
Terimbas Perang Dagang, IHSG Turun 0,33%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 July 2018 12:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,33% sampai dengan akhir sesi 1 ke level 5.862,65. Pelemahan IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona merah: indeks Nikkei melemah 1,01%, indeks Strait Times melemah 0,84%, indeks Kospi melemah 0,58%, indeks Shanghai anjlok 1,87%, dan indeks Hang Seng anjlok 1,44%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,56 triliun dengan volume sebanyak 5,29 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 216.190 kali.
Sama dengan bursa saham regional, pelemahan IHSG dipicu oleh kembali memanasnya hubungan antara AS dengan China di bidang perdagangan. Pemerintahan Amerika Serikat (AS) pada hari Selasa waktu setempat (10/7/2018) mengumumkan daftar barang-barang asal China senilai US$200 miliar (Rp 2.875 triliun) yang akan dikenakan bea masuk baru sebesar 10%.
Bea masuk tersebut datang sebagai respon AS terhadap tarif balasan dari China yang efektif berlaku pasca AS memberlakukan bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal Negeri Panda pada Jumat lalu (6/7/2018).
Beberapa produk yang kini disasar AS adalah barang-barang yang masuk dalam program Made in China 2025, sebuah rencana strategis Beijing untuk membuat China menjadi pemimpin industri-industri penting dunia, termasuk teknologi.
Bea masuk tersebut tidak akan segera berlaku namun akan melewati proses kajian selama dua bulan ke depan. Dengar pendapat dijadwalkan pada 20 Agustus hingga 23 Agustus.
Kini, perang tarif antar kedua negara benar-benar mengancam laju ekonomi keduanya dan juga ekonomi dunia. Hal ini pada akhirnya mendorong investor untuk melepas kepemilikannya atas instrumen berisiko seperti saham.
Kemudian, rupiah yang melemah juga membawa tekanan bagi IHSG. Hingga akhir sesi 1, rupiah melemah 0,24% di pasar spot ke level Rp 14.390/dolar AS. Seiring dengan pelemahan rupiah, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 17,9 miliar.
Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 83,4 miliar), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk/INKP (Rp 29,8 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 20,9 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 8,7 miliar), dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syaria Tbk/BTPS (Rp 6,9 miliar).
Sisi positifnya, pergerakan IHSG tertolong oleh sektor pertambangan. Sektor ini menguat hingga 1,84%, menjadikannya sektor dengan kontribusi positif terbesar bagi IHSG.
Penguatan harga komoditas pertambangan menjadi motor utama dari kenaikan harga saham-saham di sektor tersebut. Pada perdagangan kemarin (10/7/2018), harga minyak jenis light sweet (WTI) yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) naik 0,35% ke level US$ 74,11/barel, sementara harga minyak Brent yang menjadi acuan di Eropa melesat 1,01% ke level US$ 78,86/barel.
Kenaikan harga minyak mentah dipicu oleh cadangan di AS yang turun drastis. American Petroleum Association (API) melaporkan cadangan minyak Negeri Adidaya turun 6,8 juta barel pada pekan lalu menjadi 410,1 juta barel, lebih dalam dari konsensus yang hanya memperkirakan penurunan sebanyak 4,5 juta barel. Penurunan pasokan dari fasilitas milik Syncrude di Kanada yang belum bisa beroperasi menjadi penyebab anjloknya cadangan minyak mentah di AS.
Kemudian, ada juga gangguan produksi di Libya. Dalam lima bulan terakhir, produksi minyak Libya turun 50% menjadi 527.000 barel/hari, seiring dengan ditutupnya dua pelabuhan utama disana yaitu Ras Lanuf dan Es Sider yang dikuasai kelompok separatis Libyan National Army (LNA).
Selain minyak mentah, komoditas batu bara juga mencatatkan kenaikan harga. Kemarin, harga batu bara Newcastle kontrak acuan melesat 1,16% ke level US$ 117,45/metrik ton.
Saham-saham emiten pertambangan yang diborong investor diantaranya: PT Medco Energi Internasional Tbk/MEDC (+2,14%), PT Energi Mega Persada Tbk /ENRG (+2,59%), PT Bayan Resources Tbk/BYAN (+4,14%), PT Bumi Resources Tbk/BUMI (+3,64%), PT Aneka Tambang Tbk/ANTM (+4,94%), dan PT Bukit Asam Tbk/PTBA (+1%).
(ank/hps) Next Article Diwarnai Sentimen Perang Dagang, IHSG Tinggalkan 5.700
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,56 triliun dengan volume sebanyak 5,29 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 216.190 kali.
Sama dengan bursa saham regional, pelemahan IHSG dipicu oleh kembali memanasnya hubungan antara AS dengan China di bidang perdagangan. Pemerintahan Amerika Serikat (AS) pada hari Selasa waktu setempat (10/7/2018) mengumumkan daftar barang-barang asal China senilai US$200 miliar (Rp 2.875 triliun) yang akan dikenakan bea masuk baru sebesar 10%.
Beberapa produk yang kini disasar AS adalah barang-barang yang masuk dalam program Made in China 2025, sebuah rencana strategis Beijing untuk membuat China menjadi pemimpin industri-industri penting dunia, termasuk teknologi.
Bea masuk tersebut tidak akan segera berlaku namun akan melewati proses kajian selama dua bulan ke depan. Dengar pendapat dijadwalkan pada 20 Agustus hingga 23 Agustus.
Kini, perang tarif antar kedua negara benar-benar mengancam laju ekonomi keduanya dan juga ekonomi dunia. Hal ini pada akhirnya mendorong investor untuk melepas kepemilikannya atas instrumen berisiko seperti saham.
Kemudian, rupiah yang melemah juga membawa tekanan bagi IHSG. Hingga akhir sesi 1, rupiah melemah 0,24% di pasar spot ke level Rp 14.390/dolar AS. Seiring dengan pelemahan rupiah, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 17,9 miliar.
Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 83,4 miliar), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk/INKP (Rp 29,8 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 20,9 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 8,7 miliar), dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syaria Tbk/BTPS (Rp 6,9 miliar).
Sisi positifnya, pergerakan IHSG tertolong oleh sektor pertambangan. Sektor ini menguat hingga 1,84%, menjadikannya sektor dengan kontribusi positif terbesar bagi IHSG.
Penguatan harga komoditas pertambangan menjadi motor utama dari kenaikan harga saham-saham di sektor tersebut. Pada perdagangan kemarin (10/7/2018), harga minyak jenis light sweet (WTI) yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) naik 0,35% ke level US$ 74,11/barel, sementara harga minyak Brent yang menjadi acuan di Eropa melesat 1,01% ke level US$ 78,86/barel.
Kenaikan harga minyak mentah dipicu oleh cadangan di AS yang turun drastis. American Petroleum Association (API) melaporkan cadangan minyak Negeri Adidaya turun 6,8 juta barel pada pekan lalu menjadi 410,1 juta barel, lebih dalam dari konsensus yang hanya memperkirakan penurunan sebanyak 4,5 juta barel. Penurunan pasokan dari fasilitas milik Syncrude di Kanada yang belum bisa beroperasi menjadi penyebab anjloknya cadangan minyak mentah di AS.
Kemudian, ada juga gangguan produksi di Libya. Dalam lima bulan terakhir, produksi minyak Libya turun 50% menjadi 527.000 barel/hari, seiring dengan ditutupnya dua pelabuhan utama disana yaitu Ras Lanuf dan Es Sider yang dikuasai kelompok separatis Libyan National Army (LNA).
Selain minyak mentah, komoditas batu bara juga mencatatkan kenaikan harga. Kemarin, harga batu bara Newcastle kontrak acuan melesat 1,16% ke level US$ 117,45/metrik ton.
Saham-saham emiten pertambangan yang diborong investor diantaranya: PT Medco Energi Internasional Tbk/MEDC (+2,14%), PT Energi Mega Persada Tbk /ENRG (+2,59%), PT Bayan Resources Tbk/BYAN (+4,14%), PT Bumi Resources Tbk/BUMI (+3,64%), PT Aneka Tambang Tbk/ANTM (+4,94%), dan PT Bukit Asam Tbk/PTBA (+1%).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Diwarnai Sentimen Perang Dagang, IHSG Tinggalkan 5.700
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular