
BI: Inflow Kembali Banjiri RI, Rupiah Menguat
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
11 July 2018 18:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menyebut ada aliran modal masuk sebesar Rp 6 triliun dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) dalam lima hari belakangan.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendrasah mengatakan dengan adanya capital inflow, investor sudah melihat yield di Indonesia yang saat ini berada di level 7,4% sudah termasuk menarik di tengah gejolak ekonomi global.
"Rp 6 triliun itu kami tidak melihat [masuk] equity, mungkin equity belum begitu banyak," tutur Nanang, Rabu (11/7/2018).
Menurut Nanang, dalam kondisi ekonomi global seperti saat ini Indonesia harus bisa terus menjaga stabilitas. Hal itu menjadi komponen penting aliran modal masuk.
Saat ini market dia sebut sebagai sebuah basket para investor global. Namun Indonesia memang harus bisa terdiferensiasi dari negara seperti Turki, Argentina, dan lain sebagainya yang memang sedang tertekan juga.
"Year to date, sampai hari ini rupiah melemah 5,3%. Kita tak ingin membandingkan dengan negara lain tapi Argentina itu sudah 30%, Brasil sudah 17%, Turki sudah di atas 10%, India pun sudah di atas 7%," jelasnya.
Nanang juga mengatakan saat ini, di antara negara-negara emerging market tidak lagi dibedakan mana negara yang current account deficit atau surplus. Misal dia mencontohkan Thailand saat ini saja sudah menghabiskan US$ 8 miliar cadangan devisa dalam tiga bulan terakhir.
"Semua negara memang menaikkan suku bunga sekarang ini, karena likuiditas global lagi ketat. Jadi menaikkan suku bunga sebagai pencegahan," tuturnya.
Inflasi Juli Dekati 3%
Bank sentral juga memprediksi inflasi dalam beberapa bulan ke depan masih bisa dijaga rendah. Bahkan, untuk bulan Juli diperkirakan akan mendekati 3% (year on year).
Nanang menyebut walau kondisi ekonomi global sulit diprediksi, tidak perlu ada kekhawatiran berlebih. "Inflasi kan masih dijaga rendah, jadi apa yang dikhawatirkan. Inflasi dalam kisaran target BI bahkan mungkin mendekati 3% di bulan Juli nanti," kata Nanang.
Lebih lanjut, Nanang menyebut neraca perdagangan ada indikasi untuk mengalami surplus. Hal tersebut dia sebut sebagai katalis positif untuk pasar.
"Trade balance kita mulai membaik meski harus dilihat lagi apakah bertahan ke depan atau tidak, setidaknya surplus menunjukkan ada perbaikan indikator perdagangan," ujar Nanang.
Di sisi lain, BI berharap pemerintah untuk menjalankan kebijakan struktural. Bersama pemerintah pula, BI bergerak bersama mendorong hal-hal yang dapat mendorong kondisi ekonomi nasional jangka pendek seperti meningkatkan pariwisata.
Nanang mengatakan dalam jangka panjang harus pula pemerintah melihat prioritas dalam kegiatan impor, sebab dalam mendorong pembangunan infrastruktur akan ada beban tersendiri ketika misal impor baja mengalami peningkatan.
"Ini yang harus dilihat dulu mana yang prioritas," ujarnya.
(dru) Next Article Amankan Rupiah, BI Beli Surat Utang Pemerintah Rp8,8 T
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendrasah mengatakan dengan adanya capital inflow, investor sudah melihat yield di Indonesia yang saat ini berada di level 7,4% sudah termasuk menarik di tengah gejolak ekonomi global.
"Rp 6 triliun itu kami tidak melihat [masuk] equity, mungkin equity belum begitu banyak," tutur Nanang, Rabu (11/7/2018).
Saat ini market dia sebut sebagai sebuah basket para investor global. Namun Indonesia memang harus bisa terdiferensiasi dari negara seperti Turki, Argentina, dan lain sebagainya yang memang sedang tertekan juga.
"Year to date, sampai hari ini rupiah melemah 5,3%. Kita tak ingin membandingkan dengan negara lain tapi Argentina itu sudah 30%, Brasil sudah 17%, Turki sudah di atas 10%, India pun sudah di atas 7%," jelasnya.
Nanang juga mengatakan saat ini, di antara negara-negara emerging market tidak lagi dibedakan mana negara yang current account deficit atau surplus. Misal dia mencontohkan Thailand saat ini saja sudah menghabiskan US$ 8 miliar cadangan devisa dalam tiga bulan terakhir.
"Semua negara memang menaikkan suku bunga sekarang ini, karena likuiditas global lagi ketat. Jadi menaikkan suku bunga sebagai pencegahan," tuturnya.
Inflasi Juli Dekati 3%
Bank sentral juga memprediksi inflasi dalam beberapa bulan ke depan masih bisa dijaga rendah. Bahkan, untuk bulan Juli diperkirakan akan mendekati 3% (year on year).
Nanang menyebut walau kondisi ekonomi global sulit diprediksi, tidak perlu ada kekhawatiran berlebih. "Inflasi kan masih dijaga rendah, jadi apa yang dikhawatirkan. Inflasi dalam kisaran target BI bahkan mungkin mendekati 3% di bulan Juli nanti," kata Nanang.
Lebih lanjut, Nanang menyebut neraca perdagangan ada indikasi untuk mengalami surplus. Hal tersebut dia sebut sebagai katalis positif untuk pasar.
"Trade balance kita mulai membaik meski harus dilihat lagi apakah bertahan ke depan atau tidak, setidaknya surplus menunjukkan ada perbaikan indikator perdagangan," ujar Nanang.
Di sisi lain, BI berharap pemerintah untuk menjalankan kebijakan struktural. Bersama pemerintah pula, BI bergerak bersama mendorong hal-hal yang dapat mendorong kondisi ekonomi nasional jangka pendek seperti meningkatkan pariwisata.
Nanang mengatakan dalam jangka panjang harus pula pemerintah melihat prioritas dalam kegiatan impor, sebab dalam mendorong pembangunan infrastruktur akan ada beban tersendiri ketika misal impor baja mengalami peningkatan.
"Ini yang harus dilihat dulu mana yang prioritas," ujarnya.
(dru) Next Article Amankan Rupiah, BI Beli Surat Utang Pemerintah Rp8,8 T
Most Popular