Rupiah Menguat, IHSG Naik 0,95%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 June 2018 12:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,95% sampai dengan akhir sesi 1 ke level 5.720,88. Penguatan IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,06%, indeks Kospi naik 0,35%, indeks Strait Times naik 0,69%, indeks Shanghai naik 1,2%, dan indeks Hang Seng naik 1,14%.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG diantaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+3,27%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+3,46%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,99%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,63%), dan PT Astra International Tbk/ASII (+1,57%).
Penguatan rupiah menjadi motor utama laju IHSG. Sampai dengan siang hari ini, rupiah menguat 0,21% terhadap dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.355. Penguatan rupiah bisa disebabkan oleh 2 hal. Pertama, loyonya posisi dolar AS yang ditunjukkan oleh koreksi indeks dolar AS sebesar 0,57%
Pelemahan dolar AS datang seiring dengan memudarnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali oleh the Fed, dipicu oleh data-data ekonomi yang kurang menggembirakan.
US Bureau of Economic Analysis merevisi pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I-2018 dari 2,2% QoQ (annualized) menjadi 2%, di luar ekspektasi pasar yang memperkirakan tidak ada revisi.
Kemudian, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 23 Juni diumumkan sebanyak 227.000 jiwa, lebih buruk dari ekspektasi pasar yang memperkirakan sebanyak 220.000 jiwa.
Rilis dua data ekonomi tersebut menandakan bahwa ekonomi AS sejatinya belum panas-panas amat sehingga tak ada urgensi untuk menaikkan suku bunga acuan sampai dengan 4 kali. Dolar AS pun dibuat melemah karenanya.
Kemungkinan kedua, intervensi dari Bank Indonesia. Semenjak perdagangan perdana selepas libur lebaran sampai dengan kemarin (28/6/2018), rupiah sudah melemah 3,2% di hadapan dolar AS. Pelemahan rupiah sangat mungkin mendorong BI untuk melakukan intervensi.
Seiring dengan penguatan rupiah, investor asing melakukan beli bersih senilai Rp 398,9 miliar.
Lebih lanjut, positifnya rilis data ekonomi negara-negara tetangga ikut mengangkat kinerja IHSG. Tingkat pengangguran Jepang per akhir Mei secara mengejutkan diumumkan di level 2,2%, jauh lebih rendah dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 2,5%.
Kemudian, pembacaan awal untuk data pertumbuhan output industri periode Mei tercatat hanya sebesar -0,2% MoM, jauh lebih baik dari konsensus yang memperkirakan penurunan hingga 1,1% MoM.
Dari Korea Selatan, data pertumbuhan output industri periode Mei diumumkan sebesar 0,9% YoY, lebih tinggi dari ekspektasi yang sebesar 0,5% saja.
Kuatnya data-data ekonomi tersebut memberikan indikasi bahwa perang tarif antara AS dengan negara-negara mitra dagangnya belum memberikan dampak yang signifikan bagi sektor riil.
(ank/ank) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG diantaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+3,27%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+3,46%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,99%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,63%), dan PT Astra International Tbk/ASII (+1,57%).
Penguatan rupiah menjadi motor utama laju IHSG. Sampai dengan siang hari ini, rupiah menguat 0,21% terhadap dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.355. Penguatan rupiah bisa disebabkan oleh 2 hal. Pertama, loyonya posisi dolar AS yang ditunjukkan oleh koreksi indeks dolar AS sebesar 0,57%
US Bureau of Economic Analysis merevisi pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I-2018 dari 2,2% QoQ (annualized) menjadi 2%, di luar ekspektasi pasar yang memperkirakan tidak ada revisi.
Kemudian, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 23 Juni diumumkan sebanyak 227.000 jiwa, lebih buruk dari ekspektasi pasar yang memperkirakan sebanyak 220.000 jiwa.
Rilis dua data ekonomi tersebut menandakan bahwa ekonomi AS sejatinya belum panas-panas amat sehingga tak ada urgensi untuk menaikkan suku bunga acuan sampai dengan 4 kali. Dolar AS pun dibuat melemah karenanya.
Kemungkinan kedua, intervensi dari Bank Indonesia. Semenjak perdagangan perdana selepas libur lebaran sampai dengan kemarin (28/6/2018), rupiah sudah melemah 3,2% di hadapan dolar AS. Pelemahan rupiah sangat mungkin mendorong BI untuk melakukan intervensi.
Seiring dengan penguatan rupiah, investor asing melakukan beli bersih senilai Rp 398,9 miliar.
Lebih lanjut, positifnya rilis data ekonomi negara-negara tetangga ikut mengangkat kinerja IHSG. Tingkat pengangguran Jepang per akhir Mei secara mengejutkan diumumkan di level 2,2%, jauh lebih rendah dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 2,5%.
Kemudian, pembacaan awal untuk data pertumbuhan output industri periode Mei tercatat hanya sebesar -0,2% MoM, jauh lebih baik dari konsensus yang memperkirakan penurunan hingga 1,1% MoM.
Dari Korea Selatan, data pertumbuhan output industri periode Mei diumumkan sebesar 0,9% YoY, lebih tinggi dari ekspektasi yang sebesar 0,5% saja.
Kuatnya data-data ekonomi tersebut memberikan indikasi bahwa perang tarif antara AS dengan negara-negara mitra dagangnya belum memberikan dampak yang signifikan bagi sektor riil.
(ank/ank) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular