Gara-gara Pernyataan "Hawkish" BI, IHSG Ditutup Melemah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 July 2018 16:39
IHSG ditutup melemah 0,33% pada perdagangan hari ini ke level 5.871,08.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,33% pada perdagangan hari ini ke level 5.871,08. Pelemahan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona merah: indeks Hang Seng turun 0,38%, indeks Nikkei turun 0,13%, indeks Kospi turun 0,34%, dan indeks Shanghai turun 0,51%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,42 triliun dengan volume sebanyak 9,71 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 427.214 kali.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG diantaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-2,49%), PT Trikomsel Oke Tbk/TRIO (-25%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,24%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,62%), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk/TPIA (-2,18%).

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menjadi biang kerok pelemahan IHSG. Diperdagangkan di zona hijau sepanjang hari, IHSG meluncur ke teritori negatif pasca BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Juli 2018. Dalam pertemuannya bulan ini, tingkat suku bunga acuan ditahan di level 5,25%.

Walaupun keputusan tersebut sudah diproyeksikan sebelumnya, pernyataan dari sang gubernur Perry Warjiyo bahwa sikap (stance) dari bank sentral adalah hawkish sukses membuat investor kabur dari pasar saham.

"Stance kebijakan BI adalah hawkish. Fokus kami memang menjaga stabilitas ekonomi khususnya stabilitas nilai tukar rupiah," tegas Perry.

Ini artinya, walaupun pada pertemuan bulan ini masih ditahan, pada pertemuan-pertemuan berikutnya suku bunga acuan sangat mungkin untuk kembali dikerek naik. Sepanjang tahun ini, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 100bps.

Ketika suku bunga acuan kembali dinaikkan, laju ekonomi Indonesia bisa semakin lambat. Teranyar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5,25% pada tahun ini, jauh di bawah asumsi dalam APBN 2018 yang sebesar 5,4%.

Di sisi lain, gaung 'pro-growth' yang sempat digembar-gemborkan oleh Perry dengan pedenya beberapa waktu lalu tak lagi terdengar.

Investor lantas tancap gas melakukan price-in atas suramnya prospek perekonomian Indonesia dengan melepas saham-saham yang dimilikinya.

Dari sisi eksternal, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali oleh the Federal Reserve semakin mencuat. Dalam testimoninya di hadapan House Financial Services Committee kemarin (18/7/2018), Gubernur the Federal Reserve Jerome Powell mengulangi apa yang disampaikannya di hadapan Senate Banking Committee pada hari Selasa (17/7/2018) bahwa bank sentral masih akan menaikkan suku bunga acuan secara bertahap.

Pasca testimoni Powell kemarin, probabilitas the Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini naik menjadi 58,2% dari posisi sebelumnya yang sebesar 56,2%. Di sisi lain, probabilitas bahwa the Fed hanya akan menaikkan sebanyak 3 kali pada tahun ini turun menjadi 31,8%, dari yang sebelumnya 34,9%. Artinya, semakin banyak pelaku pasar yang percaya bahwa akan ada kenaikan sebanyak 2 kali lagi di sisa tahun ini (4 kali secara total).

Akibatnya,rupiah tak berkutik melawan dolar AS. Hingga akhir perdagangan, rupiah melemah hingga 0,49% terhadap dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.470. Rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp 14.475/dolar AS, dimana ini merupakan posisi terlemah sejak Oktober 2015.

Merespon pelemahan rupiah, investor asing melakukan aksi jual dengan nilai besih mencapai Rp 76 miliar. Ketika rupiah melemah, berinvestasi dalam instrumen berbasis rupiah memang menjadi kurang menarik lantaran ada potensi kerugian kurs yang harus ditanggung.

5 besar saham yang paling banyak dilepas investor asing adalah: PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 159 miliar), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk/INKP (Rp 98,7 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 73,3 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 40,3 miliar), dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk/TOWR (Rp 39 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article BI Tak Lagi Pro-Growth, IHSG Terperosok ke Zona Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular