
Harga Minyak Kedelai Perkasa, Harga CPO Ikut Menanjak
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
08 August 2018 14:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak Oktober 2018 di bursa derivatif Malaysia bergerak menguat 0,27% ke level MYR2.241/ton pada perdagangan hari ini Rabu (08/08/2018) hingga pukul 14.30 WIB.
Dengan pergerakan itu, harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia mampu meneruskan relinya, dan kini sudah menguat 4 hari berturut-turut. Sebagai informasi, harga CPO kembali menyentuh titik tertingginya sejak sebulan lalu, atau sejak 10 Juli 2018.
Sentimen positif bagi pergerakan harga CPO hari ini datang dari menguatnya harga minyak kedelai di Amerika Serikat (AS). Meski demikian, kenaikannya terbatas oleh menguatnya Ringgit Malaysia.
Pada perdagangan kemarin, harga minyak kedelai kontrak acuan di Chicago Board of Trade (CBOT) terpantau naik lebih dari 1%. Penyebabnya adalah China nampaknya harus tetap membeli minyak kedelai AS lagi dalam beberapa minggu ke depan, meski sebenarnya perang dagang AS-China masih berkecamuk.
Penyebabnya adalah negara lain tidak sanggup memasok minyak kedelai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan di Negeri Panda, ujar analis Oil World pada hari Selasa (07/08/2018), seperti dilansir dari Reuters.
Sebelumnya, harga minyak kedelai memang menjadi bulan-bulanan, seiring komoditas ini menjadi salah satu produk yang paling terdampak dari memburuknya hubungan perdagangan antara Amerika Serikat (AS)-China.
Minyak kedelai adalah produk utama dari petani di Arkansas, dengan volume produksi mencapai 178 juta bushel pada 2017. Sekitar 40% dari hasil panen tersebut diekspor ke China. Dengan bertambah mahalnya biaya impor kedelai (akibat bea masuk), Negeri Panda pun dipastikan akan menurunkan permintaannya. Namun, dengan saat ini China dikabarkan siap memasuki pasar AS lagi, kekhawatiran investor pun mereda.
Seperti diketahui, harga CPO akan dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai menguat, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut naik.
Di sisi lain, mata uang Ringgit Malaysia yang secara perlahan memulihkan diri, membatasi penguatan harga CPO. Hingga pukul 14.45 WIB hari ini, ringgit bergerak menguat tipis 0,05% terhadap dolar AS. Dalam sepekan ini, mata uang Negeri Jiran bahkan sudah menguat 0,20%. Hal ini menjadi kabar buruk bagi harga CPO, setelah sebelumnya ringgit terdepresiasi sebesar 0,62% di sepanjang bulan Juli 2018.
Apresiasi ringgit akan membuat harga CPO relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang asing. Alhasil, permintaan CPO pun akan cenderung menurun, dan mampu menekan harga komoditas ini.
(RHG/gus) Next Article Rupee India Jeblok, Harga CPO Lanjutkan Pelemahan
Dengan pergerakan itu, harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia mampu meneruskan relinya, dan kini sudah menguat 4 hari berturut-turut. Sebagai informasi, harga CPO kembali menyentuh titik tertingginya sejak sebulan lalu, atau sejak 10 Juli 2018.
Sentimen positif bagi pergerakan harga CPO hari ini datang dari menguatnya harga minyak kedelai di Amerika Serikat (AS). Meski demikian, kenaikannya terbatas oleh menguatnya Ringgit Malaysia.
Pada perdagangan kemarin, harga minyak kedelai kontrak acuan di Chicago Board of Trade (CBOT) terpantau naik lebih dari 1%. Penyebabnya adalah China nampaknya harus tetap membeli minyak kedelai AS lagi dalam beberapa minggu ke depan, meski sebenarnya perang dagang AS-China masih berkecamuk.
Penyebabnya adalah negara lain tidak sanggup memasok minyak kedelai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan di Negeri Panda, ujar analis Oil World pada hari Selasa (07/08/2018), seperti dilansir dari Reuters.
Sebelumnya, harga minyak kedelai memang menjadi bulan-bulanan, seiring komoditas ini menjadi salah satu produk yang paling terdampak dari memburuknya hubungan perdagangan antara Amerika Serikat (AS)-China.
Minyak kedelai adalah produk utama dari petani di Arkansas, dengan volume produksi mencapai 178 juta bushel pada 2017. Sekitar 40% dari hasil panen tersebut diekspor ke China. Dengan bertambah mahalnya biaya impor kedelai (akibat bea masuk), Negeri Panda pun dipastikan akan menurunkan permintaannya. Namun, dengan saat ini China dikabarkan siap memasuki pasar AS lagi, kekhawatiran investor pun mereda.
Seperti diketahui, harga CPO akan dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai menguat, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut naik.
Di sisi lain, mata uang Ringgit Malaysia yang secara perlahan memulihkan diri, membatasi penguatan harga CPO. Hingga pukul 14.45 WIB hari ini, ringgit bergerak menguat tipis 0,05% terhadap dolar AS. Dalam sepekan ini, mata uang Negeri Jiran bahkan sudah menguat 0,20%. Hal ini menjadi kabar buruk bagi harga CPO, setelah sebelumnya ringgit terdepresiasi sebesar 0,62% di sepanjang bulan Juli 2018.
Apresiasi ringgit akan membuat harga CPO relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang asing. Alhasil, permintaan CPO pun akan cenderung menurun, dan mampu menekan harga komoditas ini.
(RHG/gus) Next Article Rupee India Jeblok, Harga CPO Lanjutkan Pelemahan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular