Investor Tunggu Data Pertumbuhan Ekonomi, Rupiah Menguat

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 August 2018 08:53
Cermati Data Pertumbuhan Ekonomi
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Namun, rupiah masih bisa menguat karena ada pijakan sentimen dalam negeri. Pada pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018. 

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018 sebesar 5,125% secara tahunan (year-on-year/YoY). Lebih cepat dibandingkan kuartal I-2018 yang sebesar 5,06% YoY maupun kuartal II-2017 yaitu 5,01% YoY.

 
Walau cukup sulit untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4% seperti dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, tetapi pertumbuhan di kisaran itu sudah relatif baik. Mengingat tingginya tekanan eksternal, bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1% sudah merupakan pencapaian yang lumayan meski memang masih jauh dari optimal. 

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,1-5,1% pada kuartal II-2018. Sementara pertumbuhan keseluruhan 2018 di kisaran 5,2-5,3%. 

"Pertumbuhan konsumsi yang rendah, yakni masih di bawah 5%, menggambarkan kewaspadaan rumah tangga terhadap fluktuasi pendapatan dan risiko eksternal meskipun inflasi masih sangat rendah dan terkendali. Pemerintah dan bank sentral sebenarnya ingin mendorong pertumbuhan dengan melonggarkan kebijakan moneter dan menambah konsumsi pemerintah. Namun, kondisi fiskal, neraca transaksi berjalan, dan arus modal saat ini tidak mendukung kebijakan yang bersifat ekspansif. Hal ini terlihat dari keputusan bank sentral sudah meningkatkan suku bunga acuan sebesar 100 bps dan janji pemerintah untuk menunda beberapa proyek infrastruktur demi menahan defisit transaksi berjalan," papar kajian LPEM FEB UI. 

Risiko bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, lanjut riset LPEM FEB UI, paling besar berasal dari faktor eksternal yaitu perang dagang dan pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS). Perang dagang dapat menimbulan risiko turunnya pertumbuhan ekonomi kedua negara-negara mitra dagang Indonesia, yang dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan memperburuk defisit transaksi berjalan. 

"Kemudian, kenaikan Federal Funds rate yang lebih cepat telah menciptakan ketidakpastian di pasar negara berkembang, meskipun dalam beberapa minggu terakhir fluktuasi di pasar sudah dapat diredam dan arus modal sudah kembali masuk ke negara berkembang," sebut riset LPEM FEB UI. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular