Perdagangan RI Defisit, Rupiah Melemah dari Asia hingga Eropa
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 June 2018 16:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah bergerak cenderung melemah terhadap berbagai mata uang, dari Asia sampai Eropa. Pemberat rupiah adalah rilis data perdagangan internasional yang jauh dari perkiraan.
Pada Senin (25/6/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.150 pada penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,53% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu.
Tidak hanya terhadap greenback, rupiah pun melemah terhadap berbagai mata uang. Hanya di hadapan yuan China rupiah mampu menguat.
Itu karena Bank Sentral China (People's Bank of China/PBoC) menurunkan Giro Wajib Minimum untuk mendorong penyaluran kredit perbankan. Kebijakan ini menyebabkan likuiditas yuan melimpah sehingga nilainya turun.
Berikut nilai tukar rupiah di hadapan beberapa mata uang pada pukul 16:36 WIB, mengutip Reuters:
Faktor utama yang menjadi pemberat rupiah adalah rilis data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional, dan pada Mei 2018 Indonesia membukukan defisit neraca perdagangan yang cukup besar yaitu US$ 1,52 miliar.
Perkembangan ini membuat pelaku pasar mengkhawatirkan prospek transaksi berjalan (current account) Indonesia. Pada kuartal I-2018, transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit US$ 5,5 miliar atau 2,15% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pada April pun neraca perdagangan sudah defisit sangat dalam, yaitu US$ 1,63 miliar. Dengan defisit perdagangan yang menganga dalam dua bulan terakhir, wajar jika pasar mempertanyakan nasib transaksi berjalan pada kuartal II. Sangat mungkin transaksi berjalan pada kuartal II mencatat defisit yang lebih lebar ketimbang kuartal sebelumnya.
Tanpa sokongan devisa dari sektor perdagangan, maka nasib rupiah pun terombang-ambing. Investor pun kemudian melepas aset-aset berbasis rupiah sehingga membuat mata uang ini terdepresiasi kian dalam.
Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 815,48 miliar. Sementara aksi jual di pasar obligasi terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield).
Pada pukul 16:27 WIB, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 7,564%. Naik dibandingkan akhir pekan lalu yaitu 7,509%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Senin (25/6/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.150 pada penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,53% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu.
Tidak hanya terhadap greenback, rupiah pun melemah terhadap berbagai mata uang. Hanya di hadapan yuan China rupiah mampu menguat.
Berikut nilai tukar rupiah di hadapan beberapa mata uang pada pukul 16:36 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 129,22 | -0,97 |
Yuan China | 2.169,56 | +0,04 |
Won Korea Selatan | 12,65 | 0,00 |
Dolar Taiwan | 465,19 | -0,24 |
Rupee India | 207,81 | -0,22 |
Dolar Singapura | 10.379,99 | -0,19 |
Ringgit Malaysia | 3.520,78 | -0,16 |
Baht Thailand | 429,05 | -0,41 |
Peso Filipina | 264,76 | -0,17 |
Euro | 16.493,24 | -0,54 |
Poundsterling Inggris | 18.728,94 | -0,29 |
Faktor utama yang menjadi pemberat rupiah adalah rilis data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional, dan pada Mei 2018 Indonesia membukukan defisit neraca perdagangan yang cukup besar yaitu US$ 1,52 miliar.
Perkembangan ini membuat pelaku pasar mengkhawatirkan prospek transaksi berjalan (current account) Indonesia. Pada kuartal I-2018, transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit US$ 5,5 miliar atau 2,15% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pada April pun neraca perdagangan sudah defisit sangat dalam, yaitu US$ 1,63 miliar. Dengan defisit perdagangan yang menganga dalam dua bulan terakhir, wajar jika pasar mempertanyakan nasib transaksi berjalan pada kuartal II. Sangat mungkin transaksi berjalan pada kuartal II mencatat defisit yang lebih lebar ketimbang kuartal sebelumnya.
Tanpa sokongan devisa dari sektor perdagangan, maka nasib rupiah pun terombang-ambing. Investor pun kemudian melepas aset-aset berbasis rupiah sehingga membuat mata uang ini terdepresiasi kian dalam.
Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 815,48 miliar. Sementara aksi jual di pasar obligasi terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield).
Pada pukul 16:27 WIB, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 7,564%. Naik dibandingkan akhir pekan lalu yaitu 7,509%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular