
Mulai dari BoJ Hingga Donald Trump Picu Koreksi Bursa Asia
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 July 2018 17:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia cenderung ditutup melemah pada perdagangan hari ini: indeks Nikkei turun 1,33%, indeks Strait Times turun 0,12% indeks Kospi turun 0,87%, indeks Shanghai naik 1,07%, dan indeks Hang Seng naik 0,11%.
Sentimen negatif mendominasi jalannya perdagangan hari ini. Bank sentral Jepang yakni Bank of Japan (BoJ) dikabarkan akan mulai mengurangi stimulus moneter yang selama ini diberikan.
Mengutip Reuters, sebuah sumber pada hari Jumat (20/7/2018) mengatakan BoJ menggelar diskusi awal terkait kemungkinan untuk mengubah kebijakan moneternya, termasuk penyesuaian target suku bunga, mekanisme pembelian saham, serta cara-cara untuk membuat quantitative easing menjadi lebih berkelanjutan.
Pertemuan menteri keuangan dan pejabat bank sentral negara-negara G20 pada akhir pekan lalu juga memberikan tekanan bagi bursa saham. Pertemuan itu ditutup dengan peringatan bahwa "ketegangan perdagangan dan politik yang meningkat" mengancam pertumbuhan ekonomi.
Hal ini terkait dengan kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh AS kepada negara-negara mitra dagangnya seperti China, Kanada, Meksiko, dan negara-negara Uni Eropa.
Terakhir, Donald Trump ikut menjadi momok bagi jalannya perdagangan di awal pekan. Dalam wawancaranya dengan CNBC International, Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa dirinya siap mengenakan bea masuk untuk setiap sen barang impor asal China yang masuk ke negaranya.
"Saya siap untuk naik menjadi 500," kata Trump. Pernyataan tersebut merujuk kepada nilai impor barang-barang asal China pada tahun 2017 yang mencapai US$ 505,5 miliar. Di sisi lain, AS hanya mengekspor barang senilai US$ 129,9 miliar ke Negeri Panda pada periode yang sama.
Sejauh ini, AS baru menaikkan bea masuk bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal China.
"Saya tak melakukan hal ini demi politik. Saya melakukannya guna melakukan hal yang benar untuk negara kita. Kita sudah dipermainkan oleh China untuk waktu yang lama," papar Trump lebih lanjut.
Pernyataan Trump ini lantas mengonfirmasi bahwa perundingan dagang dengan China tak berlangsung dengan baik. Situasinya kini bahkan menjadi semakin buruk.
Selain mitra dagangnya, Trump juga menyerang the Federal Reserve selaku bank sentral AS. Trump menilai pengetatan moneter The Fed akan menghambat pemulihan ekonomi Negeri Adidaya.
Kenaikan suku bunga yang diperkirakan mencapai empat kali sepanjang 2018 membuat dolar AS menguat sendirian, dan itu membuat ekspor AS kurang kompetitif.
"China, Uni Eropa, dan lainnya telah memanipulasi mata uang mereka dan suku bunga ditekan serendah mungkin. Sementara AS menaikkan suku bunga dan dolar AS semakin kuat, menyebabkan kita tidak kompetitif. Seperti biasa, bukan sebuah kesetaraan (level playing field)," cuit Trump melalui Twitter.
Sebagai informasi, bank sentral merupakan sebuah institusi yang independen. Kini, ada ketakutan bahwa The Fed justru akan semakin yakin untuk bergerak lebih agresif guna membuktikan independensinya. Ketika peluang untuk menaikkan suku bunga acuan nantinya adalah 50:50, the Fed ditakutkan akan cenderung untuk memilih menaikkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Sentimen negatif mendominasi jalannya perdagangan hari ini. Bank sentral Jepang yakni Bank of Japan (BoJ) dikabarkan akan mulai mengurangi stimulus moneter yang selama ini diberikan.
Mengutip Reuters, sebuah sumber pada hari Jumat (20/7/2018) mengatakan BoJ menggelar diskusi awal terkait kemungkinan untuk mengubah kebijakan moneternya, termasuk penyesuaian target suku bunga, mekanisme pembelian saham, serta cara-cara untuk membuat quantitative easing menjadi lebih berkelanjutan.
Hal ini terkait dengan kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh AS kepada negara-negara mitra dagangnya seperti China, Kanada, Meksiko, dan negara-negara Uni Eropa.
Terakhir, Donald Trump ikut menjadi momok bagi jalannya perdagangan di awal pekan. Dalam wawancaranya dengan CNBC International, Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa dirinya siap mengenakan bea masuk untuk setiap sen barang impor asal China yang masuk ke negaranya.
"Saya siap untuk naik menjadi 500," kata Trump. Pernyataan tersebut merujuk kepada nilai impor barang-barang asal China pada tahun 2017 yang mencapai US$ 505,5 miliar. Di sisi lain, AS hanya mengekspor barang senilai US$ 129,9 miliar ke Negeri Panda pada periode yang sama.
Sejauh ini, AS baru menaikkan bea masuk bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal China.
"Saya tak melakukan hal ini demi politik. Saya melakukannya guna melakukan hal yang benar untuk negara kita. Kita sudah dipermainkan oleh China untuk waktu yang lama," papar Trump lebih lanjut.
Pernyataan Trump ini lantas mengonfirmasi bahwa perundingan dagang dengan China tak berlangsung dengan baik. Situasinya kini bahkan menjadi semakin buruk.
Selain mitra dagangnya, Trump juga menyerang the Federal Reserve selaku bank sentral AS. Trump menilai pengetatan moneter The Fed akan menghambat pemulihan ekonomi Negeri Adidaya.
Kenaikan suku bunga yang diperkirakan mencapai empat kali sepanjang 2018 membuat dolar AS menguat sendirian, dan itu membuat ekspor AS kurang kompetitif.
"China, Uni Eropa, dan lainnya telah memanipulasi mata uang mereka dan suku bunga ditekan serendah mungkin. Sementara AS menaikkan suku bunga dan dolar AS semakin kuat, menyebabkan kita tidak kompetitif. Seperti biasa, bukan sebuah kesetaraan (level playing field)," cuit Trump melalui Twitter.
Sebagai informasi, bank sentral merupakan sebuah institusi yang independen. Kini, ada ketakutan bahwa The Fed justru akan semakin yakin untuk bergerak lebih agresif guna membuktikan independensinya. Ketika peluang untuk menaikkan suku bunga acuan nantinya adalah 50:50, the Fed ditakutkan akan cenderung untuk memilih menaikkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular