Dolar AS Rp 14.180, Pelemahan Rupiah Terdalam Kedua di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 June 2018 12:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah pada perdagangan hari ini. Dolar AS pun mulai mengincar level baru di Rp 14.200.
Pada Selasa (26/6/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.180. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Rupiah sempat dibuka menguat 0,18%. Namun penguatan itu tidak bertahan lama. Bahkan pelemahan rupiah semakin dalam.
Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang Asia pun sulit berbuat banyak di hadapan greenback. Dengan depresiasi 0,21%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua di Asia setelah yuan China.
Sebagai informasi, yuan China sengaja dilemahkan. Bank Sentral China (People's Bank of China/PBoC) memasang titik tengah yuan di 6,518/US$ atau 0,44% lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Yuan hanya diperbolehkan menguat atau melemah maksimal 2% dari titik tersebut.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang Asia pada pukul 08:31 WIB, mengutip Reuters:
Perang dagang yang semakin membara menimbulkan persepsi bahwa laju inflasi di AS akan semakin terakselerasi. Pasalnya, produk-produk impor asal China, Kanada, Meksiko, sampai Uni Eropa akan lebih mahal karena terkena bea masuk, instrumen andalan Presiden AS Donald Trump.
Saat impor semakin mahal, maka harga di tingkat konsumen juga akan naik. Hasilnya tentu tekanan inflasi.
Saat ini saja laju inflasi di AS sudah cukup cepat. Sejak September 2017, inflasi di AS tidak pernah kurang dari 2%. Ini sudah sesuai, bahkan di atas target The Federal Reserve/The Fed, Bank Sentral AS, yang menginginkan inflasi berada di kisaran 2% dalam jangka menengah.
Artinya, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan secara agresif di AS semakin terbuka. Pasar kini menganggap serius potensi kenaikan suku bunga acuan hingga empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali.
Kabar ini tentu menjadi kabar baik bagi dolar AS. Ketika suku bunga naik, maka aliran dana akan semakin tersedot ke AS karena memberikan imbalan lebih tinggi. Sokongan dana ini bisa menjadi pijakan bagi penguatan greenback.
Pada Selasa (26/6/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.180. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Rupiah sempat dibuka menguat 0,18%. Namun penguatan itu tidak bertahan lama. Bahkan pelemahan rupiah semakin dalam.
![]() |
Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang Asia pun sulit berbuat banyak di hadapan greenback. Dengan depresiasi 0,21%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua di Asia setelah yuan China.
Sebagai informasi, yuan China sengaja dilemahkan. Bank Sentral China (People's Bank of China/PBoC) memasang titik tengah yuan di 6,518/US$ atau 0,44% lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Yuan hanya diperbolehkan menguat atau melemah maksimal 2% dari titik tersebut.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang Asia pada pukul 08:31 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 109,47 | -0,26 |
Yuan China | 6,55 | +0,28 |
Won Korea Selatan | 1.115,15 | +0,06 |
Dolar Taiwan | 30,40 | +0,10 |
Rupee India | 68,20 | +0,13 |
Dolar Singapura | 1,36 | -0,07 |
Ringgit Malaysia | 4,02 | +0,11 |
Baht Thailand | 32,97 | +0,15 |
Peso Filipina | 53,41 | -0,12 |
Perang dagang yang semakin membara menimbulkan persepsi bahwa laju inflasi di AS akan semakin terakselerasi. Pasalnya, produk-produk impor asal China, Kanada, Meksiko, sampai Uni Eropa akan lebih mahal karena terkena bea masuk, instrumen andalan Presiden AS Donald Trump.
Saat impor semakin mahal, maka harga di tingkat konsumen juga akan naik. Hasilnya tentu tekanan inflasi.
Saat ini saja laju inflasi di AS sudah cukup cepat. Sejak September 2017, inflasi di AS tidak pernah kurang dari 2%. Ini sudah sesuai, bahkan di atas target The Federal Reserve/The Fed, Bank Sentral AS, yang menginginkan inflasi berada di kisaran 2% dalam jangka menengah.
Artinya, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan secara agresif di AS semakin terbuka. Pasar kini menganggap serius potensi kenaikan suku bunga acuan hingga empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali.
Kabar ini tentu menjadi kabar baik bagi dolar AS. Ketika suku bunga naik, maka aliran dana akan semakin tersedot ke AS karena memberikan imbalan lebih tinggi. Sokongan dana ini bisa menjadi pijakan bagi penguatan greenback.
Next Page
Rupiah Minim Sentimen Domestik
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular