
Kata BI Soal Pernyataan Jerome Powell & Dolar Rp 14.400
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
18 July 2018 11:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah tertekan terhadap dolar AS. Tak hanya itu yield atau imbal hasil dari Surat Berharga Negara (SBN) juga naik.
Hal ini terjadi pada perdagangan hari ini setelah Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve/The Fed, Jerome Powell, mengeluarkan pernyataan bersinyal agresif (hawkish) terkait potensi penaikan suku bunga acuan. Dia menyatakan perekonomian AS sedang tumbuh dengan kecepatan yang terus meningkat dan didorong oleh kebijakan fiskal yang agresif.
Pernyataan itu menegaskan kembali sinyal kenaikan Federal Funds Rate dua kali lagi sehingga menjadi empat kali sepanjang 2018. Meskipun ekonomi AS tumbuh hanya 2% di kuartal I-2018, Powell mengatakan pertumbuhan di kuartal berikutnya "lebih kuat daripada yang pertama."
Pelaku pasar saham AS menyikapi penegasan pandangan hawkish Powell secara positif dan berhasil mengangkat indeks saham utama yaitu Dow Jones Industrial Average 57 poin (0,23%). Di sisi lain, komentar positif Powell itu turut membuat pasar obligasi terkoreksi. Di AS, pergerakan pasar saham dan pasar obligasi pemerintah lumrah bertolak belakang karena ada indikasi peralihan dana investasi ke pasar saham dari obligasi. Yield US Treasury tenor 10 tahun naik tipis 0,07 bps menjadi 2,86%.
Bank Indonesia (BI) memandang respons pasar yang saat ini terjadi hanya sementara. BI mengakui memang terjadi penguatan dolar AS secara global akibat pernyataan Jerome Powell tersebut.
"Iya memang respons pasar terhadap statement Jerome Powell. Tapi biasanya ini reaksi cepat sesaat. Lama-lama mereda," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/7/2018).
Dijelaskan Nanang, saat ini BI mengurangi intervensi di pasar SBN karena memang sejak 2 Juli 2018 sudah terjadi inflows ke obligasi negara tersebut.
"Sejak 2 Juli sudah masuk inflows Rp 10,2 triliun ke SBN. Namun kita tetap berada dan bersiap di pasar valas untuk menjaga bila terjadi lonjakan kurs yang berlebihan," tuturnya.
"Pasar valas sudah lebih tenang dibandingkan bulan April sampai Juni 2018," tuturnya.
Lebih jauh Nanang mengatakan, volatilitas rupiah masih tetap terkendali di level 7,5% sedangkan depresiasi rupiah sejak awal tahun di posisi 5,6%.
"Volatilitas sekitar 7,5% dan depresiasi 5,6%. Masih cukup terkendali dibandingkan negara-negara tetangga," kata Nanang.
(wed) Next Article BI Pastikan Peluang Rupiah Menguat Masih Ada
Hal ini terjadi pada perdagangan hari ini setelah Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve/The Fed, Jerome Powell, mengeluarkan pernyataan bersinyal agresif (hawkish) terkait potensi penaikan suku bunga acuan. Dia menyatakan perekonomian AS sedang tumbuh dengan kecepatan yang terus meningkat dan didorong oleh kebijakan fiskal yang agresif.
Pernyataan itu menegaskan kembali sinyal kenaikan Federal Funds Rate dua kali lagi sehingga menjadi empat kali sepanjang 2018. Meskipun ekonomi AS tumbuh hanya 2% di kuartal I-2018, Powell mengatakan pertumbuhan di kuartal berikutnya "lebih kuat daripada yang pertama."
Bank Indonesia (BI) memandang respons pasar yang saat ini terjadi hanya sementara. BI mengakui memang terjadi penguatan dolar AS secara global akibat pernyataan Jerome Powell tersebut.
"Iya memang respons pasar terhadap statement Jerome Powell. Tapi biasanya ini reaksi cepat sesaat. Lama-lama mereda," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/7/2018).
Dijelaskan Nanang, saat ini BI mengurangi intervensi di pasar SBN karena memang sejak 2 Juli 2018 sudah terjadi inflows ke obligasi negara tersebut.
"Sejak 2 Juli sudah masuk inflows Rp 10,2 triliun ke SBN. Namun kita tetap berada dan bersiap di pasar valas untuk menjaga bila terjadi lonjakan kurs yang berlebihan," tuturnya.
"Pasar valas sudah lebih tenang dibandingkan bulan April sampai Juni 2018," tuturnya.
Lebih jauh Nanang mengatakan, volatilitas rupiah masih tetap terkendali di level 7,5% sedangkan depresiasi rupiah sejak awal tahun di posisi 5,6%.
"Volatilitas sekitar 7,5% dan depresiasi 5,6%. Masih cukup terkendali dibandingkan negara-negara tetangga," kata Nanang.
(wed) Next Article BI Pastikan Peluang Rupiah Menguat Masih Ada
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular