
Menambal Tekor Transaksi Berjalan, BI: Dorong Pariwisata!
Lidya Julita, CNBC Indonesia
27 July 2018 15:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Transaksi berjalan (current account) Indonesia tahun ini sepertinya masih akan mengalami defisit. Bahkan defisitnya diperkirakan membesar dibandingkan 2017.
Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI, menyebutkan transaksi berjalan tahun ini defisit US$ 25 miliar. Lebih dalam dibandingkan 2017 yang sebesar US$ 17,3 miliar.
Sementara Perry Warjiyo, Gubernur BI, sebelumnya mengakui bahwa transaksi berjalan tahun ini lebih tekor. Semakin dalamnya defisit transaksi berjalan disebabkan oleh peningkatan impor seiring perbaikan ekonomi domestik. Sementara kinerja ekspor agak sulit diandalkan, karena harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang menjadi andalan sedang dalam tren turun.
Oleh karena itu, Indonesia perlu mencari cara lain untuk menambal kekurangan pasokan devisa dari perdagangan. Indonesia sejatinya sudah punya modal besar, yaitu pariwisata.
"Kita kan sekarang turis cuma 14 juta tahun lalu, Thailand 30 juta. Oleh karena itu, pemerintah sudah benar dorong pariwisata, dengan pengeluaran 1 orang US$ 1.000," kata Mirza di kantornya, Jumat (27/7/2018).
Pemerintah, lanjut Mirza, sudah punya rencana pengembangan destinasi wisata yang dikenal dengan istilah 10 Bali Baru. "Jadi pemerintah memang sudag pada track-nya menambah pariwisata," ujarnya.
Soal kenaikan impor, Mirza menyebutkan bahwa memang ada tekanan dari kebutuhan importasi untuk infrastruktur. Ini merupakan kebutuhan Indonesia dalam jangka panjang. Untuk menambal kenaikan impor, memang harus menambah arus devisa masuk ke Indonesia.
"Memang kalau kita lihat ada akselarasi impor yang lebih kepada kebutuhan infrastruktur yang untuk jangka panjang. Untuk itu, pemerintah juga sudah pada track-nya yaitu bagaimana menambah ekspor, pariwisata, dan PMA (Penanaman Modal Asing) berkaitan dengan ekspor," jelasnya.
(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI, menyebutkan transaksi berjalan tahun ini defisit US$ 25 miliar. Lebih dalam dibandingkan 2017 yang sebesar US$ 17,3 miliar.
Sementara Perry Warjiyo, Gubernur BI, sebelumnya mengakui bahwa transaksi berjalan tahun ini lebih tekor. Semakin dalamnya defisit transaksi berjalan disebabkan oleh peningkatan impor seiring perbaikan ekonomi domestik. Sementara kinerja ekspor agak sulit diandalkan, karena harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang menjadi andalan sedang dalam tren turun.
Oleh karena itu, Indonesia perlu mencari cara lain untuk menambal kekurangan pasokan devisa dari perdagangan. Indonesia sejatinya sudah punya modal besar, yaitu pariwisata.
"Kita kan sekarang turis cuma 14 juta tahun lalu, Thailand 30 juta. Oleh karena itu, pemerintah sudah benar dorong pariwisata, dengan pengeluaran 1 orang US$ 1.000," kata Mirza di kantornya, Jumat (27/7/2018).
Pemerintah, lanjut Mirza, sudah punya rencana pengembangan destinasi wisata yang dikenal dengan istilah 10 Bali Baru. "Jadi pemerintah memang sudag pada track-nya menambah pariwisata," ujarnya.
Soal kenaikan impor, Mirza menyebutkan bahwa memang ada tekanan dari kebutuhan importasi untuk infrastruktur. Ini merupakan kebutuhan Indonesia dalam jangka panjang. Untuk menambal kenaikan impor, memang harus menambah arus devisa masuk ke Indonesia.
"Memang kalau kita lihat ada akselarasi impor yang lebih kepada kebutuhan infrastruktur yang untuk jangka panjang. Untuk itu, pemerintah juga sudah pada track-nya yaitu bagaimana menambah ekspor, pariwisata, dan PMA (Penanaman Modal Asing) berkaitan dengan ekspor," jelasnya.
(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular