
'Jika Pemerintah Tak Maksimal, Rupiah Akan Terus Jeblok'
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
24 July 2018 11:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelemahan rupiah sentuh level terendah sepanjang tahun 2018, di mana pagi ini pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.555. Rupiah melemah 0,48% dan mencapai posisi terlemah sepanjang 2018.
Menanggapi kondisi itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai sulit untuk menghindar dari bagaimana isu perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Hal itu dia sebut sebagai penyebab utama pelemahan rupiah serta berbagai negara-negara berkembang (emerging market).
"Ini susah sih, karena pengaruh kondisi eksternal, pengaruh Yuan China. Yuan itu kecenderungan melemah, dan ini diikuti mata uang emerging market," ujar David kepada CNBC Indonesia, Selasa (24/7/2018).
Melihat pasar, David menilai ekspektasi pelemahan atas yuan masih akan terus terjadi. Hal itu terlihat dari bagaimana saat ini yuan di pasar on shore dan off shore memiliki jarak yang masih melebar.
Untuk pengendalian dari dalam negeri, David menilai Bank Indonesia memiliki peran yang bisa diharapkan dalam waktu cepat seperti yang terbaru dengan reaktivasi lelang SBI dalam rangka menarik dana masuk.
"Tapi dari pemerintah saya belum lihat, baru kemarin ada rencana-renacana saja membatasi impor. Namun itu jangka panjang, seperti rencana menerbitkan SBN valas," ungkap David.
Bila dibanding negara-negara lain, David melihat pelemahan mata uang Garuda bisa dikategorikan berada di posisi tengah. Sebab, masih ada negara-negara seperti Turki yang mata uangnya melemah hingga lebih dari 20% dan dan Brasil sampai belasan persen.
"Tapi tidak bisa dibandingkan Thailand, Singapura, dan Malaysia. Mereka kan transaksi berjalan surplus, kita masih defisit," tutur David.
(dru) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?
Menanggapi kondisi itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai sulit untuk menghindar dari bagaimana isu perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Hal itu dia sebut sebagai penyebab utama pelemahan rupiah serta berbagai negara-negara berkembang (emerging market).
"Ini susah sih, karena pengaruh kondisi eksternal, pengaruh Yuan China. Yuan itu kecenderungan melemah, dan ini diikuti mata uang emerging market," ujar David kepada CNBC Indonesia, Selasa (24/7/2018).
Untuk pengendalian dari dalam negeri, David menilai Bank Indonesia memiliki peran yang bisa diharapkan dalam waktu cepat seperti yang terbaru dengan reaktivasi lelang SBI dalam rangka menarik dana masuk.
"Tapi dari pemerintah saya belum lihat, baru kemarin ada rencana-renacana saja membatasi impor. Namun itu jangka panjang, seperti rencana menerbitkan SBN valas," ungkap David.
Bila dibanding negara-negara lain, David melihat pelemahan mata uang Garuda bisa dikategorikan berada di posisi tengah. Sebab, masih ada negara-negara seperti Turki yang mata uangnya melemah hingga lebih dari 20% dan dan Brasil sampai belasan persen.
"Tapi tidak bisa dibandingkan Thailand, Singapura, dan Malaysia. Mereka kan transaksi berjalan surplus, kita masih defisit," tutur David.
(dru) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular