Paling Parah di Asia dan Eropa, Rupiah Dihajar Habis

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
28 June 2018 17:34
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini sedang mengalami momen negatif.
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini sedang mengalami momen negatif. Pasalnya rupiah menjadi mata uang dengan nilai pelemahan paling dalam dibandingkan negara-negara kawasan Asia hingga Eropa.

Selain faktor keperkasaan dolar AS, aksi jual beli investor di pasar keuangan Indonesia serta permintaan valas yang tinggi menjelang akhir periode kuartal II-2018 menjadi faktor yang mendorong rupiah tertekan hari ini.

Berikut data perdagangan mata uang kawasan Asia dan Eropa terhadap dolar AS hingga pukul 17:10 WIB seperti yang dikutip dari Reuters :
 
Mata UangBidChange (%)
Rupiah Indonesia14.385,00-1,50
Ringgit Malaysia4,04-0,30
Dolar Singapura1,36-0,01
Yuan China6,62-0,34
Yen Jepang110,20-0,05
Dolar Taiwan30,56-0,17
Rupee India 68,90-0,39
Euro Uni-Eropa1,15+0,12
Poundsterling Inggris 1,30-0,14
 

Faktor yang mendorong keperkasaan dolar AS yaitu ekspektasi kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed yang kembali naik. Hal ini didasari pernyataan Presiden The Fed Boston Eric Rosengren, menyatakan bahwa bank sentral AS perlu melanjutkan kenaikan suku bunga acuan secara bertahap, dalam rangka menurunkan risiko dari penyimpangan kebijakan utama, sepeti dikutip dari Reuters pada Rabu (27/6/2018).

Dolar index yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata utama di dunia menguat 0,06% ke posisi 95,32 pada pukul 16:45 WIB.

Sementara dari sisi domestik, Aksi jual bersih oleh investor asing di pasar saham menjadi salah satu penyebab rupiah tertekan. Hingga penutupan perdagangan, aksi jual bersih telah mencapai Rp 691,87 miliar. Penyebab dari hal ini karena perkiraan Bank Indonesia (BI) akan kembali menaikkan suku bunga acuan untuk meredam pelemahan rupiah.

Namun kenaikan ini dirasa sudah terlalu tajam mengingat BI sudah dua kali menaikkan suku bunga acuan. Jika naik kembali maka investasi di pasar saham pun kurang menguntungkan sehingga investor cenderung melakukan aksi jual dan mengalihkan dananya ke instrumen lain.

Faktor lain yang ikut mendorong pelemahan rupiah karena menjelang periode pembagian dividen bagi perusahaan asing seiring masuknya akhir periode kuartal II-2018. Pada periode tersebut permintaan valas cukup tinggi dan kembali ke negeri asal perusahaannya masing-masing. Akibatnya ketersediaan dolar AS di pasar spot pun mulai terkikis sehingga membuat rupiah semakin tertekan.

Kombinasi faktor-faktor ini disinyalir menjadi penyebab utama rupiah menjadi tertekan paling dalam dibandingkan negara-negara di kawasan Asia dan Eropa.
(dru) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular