
Waspada, BI Sebut Volatilitas Rupiah Masih Besar!
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
10 August 2018 13:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) melihat risiko volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih cukup besar. Hal ini seiring dengan dinamika ketidakpastian ekonomi global.
"Risiko volatilitas masih besar," ungkap Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo saat berbincang dengan CNBC Indonesia di Kompleks BI, Jumat (10/8/2018).
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga perdagangan siang ini masih melemah. Pada pukul 13:00 WIB, US$ 1 di pasar spot dibanderol Rp 14.455/US$, melemah 0,35% dari penutupan kemarin.
Dody memandang, pelemahan rupiah lebih disebabkan karena data-ata perekonomian negeri Paman Sam yang menunjukkan adanya perbaikan. Salah satunya, dari data pasar tenaga kerja AS yang makin kuat.
Kondisi tersebut, menandakan peluang bagi bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) untuk kembali mengerek tingkat bunga acuan lebih agresif semakin terbuka lebar.
"Selain itu, tensi di perdagangan masih mewarnai. [...] Ini [pelemahan rupiah] lebih kepada faktor eksternal," katanya.
Lagipula, sambung dia, mata uang rupiah bukan satu-satunya kurs yang mengalami pelemahan. Meskipun depresiasi rupiah sudah di kisaran 6%, namun kondisi tersebut masih lebih baik ketimbang negara lain.
"Di emerging, currency lain alami pelemahan. Kami melihat kalau ytd [pelemahan rupiah] sekitar 6,3%. Itu artinya tidak buruk, dan ada yagn lebih buruk dari kita seperti India, Turki, Brasil," tegasnya.
BI menegaskan, prioritas bank sentral saat ini tetap menjaga stabilitas perekonomian, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global.
(dru) Next Article RI, Jepang, China Hingga Korsel Siap 'Buang' Dolar AS di 2024
"Risiko volatilitas masih besar," ungkap Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo saat berbincang dengan CNBC Indonesia di Kompleks BI, Jumat (10/8/2018).
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga perdagangan siang ini masih melemah. Pada pukul 13:00 WIB, US$ 1 di pasar spot dibanderol Rp 14.455/US$, melemah 0,35% dari penutupan kemarin.
Kondisi tersebut, menandakan peluang bagi bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) untuk kembali mengerek tingkat bunga acuan lebih agresif semakin terbuka lebar.
"Selain itu, tensi di perdagangan masih mewarnai. [...] Ini [pelemahan rupiah] lebih kepada faktor eksternal," katanya.
Lagipula, sambung dia, mata uang rupiah bukan satu-satunya kurs yang mengalami pelemahan. Meskipun depresiasi rupiah sudah di kisaran 6%, namun kondisi tersebut masih lebih baik ketimbang negara lain.
"Di emerging, currency lain alami pelemahan. Kami melihat kalau ytd [pelemahan rupiah] sekitar 6,3%. Itu artinya tidak buruk, dan ada yagn lebih buruk dari kita seperti India, Turki, Brasil," tegasnya.
BI menegaskan, prioritas bank sentral saat ini tetap menjaga stabilitas perekonomian, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global.
(dru) Next Article RI, Jepang, China Hingga Korsel Siap 'Buang' Dolar AS di 2024
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular