
Harga Minyak Bergerak Bak Roller Coaster? Ini Alasannya
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
03 August 2018 10:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Oktober 2018 bergerak melemah 0,23% ke level US$73,28/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak September 2018 stabil cenderung melemah 0,01% ke US$68,95/barel pada perdagangan hari ini Jumat (03/08/2018) hingga pukul 09.42 WIB.
Dengan pergerakan itu, harga sang emas hitam tak mampu mempertahankan ritme penguatan pada perdagangan kemarin. Sebagai informasi, pada perdagangan hari Kamis (02/08/2018), harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) naik 1,92%, dan brent yang menjadi acuan di Eropa juga menguat hingga 1,46%.
Kendati menguat cukup signifikan pada perdagangan kemarin, harga minyak bergerak bak roller coaster di sepanjang hari. Bahkan, sebelum bergerak menguat, harga minyak AS sempat anjlok hingga menyentuh titik terendahnya dalam 1,5 bulan.
Baik sentimen positif maupun negatif datang silih berganti, membuat volatilitas harga minyak amat tinggi. Harga minyak light sweet kemarin mendapatkan suntikan energi positif dari laporan perusahaan penyedia informasi industri Genscape bahwa cadangan minyak mentah di Cushing (Oklahoma), pusat pengiriman untuk minyak mentah AS, jatuh sebesar 1,1 juta barel sejak hari Jumat (27/08/2018).
Selain itu, faktor lainnya yang mendukung penguatan harga minyak AS adalah US Energy Information Administration (EIA) yang melaporkan bahwa produksi minyak mentah AS turun 30.000 barel/hari menjadi 10,44 juta barel/hari pada bulan Mei.
Sebelumnya, harga minyak AS tertekan akibat laporan EIA lainnya mencatat bahwa cadangan minyak mentah AS naik 3,8 juta barel pekan lalu. Jauh mengungguli ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 2,6 juta barel.
"Ada ekspektasi bahwa peningkatan (cadangan minyak) pekan ini akan habis pada pekan depan," ujar Phil Flynn, analis Price Futures Group.
Beralih ke harga minyak brent, kondisinya tidak jauh berbeda. Harga minyak terkerek naik oleh sentimen Iran akan melaksanakan latihan militer besar-besaran dalam waktu dekat.
"Kami menyadari ada peningkatan operasi Iran di Teluk Arab, Selat Hormuz, dan Teluk Oman. Kami memonitor dengan seksama dan akan bekerja sama dengan mitra kami di sana untuk memastikan kelancaran arus perdagangan melalui jalur laut," ungkap Bill Urban, Juru Bicara Pusat Komando AS yang membawahi pasukan AS di Timur Tengah.
Sumber-sumber lain di pemerintahan AS mengungkapkan bahwa Teheran menyiapkan lebih dari 100 kapal perang untuk latihan militer. Tidak hanya itu, ratusan prajurit Angkatan Darat juga telah disiagakan. Para sumber itu menyebut bahwa latihan militer Iran akan dimulai dalam 48 jam ke depan.
Langkah Iran itu tentu akan membuat Timur Tengah menjadi tegang. Tensi yang meninggi bukan tidak mungkin akan menghambat produksi maupun distribusi minyak di kawasan penghasil emas hitam terbesar di dunia tersebut. Harga minyak brent pun langsung terdongrak karena kekhawatiran penurunan pasokan.
Sebelumnya, harga minyak Eropa mendapatkan tekanan besar dari kabar bahwa Saudi Arabia, Rusia, Kuwait, dan Uni Emirat Arab telah sepakat untuk meningkatkan produksinya, berdasarkan hasil pertemuan keempat negara tersebut pada bulan Juni 2018. Alasannya, untuk mengompensasi jatuhnya pasokan minyak mentah dari Iran, seiring kembali berlakunya sanksi dari Negeri Paman Sam.
Bakhit al-Rashidi, Menteri Perminyakan Kuwait, bahkan sudah menyebutkan bahwa produksi minyak negaranya naik sekitar 100.000 barel/hari menjadi 2,8 juta barel/hari, seperti dilansir dari Reuters. Kemudian, survei Reuters menunjukkan produksi minyak negara-negara OPEC pada Juli 2018 naik 70,000 barel/hari menjadi 32,64 juta barel/hari. Ini merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Hari ini, harga Brent kembali tertekan oleh berita pulihnya pasokan. Produksi minyak Rusia meningkat 150.000 barel/hari pada bulan Juli 2018, dibandingkan bulan sebelumnya. Angka itu melebihi jumlah penambahan yang sebelumnya disebutkan Negeri Beruang Merah pada pertemuan OPEC di Vienna (Austria), Juni 2018 lalu.
Di samping itu, Saudi Aramco memangkas harga light crude Arab untuk pelanggan di Asia, sebesar US$0,70/barel pada bulan September 2018, ke level terendahnya dalam 4 bulan terakhir, seperti dilansir dari data Reuters.
(RHG/gus) Next Article Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau
Dengan pergerakan itu, harga sang emas hitam tak mampu mempertahankan ritme penguatan pada perdagangan kemarin. Sebagai informasi, pada perdagangan hari Kamis (02/08/2018), harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) naik 1,92%, dan brent yang menjadi acuan di Eropa juga menguat hingga 1,46%.
Kendati menguat cukup signifikan pada perdagangan kemarin, harga minyak bergerak bak roller coaster di sepanjang hari. Bahkan, sebelum bergerak menguat, harga minyak AS sempat anjlok hingga menyentuh titik terendahnya dalam 1,5 bulan.
Baik sentimen positif maupun negatif datang silih berganti, membuat volatilitas harga minyak amat tinggi. Harga minyak light sweet kemarin mendapatkan suntikan energi positif dari laporan perusahaan penyedia informasi industri Genscape bahwa cadangan minyak mentah di Cushing (Oklahoma), pusat pengiriman untuk minyak mentah AS, jatuh sebesar 1,1 juta barel sejak hari Jumat (27/08/2018).
Selain itu, faktor lainnya yang mendukung penguatan harga minyak AS adalah US Energy Information Administration (EIA) yang melaporkan bahwa produksi minyak mentah AS turun 30.000 barel/hari menjadi 10,44 juta barel/hari pada bulan Mei.
Sebelumnya, harga minyak AS tertekan akibat laporan EIA lainnya mencatat bahwa cadangan minyak mentah AS naik 3,8 juta barel pekan lalu. Jauh mengungguli ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 2,6 juta barel.
"Ada ekspektasi bahwa peningkatan (cadangan minyak) pekan ini akan habis pada pekan depan," ujar Phil Flynn, analis Price Futures Group.
Beralih ke harga minyak brent, kondisinya tidak jauh berbeda. Harga minyak terkerek naik oleh sentimen Iran akan melaksanakan latihan militer besar-besaran dalam waktu dekat.
"Kami menyadari ada peningkatan operasi Iran di Teluk Arab, Selat Hormuz, dan Teluk Oman. Kami memonitor dengan seksama dan akan bekerja sama dengan mitra kami di sana untuk memastikan kelancaran arus perdagangan melalui jalur laut," ungkap Bill Urban, Juru Bicara Pusat Komando AS yang membawahi pasukan AS di Timur Tengah.
Sumber-sumber lain di pemerintahan AS mengungkapkan bahwa Teheran menyiapkan lebih dari 100 kapal perang untuk latihan militer. Tidak hanya itu, ratusan prajurit Angkatan Darat juga telah disiagakan. Para sumber itu menyebut bahwa latihan militer Iran akan dimulai dalam 48 jam ke depan.
Langkah Iran itu tentu akan membuat Timur Tengah menjadi tegang. Tensi yang meninggi bukan tidak mungkin akan menghambat produksi maupun distribusi minyak di kawasan penghasil emas hitam terbesar di dunia tersebut. Harga minyak brent pun langsung terdongrak karena kekhawatiran penurunan pasokan.
Sebelumnya, harga minyak Eropa mendapatkan tekanan besar dari kabar bahwa Saudi Arabia, Rusia, Kuwait, dan Uni Emirat Arab telah sepakat untuk meningkatkan produksinya, berdasarkan hasil pertemuan keempat negara tersebut pada bulan Juni 2018. Alasannya, untuk mengompensasi jatuhnya pasokan minyak mentah dari Iran, seiring kembali berlakunya sanksi dari Negeri Paman Sam.
Bakhit al-Rashidi, Menteri Perminyakan Kuwait, bahkan sudah menyebutkan bahwa produksi minyak negaranya naik sekitar 100.000 barel/hari menjadi 2,8 juta barel/hari, seperti dilansir dari Reuters. Kemudian, survei Reuters menunjukkan produksi minyak negara-negara OPEC pada Juli 2018 naik 70,000 barel/hari menjadi 32,64 juta barel/hari. Ini merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Hari ini, harga Brent kembali tertekan oleh berita pulihnya pasokan. Produksi minyak Rusia meningkat 150.000 barel/hari pada bulan Juli 2018, dibandingkan bulan sebelumnya. Angka itu melebihi jumlah penambahan yang sebelumnya disebutkan Negeri Beruang Merah pada pertemuan OPEC di Vienna (Austria), Juni 2018 lalu.
Di samping itu, Saudi Aramco memangkas harga light crude Arab untuk pelanggan di Asia, sebesar US$0,70/barel pada bulan September 2018, ke level terendahnya dalam 4 bulan terakhir, seperti dilansir dari data Reuters.
(RHG/gus) Next Article Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular