Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, IHSG Melesat 1,56%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 August 2018 16:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,56% pada perdagangan pertama di pekan ini ke level 6.101,13, menjadikannya bursa saham dengan performa terbaik di kawasan Asia: indeks Hang Seng naik 0,52%, indeks Strait Times naik 0,56%, indeks Nikkei turun 0,08%, indeks Shanghai turun 1,26%, indeks Kospi turun 0,05%, indeks SET (Thailand) turun 0,63%, dan indeks KLCI (Malaysia) turun 0,02%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,25 triliun dengan volume sebanyak 9,47 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 411.771 kali.
Laju IHSG dimotori oleh rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2018 yang tercatat di atas ekspektasi. Sepanjang kuartal-II, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,27% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,125% YoY. Capaian ini juga mengalahkan posisi kuartal-I 2018 yang sebesar 5,06% YoY dan posisi kuartal-II 2017 yang sebesar 5,01% YoY.
Sebelum data tersebut diumumkan, IHSG diperdagangkan di level 6.073,42 (+1,1% dibandingkan penutupan hari Jumat, 3/8/2018), sebelum kemudian melesat naik lebih tinggi.
Positifnya angka pertumbuhan ekonomi menghapus kekhawatiran investor bahwa laju ekonomi tahun ini akan lesu seperti tahun lalu, walaupun angka pertumbuhan ekonomi kuartal-III dan IV akan menjadi penentuan. Pasalnya, laju perekonomian pada kuartal-II ditopang oleh momentum Ramadan-Idul Fitri yang jatuh pada pertengahan Mei hingga pertengahan Juni.
Dengan pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2018 yang kuat, BPS memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,16% pada tahun ini.
Saham-saham emiten perbankan, utamanya yang masuk dalam kategori BUKU IV, menjadi primadona bagi investor: PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 3,8%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 2,5%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 2,4%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 1,49%, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 1,39%.
Seiring kenaikan harga saham emiten-emiten perbankan, sektor jasa keuangan menguat 1,73%, menjadikannya kontributor utama bagi penguatan IHSG.
Ketika ekonomi tumbuh kencang, bank-bank di tanah air memang menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan, lantaran ada potensi penyaluran kredit yang akan membaik.
Hal tersebut lantas mengobati kekecewaan investor terhadap penyaluran kredit yang relatif mengecewakan sepanjang semester-I 2018. Sepanjang paruh pertama 2018, total penyaluran kredit BMRI tercatat sebesar Rp 762,5 triliun, naik 11,8% jika dibandingkan posisi periode yang sama tahun lalu. Sementara pada paruh pertama 2017, penyaluran kredit tumbuh sebesar 11,65% YoY. Ini artinya, pertumbuhan penyaluran kredit hanya naik tipis.
Penyaluran kredit PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) tumbuh 19,14% YoY sepanjang paruh pertama 2018, tak banyak meningkat dari capaian di paruh pertama 2017 yang sebesar 18,81% YoY.
Sementara itu, penyaluran kredit BBNI hanya mampu tumbuh 11,1% YoY sepanjang paruh pertama 2018, jauh lebih rendah dari capaian di paruh pertama 2017 yang sebesar 15,4% YoY.
Aksi beli atas saham-saham emiten perbankan gencar dilakukan oleh investor asing: BBCA diburu Rp 205,4 miliar, BBRI diburu 54,6 miliar, dan BBNI diburu Rp 44,2 miliar.
Secara keseluruhan, investor asing membukukan beli bersih sebesar Rp 360 miliar di seluruh pasar. Data pertumbuhan ekonomi yang direspon positif di pasar valuta asing juga mendorong investor asing melakukan aksi beli. Hingga akhir perdagangan, rupiah menguat 0,17% melawan dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.465.
Ketika rupiah bergerak menguat, berinvestasi dalam instrumen berbasis rupiah menjadi lebih menarik lantaran ada potensi keuntungan kurs yang bisa diraup.
Di sisi lain, sejumlah risiko membayangi jalannya perdagangan. Pertama, perang dagang antara AS dengan China yang semakin memanas. Teranyar, pemerintah China berencana mengenakan bea masuk baru bagi importasi produk AS senilai US$ 60 miliar produk AS. Tindakan ini sebagai balasan atas rencana pemerintah AS yang menargetkan bea masuk kepada US$ 200 miliar produk China. Mengutip Reuters, bea masuk yang akan diterapkan China mencakup gas alam cair hingga pesawat.
Washington menggertak balik dengan menyebut mendapat dukungan dari Uni Eropa dan Meksiko untuk membentuk koalisi melawan China. "Kami datang bersama dengan Uni Eropa untuk membuat kesepakatan dengan mereka, jadi kami akan memiliki front persatuan melawan China. Kami juga bergerak mendekati Meksiko," ujar Larry Kudlow, kepala Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih.
Risiko kedua yang membayangi jalannya perdagangan adalah hubungan AS-Korea Utara yang kembali tak kondusif. Laporan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) menyebutkan Korea Utara masih belum menghentikan program nuklir mereka. Satelit mata-mata AS juga merekam aktivitas pengembangan misil balistik yang masih berlangsung. Pyongyang pun ditengarai masih menjual senjata secara ilegal ke luar negeri.
"Pemimpin Kim sudah berkomitmen untuk melakukan denuklirisasi. Namun mereka bertindak inkonsisten dengan komitmen itu," tegas Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, dikutip dari Reuters.
Pyongyang tidak terima dengan segala tuduhan tersebut. Ri Yong Ho, Menteri Luar Negeri Korea Utara, menegaskan negaranya berkomitmen penuh untuk memenuhi perjanjian yang tercapai di Singapura. Bahkan, Ri menyebut AS yang mengada-ada dan ingin kembali ke hubungan yang tegang seperti dulu.
"Republik Rakyat Demokratik Korea menegaskan determinasi dan komitmen untuk melaksanakan kesepakatan dengan AS dengan itikad baik. Namun yang mengkhawatirkan adalah langkah AS yang seakan kembali ke hubungan seperti masa lalu, jauh dari apa yang diharapkan pemimpin kedua negara," tukas Ri, mengutip Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Wow IHSG Makin Pede Naik, PBD Tumbuh di Atas Konsensus
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,25 triliun dengan volume sebanyak 9,47 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 411.771 kali.
Laju IHSG dimotori oleh rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2018 yang tercatat di atas ekspektasi. Sepanjang kuartal-II, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,27% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,125% YoY. Capaian ini juga mengalahkan posisi kuartal-I 2018 yang sebesar 5,06% YoY dan posisi kuartal-II 2017 yang sebesar 5,01% YoY.
Positifnya angka pertumbuhan ekonomi menghapus kekhawatiran investor bahwa laju ekonomi tahun ini akan lesu seperti tahun lalu, walaupun angka pertumbuhan ekonomi kuartal-III dan IV akan menjadi penentuan. Pasalnya, laju perekonomian pada kuartal-II ditopang oleh momentum Ramadan-Idul Fitri yang jatuh pada pertengahan Mei hingga pertengahan Juni.
Dengan pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2018 yang kuat, BPS memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,16% pada tahun ini.
Saham-saham emiten perbankan, utamanya yang masuk dalam kategori BUKU IV, menjadi primadona bagi investor: PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 3,8%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 2,5%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 2,4%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) naik 1,49%, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 1,39%.
Seiring kenaikan harga saham emiten-emiten perbankan, sektor jasa keuangan menguat 1,73%, menjadikannya kontributor utama bagi penguatan IHSG.
Ketika ekonomi tumbuh kencang, bank-bank di tanah air memang menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan, lantaran ada potensi penyaluran kredit yang akan membaik.
Hal tersebut lantas mengobati kekecewaan investor terhadap penyaluran kredit yang relatif mengecewakan sepanjang semester-I 2018. Sepanjang paruh pertama 2018, total penyaluran kredit BMRI tercatat sebesar Rp 762,5 triliun, naik 11,8% jika dibandingkan posisi periode yang sama tahun lalu. Sementara pada paruh pertama 2017, penyaluran kredit tumbuh sebesar 11,65% YoY. Ini artinya, pertumbuhan penyaluran kredit hanya naik tipis.
Penyaluran kredit PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) tumbuh 19,14% YoY sepanjang paruh pertama 2018, tak banyak meningkat dari capaian di paruh pertama 2017 yang sebesar 18,81% YoY.
Sementara itu, penyaluran kredit BBNI hanya mampu tumbuh 11,1% YoY sepanjang paruh pertama 2018, jauh lebih rendah dari capaian di paruh pertama 2017 yang sebesar 15,4% YoY.
Aksi beli atas saham-saham emiten perbankan gencar dilakukan oleh investor asing: BBCA diburu Rp 205,4 miliar, BBRI diburu 54,6 miliar, dan BBNI diburu Rp 44,2 miliar.
Secara keseluruhan, investor asing membukukan beli bersih sebesar Rp 360 miliar di seluruh pasar. Data pertumbuhan ekonomi yang direspon positif di pasar valuta asing juga mendorong investor asing melakukan aksi beli. Hingga akhir perdagangan, rupiah menguat 0,17% melawan dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.465.
Ketika rupiah bergerak menguat, berinvestasi dalam instrumen berbasis rupiah menjadi lebih menarik lantaran ada potensi keuntungan kurs yang bisa diraup.
Di sisi lain, sejumlah risiko membayangi jalannya perdagangan. Pertama, perang dagang antara AS dengan China yang semakin memanas. Teranyar, pemerintah China berencana mengenakan bea masuk baru bagi importasi produk AS senilai US$ 60 miliar produk AS. Tindakan ini sebagai balasan atas rencana pemerintah AS yang menargetkan bea masuk kepada US$ 200 miliar produk China. Mengutip Reuters, bea masuk yang akan diterapkan China mencakup gas alam cair hingga pesawat.
Washington menggertak balik dengan menyebut mendapat dukungan dari Uni Eropa dan Meksiko untuk membentuk koalisi melawan China. "Kami datang bersama dengan Uni Eropa untuk membuat kesepakatan dengan mereka, jadi kami akan memiliki front persatuan melawan China. Kami juga bergerak mendekati Meksiko," ujar Larry Kudlow, kepala Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih.
Risiko kedua yang membayangi jalannya perdagangan adalah hubungan AS-Korea Utara yang kembali tak kondusif. Laporan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) menyebutkan Korea Utara masih belum menghentikan program nuklir mereka. Satelit mata-mata AS juga merekam aktivitas pengembangan misil balistik yang masih berlangsung. Pyongyang pun ditengarai masih menjual senjata secara ilegal ke luar negeri.
"Pemimpin Kim sudah berkomitmen untuk melakukan denuklirisasi. Namun mereka bertindak inkonsisten dengan komitmen itu," tegas Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, dikutip dari Reuters.
Pyongyang tidak terima dengan segala tuduhan tersebut. Ri Yong Ho, Menteri Luar Negeri Korea Utara, menegaskan negaranya berkomitmen penuh untuk memenuhi perjanjian yang tercapai di Singapura. Bahkan, Ri menyebut AS yang mengada-ada dan ingin kembali ke hubungan yang tegang seperti dulu.
"Republik Rakyat Demokratik Korea menegaskan determinasi dan komitmen untuk melaksanakan kesepakatan dengan AS dengan itikad baik. Namun yang mengkhawatirkan adalah langkah AS yang seakan kembali ke hubungan seperti masa lalu, jauh dari apa yang diharapkan pemimpin kedua negara," tukas Ri, mengutip Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Wow IHSG Makin Pede Naik, PBD Tumbuh di Atas Konsensus
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular