Bingung! Asumsi Makro Jauh dari Realisasi Tapi Tak Ada APBN-P

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
10 July 2018 12:03
Kementerian Keuangan memutuskan untuk tidak mengajukan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Foto: CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan memutuskan untuk tidak mengajukan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Ini menjadi kali pertama sejak era reformasi, pemerintah tak mengajukan revisi kas keuangan negara.

Kalangan ekonom memandang, keputusan tersebut akan mengundang banyak pertanyaan bagi pelaku pasar, lantaran realiasi asumsi makro - khususnya nilai tukar dan harga minyak - yang ditetapkan sudah terlampau jauh dari yang ditetapkan.

"Sudah berbeda asumsi, tidak mau berubah. Padahal dulu beda sedikit langsung perubahan. Mereka akan bertanya-tanya, apa background-nya" ungkap Ekonom Bank Central Asia David Sumual kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/7/2018).

Lantas, apakah APBN masih cukup realistis? David menilai, proyeksi defisit anggaran tahun ini sebesar 2,12% dari produk domestik bruto (PDB) atau lebih rendah dari target 2,19% masih cukup mengkompensasi meskipun asumsi makro sudah terlampau jauh.

"Kalau dibilang realistis, sebenarnya masih cukup karena defisit ruangnya masih besar. Buffer masih sekitar Rp 100 - Rp 120 triliun," jelasnya.

Hal senada turut dikemukakan Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Ketika harga minyak melambung terlampau jauh dari asumsi yang ditetapkan, maka deviasi-nya tentu akan berdampak langsung pada pelaksanaan APBN.

"Penetapan asumsi sebenarnya krusial sekali. Kalau meleset, pasti ada pengaruhnya," katanya.

Namun, Josua memahami, bahwa keputusan untuk tidak mengajukan revisi kas keuangan negara tak lepas dari upaya menjaga stabilitas. Pemerintah, kata dia, ada kemungkinan tak lagi 'getol' mengejar target pertumbuhan yang lebih tinggi.

"Pemerintah secara unofficial sudah merevisi ke bawah pertumbuhan. Jadi itu sudah menggambarkan bahwa fokus pemerintah sekarang sebenarnya sudah menjaga stabilitas dengan defisit yang terjaga," jelasnya.

Secara garis besar, pelaksanaan APBN tanpa adanya revisi pun dianggap masih cukup realistis. Namun, pemerintah tetap perlu mewaspadai sejumlah risiko yang bisa saja memengaruhi pelaksanaan APBN 2018.

Seperti diketahui, realisasi APBN per Mei 2018 tak banyak yang sesuai dengan asumsi. Dari pertumbuhan ekonomi sampai ke lifting gas maupun minyak tak ada yang sesuai dengan asumsi kecuali inflasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kondisi perekonomian global masih tidak stabil. Hal tersebut mempengaruhi kondisi APBN 2018.

"Perekonomian global dibayangi kenaikan suku bunga, kenaikan harga komoditas, utamanya minyak dan gas," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (25/6/2018).

Berikut asumsi makro APBN 2018 vs realisasi APBN 2018 per Mei 2018 :
  • Pertumbuhan Ekonomi : 5,4% vs 5,06%
  • Inflasi : 3,5% vs 3,2%
  • Tingkat Bunga SPN 3 Bulan : 5,2% vs 4,2%
  • Rupiah (per Dolar AS) : Rp 13.400/US$ vs Rp 13.714/US$
  • ICP : US$ 48 vs US$ 66
  • Lifting Minyak : 800.000 vs 742.000
  • Lifting Gas : 1.200.000 vs 1.138.000

"Lifting minyak dan gas di bawah realisasi, di bawah asumsi," kata Sri Mulyani.
(dru) Next Article Virus Corona Bikin Ekonomi Suram? Ini Proyeksi Menkeu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular