
Gara-gara SNP Finance, OJK Larang MTN Jadi Aset Dasar
Irvin Avriano A, CNBC Indonesia
10 July 2018 11:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang manajer investasi membuat reksa dana terproteksi baru dengan aset dasar (underlying asset) surat utang jangka menengah (MTN). Reksa dana pasar uang juga dilarang menambah MTN ke dalam portofolionya.
Hal itu tertuang di dalam surat edaran OJK No.S-697/PM.21/2018 tentang Investasi Reksa Dana pada Efek Bersifat Utang atau Efek Syariah Berpendapatan Tetap yang Ditawarkan tidak Melalui Penawaran Umum.
Reksa dana terproteksi adalah reksa dana yang dapat berinvestasi dalam efek utang atau efek syariah berpendapatan tetap dengan masa penawaran yang terbatas di awal saja (tertutup). Di sisi lain, reksa dana pasar uang adalah produk yang portofolionya bisa diisi instrumen pasar uang, termasuk tabungan, deposito, dan efek utang umur yang umurnya kurang dari 1 tahun.
Aturan tersebut disosialisasikan kepada pelaku industri reksa dana dalam dengar pendapat (hearing) yang digelar pada Selasa dan Kamis pekan lalu.
Dalam surat bertanggal 4 Juli 2018 tersebut, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari menyatakan penetapan baru itu tidak berlaku surut sehingga reksa dana pasar uang dan reksa dana terproteksi yang sudah memiliki MTN dalam portofolio investasinya tidak berpotensi dikeluarkan dari portofolio sehingga reksa dananya tidak harus dibubarkan.
Ketentuan baru tersebut juga dapat membuat reksa dana terproteksi yang sudah mendapatkan izin terbit tetapi belum mendapatkan izin jual dari agen penjual reksa dana (APERD) seperti e-commerce, bank, dan sekuritas berpotensi batal ditawarkan kepada calon investor dan harus diserap investor lain, termasuk asuransi, dana pensiun, dan investor ritel.
Untuk dijual ke bank, waktu untuk mendapatkan izin jual dari otoritas perbankan paling singkat adalah 1,5 bulan, sehingga ditambah waktu pengajuan izin terbit reksa dana dari otoritas pasar modal maksimal 15 hari, maka total waktu yang dibutuhkan sekitar 2 bulan.
Sebelumnya, ketentuan tentang portofolio MTN dalam reksa dana dibolehkan dengan beberapa ketentuan yang lebih longgar.
Dalam Peraturan OJK No.23/POJK.04/2016 menentukan MTN yang dapat menjadi bagian portofolio reksa dana haruslah yang sudah diperingkat oleh lembaga pemeringkat, dititipkan di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai lembaga penyimpanan dan penyelesaian, diterbitkan emiten/BUMN atau anak usahanya, diterbitkan pemerintah pusat dan daerah, serta diterbitkan oleh lembaga keuangan yang mengantongi izin (diawasi) OJK.
Kriteria terakhir dapat juga diartikan sebagai perusahaan pembiayaan yang kerap menjadi penerbit obligasi (efek utang yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum) serta MTN. Dalam surat edaran kepada manajer investasi tersebut juga dijelaskan bahwa MTN yang akan dijadikan aset dasar investasi reksa dana campuran dan reksa dana pendapatan tetap akan memiliki kriteria wajib tambahan.
Reksa dana campuran adalah produk yang dapat membeli saham dan efek utang, sedangkan mayoritas isi reksa dana pendapatan tetap haruslah berupa efek utang.
MTN dalam portofolio reksa dana campuran dan reksa dana pendapatan tetap diwajibkan merupakan efek yang diterbitkan perusahaan yang pernah melakukan penawaran umum saham dan atau obligasi.
Selain itu, efek utang yang tidak ditawarkan melalui penawaran umum tadi sudah memiliki peringkat utang (rating) setara AA, naik dari batas sebelumnya yaitu cukup layak investasi (investment grade).
Untuk institusi keuangan yang diawasi OJK layaknya dana pensiun dan asuransi, layak investasi ditetapkan pada level A, sedangkan level layak investasi di tingkat global adalah setara BBB.
Peringkat tertinggi secara umum berada pada AAA, lalu diikuti yang lebih rendah kualitasnya yaitu AA, AA-, A , A, A-, BBB , BBB, BBB-, dan seterusnya hingga D yang berarti gagal bayar.
Aturan minimal peringkat yang ditetapkan OJK tersebut berlaku untuk reksa dana di luar reksa dana pasar uang dan reksa dana terproteksi, yang berarti berlaku pada reksa dana campuran dan reksa dana pendapatan tetap.
Keluarnya ketetapan baru tentang MTN yang merevisi aturan reksa dana itu seiring dengan kasus gagal bayarnya efek sejenis sebuah perusahaan pembiayaan.
Awal tahun ini, sebuah perusahaan pembiayaan PT Sun Nusantara Pembiayaan (SNP) mengalami gagal bayar pembayaran pokok dam bunga MTN senilai Rp 5,25 miliar pada Mei.
Gagal bayarnya SNP dikaitkan dengan peringkat idA yang disandangnya serta statusnya sebagai perusahaan pembiayaan yang merupakan lembaga keuangan yang terdaftar dan diawasi OJK. Kriteria ini sesuai dengan batasan MTN dalam reksa dana yang lama.
Perusahaan yang terafiliasi dengan peritel Grup Columbia tersebut memiliki sisa beredar dari jatuh tempo MTN Rp 725 miliar pada 2018, Rp 817 miliar pada 2019, dan Rp 310 miliar pada 2020 nanti. Hingga 22 Juni 2018, OJK mencatat posisi MTN rupiah yang terdaftar mencapai Rp 57,22 triliun dan Rp 33,38 triliun di antaranya merupakan portofolio yang dikelola reksa dana. MTN denominasi dolar AS yang tercatat mencapai Rp 10,78 triliun dan yang sudah dimiliki reksa dana Rp 2,21 triliun.
Untuk MTN rupiah saja, jumlah beredar pada Juni 2018 itu sudah naik hampir dua kali lipat, tepatnya Rp 27,31 triliun ( 91,3%) dari periode yang sama tahun lalu Rp 29,91 triliun. Jumlah MTN rupiah yang ada di dalam reksa dana juga naik, bahkan meroket menjadi tiga kali lipat, tepatnya Rp 22,46 triliun ( 205,67%) dari Rp 10,92 triliun pada 22 Juni 2017.
Dana kelolaan reksa dana pasar uang per 22 Juni 2018 tercatat Rp 57,95 triliun dan reksa dana terproteksi Rp 127,33 triliun.
Dengan mengacu pada aturan batas maksimal kepemilikan MTN oleh reksa dana yaitu 15% dari total Nilai Aktiva Bersih/NAB (kepemilikan MTN dari satu penerbit 5% dari NAB) maka nilai maksimal MTN di dalam reksa dana pasar uang dapat mencapai Rp 8,69 triliun dan reksa dana terproteksi Rp 19,09 triliun.
Lalu jumlah MTN maksimal yang ada di dalam jenis reksa dana campuran Rp 3,64 triliun (15% dari total Rp 24,28 triliun) dan reksa dana pendapatan tetap Rp 15,54 triliun (15% dari total Rp 103,62 triliun). Dengan jumlah demikian, maka ada potensi penjualan MTN korporasi dengan rating di bawah AA di pasar yang menyasar investor selain reksa dana, termasuk di dalamnya investor asing, asuransi, dana pensiun, dan ritel.
MTN dan obligasi memiliki persamaan dari sisi sifat efek utangnya, tetapi memiliki perbedaan dari sisi penawaran. MTN ditawarkan secara terbatas, hanya ditawarkan kepada kurang dari 100 pihak dan dimiliki kurang dari 50 pihak, atau maksimal 49 pihak. Sebaliknya, obligasi boleh ditawarkan kepada lebih dari 100 pihak dan harus melalui proses penawaran umum.
Dari sisi emiten, MTN, terutama dalam jumlah di bawah Rp 100 miliar, lebih ekonomis karena tidak perlu menggelar paparan publik dan melibatkan banyak pihak serta memakan waktu proses yang lebih singkat dibanding penawaran obligasi yang bersifat publik.
Selain perusahaan swasta non-listed, emiten pasar modal yang lumrah menerbitkan MTN termasuk perusahaan pembiayaan dan perusahaan konstruksi, baik swasta maupun BUMN.
Di situs PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), perusahaan BUMN konstruksi dan anak usahanya yaitu PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Wijaya Karya Beton (WTON), dan PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) pada pemeringkatan terakhir hanya menggenggam rating utang A , di bawah batas baru MTN dalam reksa dana AA.
Pefindo merupakan satu dari dua lembaga pemeringkat yang ada di Indonesia. Pemeringkat lain adalah PT Fitch Ratings Indonesia.
Lalu, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) memiliki peringkat Pefindo yang lebih rendah lagi yaitu A- dan PT Wika Realty BBB .
Tercatat juga ada beberapa perusahaan yang sedang dalam proses rencana menerbitkan MTN atau pernah berencana menerbitkan efek jenis tersebut.
Beberapa di antaranya adalah WTON, PT Bank Mandiri Taspen Pos (sekarang PT Bank Mandiri Taspen) A , PT Kimia Farma Tbk (KAEF) AA-, BUMN maritim PT Perikanan Nusantara BBB-, produsen semen asal Sumatra Selatan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) A, dan pabrik gula anak usaha BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia yaitu PT PG Rajawali I dengan peringkat A-.
Perusahaan lain adalah penyedia layanan pengembangan jaringan dan infrastruktur telekomunikasi dan informasi PT Graha Informatika Nusantara BBB, perusahaan migas milik Arifin Panigoro PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) A , emiten saham baru PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM) A-, perusahaan logistik PT Siba Surya BBB, perusahaan transportasi PT Panorama Sentrawisata Tbk (PANR) A-, emiten tambang emas PT J Resources Tbk (PSAB) A, dan anak usaha bank Jepang PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia pada AAA.
Jika calon penerbit MTN tersebut tetap menerbitkan efek baru, maka potensi kemampuan penyerapan dari industri reksa dana akan berkurang untuk rating di bawah AA karena batas baru OJK tadi, termasuk potensi penerbitan dari proyek infrastruktur yang sedang digenjot pemerintah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps/hps) Next Article Telisik Aturan OJK Larang RDPT dan RDT Beli MTN Berisiko
Hal itu tertuang di dalam surat edaran OJK No.S-697/PM.21/2018 tentang Investasi Reksa Dana pada Efek Bersifat Utang atau Efek Syariah Berpendapatan Tetap yang Ditawarkan tidak Melalui Penawaran Umum.
Reksa dana terproteksi adalah reksa dana yang dapat berinvestasi dalam efek utang atau efek syariah berpendapatan tetap dengan masa penawaran yang terbatas di awal saja (tertutup). Di sisi lain, reksa dana pasar uang adalah produk yang portofolionya bisa diisi instrumen pasar uang, termasuk tabungan, deposito, dan efek utang umur yang umurnya kurang dari 1 tahun.
Dalam surat bertanggal 4 Juli 2018 tersebut, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari menyatakan penetapan baru itu tidak berlaku surut sehingga reksa dana pasar uang dan reksa dana terproteksi yang sudah memiliki MTN dalam portofolio investasinya tidak berpotensi dikeluarkan dari portofolio sehingga reksa dananya tidak harus dibubarkan.
Ketentuan baru tersebut juga dapat membuat reksa dana terproteksi yang sudah mendapatkan izin terbit tetapi belum mendapatkan izin jual dari agen penjual reksa dana (APERD) seperti e-commerce, bank, dan sekuritas berpotensi batal ditawarkan kepada calon investor dan harus diserap investor lain, termasuk asuransi, dana pensiun, dan investor ritel.
Untuk dijual ke bank, waktu untuk mendapatkan izin jual dari otoritas perbankan paling singkat adalah 1,5 bulan, sehingga ditambah waktu pengajuan izin terbit reksa dana dari otoritas pasar modal maksimal 15 hari, maka total waktu yang dibutuhkan sekitar 2 bulan.
Sebelumnya, ketentuan tentang portofolio MTN dalam reksa dana dibolehkan dengan beberapa ketentuan yang lebih longgar.
Dalam Peraturan OJK No.23/POJK.04/2016 menentukan MTN yang dapat menjadi bagian portofolio reksa dana haruslah yang sudah diperingkat oleh lembaga pemeringkat, dititipkan di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai lembaga penyimpanan dan penyelesaian, diterbitkan emiten/BUMN atau anak usahanya, diterbitkan pemerintah pusat dan daerah, serta diterbitkan oleh lembaga keuangan yang mengantongi izin (diawasi) OJK.
Kriteria terakhir dapat juga diartikan sebagai perusahaan pembiayaan yang kerap menjadi penerbit obligasi (efek utang yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum) serta MTN. Dalam surat edaran kepada manajer investasi tersebut juga dijelaskan bahwa MTN yang akan dijadikan aset dasar investasi reksa dana campuran dan reksa dana pendapatan tetap akan memiliki kriteria wajib tambahan.
Reksa dana campuran adalah produk yang dapat membeli saham dan efek utang, sedangkan mayoritas isi reksa dana pendapatan tetap haruslah berupa efek utang.
MTN dalam portofolio reksa dana campuran dan reksa dana pendapatan tetap diwajibkan merupakan efek yang diterbitkan perusahaan yang pernah melakukan penawaran umum saham dan atau obligasi.
Selain itu, efek utang yang tidak ditawarkan melalui penawaran umum tadi sudah memiliki peringkat utang (rating) setara AA, naik dari batas sebelumnya yaitu cukup layak investasi (investment grade).
Untuk institusi keuangan yang diawasi OJK layaknya dana pensiun dan asuransi, layak investasi ditetapkan pada level A, sedangkan level layak investasi di tingkat global adalah setara BBB.
Peringkat tertinggi secara umum berada pada AAA, lalu diikuti yang lebih rendah kualitasnya yaitu AA, AA-, A , A, A-, BBB , BBB, BBB-, dan seterusnya hingga D yang berarti gagal bayar.
Aturan minimal peringkat yang ditetapkan OJK tersebut berlaku untuk reksa dana di luar reksa dana pasar uang dan reksa dana terproteksi, yang berarti berlaku pada reksa dana campuran dan reksa dana pendapatan tetap.
Keluarnya ketetapan baru tentang MTN yang merevisi aturan reksa dana itu seiring dengan kasus gagal bayarnya efek sejenis sebuah perusahaan pembiayaan.
Awal tahun ini, sebuah perusahaan pembiayaan PT Sun Nusantara Pembiayaan (SNP) mengalami gagal bayar pembayaran pokok dam bunga MTN senilai Rp 5,25 miliar pada Mei.
Gagal bayarnya SNP dikaitkan dengan peringkat idA yang disandangnya serta statusnya sebagai perusahaan pembiayaan yang merupakan lembaga keuangan yang terdaftar dan diawasi OJK. Kriteria ini sesuai dengan batasan MTN dalam reksa dana yang lama.
Perusahaan yang terafiliasi dengan peritel Grup Columbia tersebut memiliki sisa beredar dari jatuh tempo MTN Rp 725 miliar pada 2018, Rp 817 miliar pada 2019, dan Rp 310 miliar pada 2020 nanti. Hingga 22 Juni 2018, OJK mencatat posisi MTN rupiah yang terdaftar mencapai Rp 57,22 triliun dan Rp 33,38 triliun di antaranya merupakan portofolio yang dikelola reksa dana. MTN denominasi dolar AS yang tercatat mencapai Rp 10,78 triliun dan yang sudah dimiliki reksa dana Rp 2,21 triliun.
Untuk MTN rupiah saja, jumlah beredar pada Juni 2018 itu sudah naik hampir dua kali lipat, tepatnya Rp 27,31 triliun ( 91,3%) dari periode yang sama tahun lalu Rp 29,91 triliun. Jumlah MTN rupiah yang ada di dalam reksa dana juga naik, bahkan meroket menjadi tiga kali lipat, tepatnya Rp 22,46 triliun ( 205,67%) dari Rp 10,92 triliun pada 22 Juni 2017.
Dana kelolaan reksa dana pasar uang per 22 Juni 2018 tercatat Rp 57,95 triliun dan reksa dana terproteksi Rp 127,33 triliun.
Dengan mengacu pada aturan batas maksimal kepemilikan MTN oleh reksa dana yaitu 15% dari total Nilai Aktiva Bersih/NAB (kepemilikan MTN dari satu penerbit 5% dari NAB) maka nilai maksimal MTN di dalam reksa dana pasar uang dapat mencapai Rp 8,69 triliun dan reksa dana terproteksi Rp 19,09 triliun.
Lalu jumlah MTN maksimal yang ada di dalam jenis reksa dana campuran Rp 3,64 triliun (15% dari total Rp 24,28 triliun) dan reksa dana pendapatan tetap Rp 15,54 triliun (15% dari total Rp 103,62 triliun). Dengan jumlah demikian, maka ada potensi penjualan MTN korporasi dengan rating di bawah AA di pasar yang menyasar investor selain reksa dana, termasuk di dalamnya investor asing, asuransi, dana pensiun, dan ritel.
MTN dan obligasi memiliki persamaan dari sisi sifat efek utangnya, tetapi memiliki perbedaan dari sisi penawaran. MTN ditawarkan secara terbatas, hanya ditawarkan kepada kurang dari 100 pihak dan dimiliki kurang dari 50 pihak, atau maksimal 49 pihak. Sebaliknya, obligasi boleh ditawarkan kepada lebih dari 100 pihak dan harus melalui proses penawaran umum.
Dari sisi emiten, MTN, terutama dalam jumlah di bawah Rp 100 miliar, lebih ekonomis karena tidak perlu menggelar paparan publik dan melibatkan banyak pihak serta memakan waktu proses yang lebih singkat dibanding penawaran obligasi yang bersifat publik.
Selain perusahaan swasta non-listed, emiten pasar modal yang lumrah menerbitkan MTN termasuk perusahaan pembiayaan dan perusahaan konstruksi, baik swasta maupun BUMN.
Di situs PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), perusahaan BUMN konstruksi dan anak usahanya yaitu PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Wijaya Karya Beton (WTON), dan PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) pada pemeringkatan terakhir hanya menggenggam rating utang A , di bawah batas baru MTN dalam reksa dana AA.
Pefindo merupakan satu dari dua lembaga pemeringkat yang ada di Indonesia. Pemeringkat lain adalah PT Fitch Ratings Indonesia.
Lalu, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) memiliki peringkat Pefindo yang lebih rendah lagi yaitu A- dan PT Wika Realty BBB .
Tercatat juga ada beberapa perusahaan yang sedang dalam proses rencana menerbitkan MTN atau pernah berencana menerbitkan efek jenis tersebut.
Beberapa di antaranya adalah WTON, PT Bank Mandiri Taspen Pos (sekarang PT Bank Mandiri Taspen) A , PT Kimia Farma Tbk (KAEF) AA-, BUMN maritim PT Perikanan Nusantara BBB-, produsen semen asal Sumatra Selatan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) A, dan pabrik gula anak usaha BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia yaitu PT PG Rajawali I dengan peringkat A-.
Perusahaan lain adalah penyedia layanan pengembangan jaringan dan infrastruktur telekomunikasi dan informasi PT Graha Informatika Nusantara BBB, perusahaan migas milik Arifin Panigoro PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) A , emiten saham baru PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM) A-, perusahaan logistik PT Siba Surya BBB, perusahaan transportasi PT Panorama Sentrawisata Tbk (PANR) A-, emiten tambang emas PT J Resources Tbk (PSAB) A, dan anak usaha bank Jepang PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia pada AAA.
Jika calon penerbit MTN tersebut tetap menerbitkan efek baru, maka potensi kemampuan penyerapan dari industri reksa dana akan berkurang untuk rating di bawah AA karena batas baru OJK tadi, termasuk potensi penerbitan dari proyek infrastruktur yang sedang digenjot pemerintah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps/hps) Next Article Telisik Aturan OJK Larang RDPT dan RDT Beli MTN Berisiko
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular