
Rupiah Melemah 0,6% di Kurs Acuan, Terdalam di Spot Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 July 2018 10:37

Ada beberapa penyebab penguatan dolar AS. Pertama adalah kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Pada pukul 08:18 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 2,9615%, naik tipis 3 basis poin dibandingkan penutupan kemarin.
Yield obligasi berbanding lurus dengan nilai tukar dolar AS. Kala yield naik, maka dolar AS cenderung menguat karena kenaikan yield pada akhirnya akan memancing investor untuk masuk ke pasar obligasi karena tertarik dengan imbalan yang lebih tinggi.
Kenaikan yield obligasi AS didorong oleh pernyataan The Federal Reserve/The Fed yang seolah tidak mengindahkan kritik Presiden Trump. The Fed kemungkinan besar masih akan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun, walau Trump mencak-mencak karena kenaikan suku bunga dinilai menghambat pemulihan ekonomi.
Kenaikan suku bunga acuan tentu akan meningkatkat imbal hasil investasi di AS, utamanya yang bersifat pendapatan tetap (fixed income). Obligasi adalah salah satunya.
Penyebab kedua adalah pelaku pasar mengoleksi greenback jelang pengumuman pembacaan pertama pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2018. The Fed dalam proyeksi teranyarnya keuaran 18 Juli menyebutkan pertumbuhan ekonomi AS kuartal lalu kemungkinan mencapai 4,5%. Jauh lebih cepat ketimbang periode yang sama tahun lalu yaitu 2,6%.
Semakin membaiknya perekonomian AS tentu membuat The Fed kian yakin untuk menaikkan suku bunga dua kali lagi, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Ini dilakukan untuk menjaga ekspektasi inflasi dan perekonomian AS tidak mengalami overheating. Kabar gembira lagi buat dolar AS.
Ketiga adalah penguatan dolar AS menjadi nampak mencolok karena yuan melemah cukup dalam. Yuan adalah salah satu dari enam mata uang utama dunia yang membentuk Dollar Index. Kala satu dari enam mata uang utama ini melemah cukup dalam, maka dolar AS menjadi terlihat perkasa.
Untuk hari ini, Bank Sentral China (PBoC) memasang titik tengah nilai tukar yuan di CNY 6,7891/US$. Ini merupakan titik terlemah sejak 11 Juli 2017, lebih dari setahun lalu. Tidak heran yuan kemudian melemah lumayan dalam, meski tidak sedalam rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Yield obligasi berbanding lurus dengan nilai tukar dolar AS. Kala yield naik, maka dolar AS cenderung menguat karena kenaikan yield pada akhirnya akan memancing investor untuk masuk ke pasar obligasi karena tertarik dengan imbalan yang lebih tinggi.
Kenaikan yield obligasi AS didorong oleh pernyataan The Federal Reserve/The Fed yang seolah tidak mengindahkan kritik Presiden Trump. The Fed kemungkinan besar masih akan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun, walau Trump mencak-mencak karena kenaikan suku bunga dinilai menghambat pemulihan ekonomi.
Penyebab kedua adalah pelaku pasar mengoleksi greenback jelang pengumuman pembacaan pertama pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2018. The Fed dalam proyeksi teranyarnya keuaran 18 Juli menyebutkan pertumbuhan ekonomi AS kuartal lalu kemungkinan mencapai 4,5%. Jauh lebih cepat ketimbang periode yang sama tahun lalu yaitu 2,6%.
Semakin membaiknya perekonomian AS tentu membuat The Fed kian yakin untuk menaikkan suku bunga dua kali lagi, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Ini dilakukan untuk menjaga ekspektasi inflasi dan perekonomian AS tidak mengalami overheating. Kabar gembira lagi buat dolar AS.
Ketiga adalah penguatan dolar AS menjadi nampak mencolok karena yuan melemah cukup dalam. Yuan adalah salah satu dari enam mata uang utama dunia yang membentuk Dollar Index. Kala satu dari enam mata uang utama ini melemah cukup dalam, maka dolar AS menjadi terlihat perkasa.
Untuk hari ini, Bank Sentral China (PBoC) memasang titik tengah nilai tukar yuan di CNY 6,7891/US$. Ini merupakan titik terlemah sejak 11 Juli 2017, lebih dari setahun lalu. Tidak heran yuan kemudian melemah lumayan dalam, meski tidak sedalam rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular