BI).

"Kuartal II memang ada akselerasi impor sehingga memang kami melihat (defisit) transaksi berjalan bisa di atas 2,5% tetapi di bawah 3% (dari PDB)," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, bulan lalu.

Sebagai informasi, pada kuartal-I 2018 CAD tercatat sebesar US$ 5,5 miliar atau 2,15% dari PDB. Semakin lebarnya CAD tentu memberikan tekanan bagi nilai tukar rupiah.

Data CAD periode kuartal-II 2018 akan dirilis pada hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Analis : Net Sell Asing Hanya Bersifat Sementara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular