Kena Tekanan Jual, Yield Surat Utang RI Naik

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 June 2018 13:54
Faktor eksternal dan domestik menjadi sebab investor melepas aset-aset berbasis rupiah, termasuk Surat Berharga Negara (SBN).
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia naik dan kebali menembus kisaran 7,5%. Faktor eksternal dan domestik menjadi sebab investor melepas aset-aset berbasis rupiah, termasuk Surat Berharga Negara (SBN). 

Pada Senin (25/6/2018) pukul 13:34 WIB, yield SBN seri acuan tenor 10 tahun berada di 7,547%. Naik dibandingkan penutupan akhir pekan lalu yaitu 7,509%. 

Reuters

Kenaikan yield adalah pertanda harga SBN sedang turun, akibat sepinya minat investor atau sedang terjadi aksi jual. Benar saja, saat ini harga SBN 10 tahun adalah 94,6%. Akhir pekan lalu, harga instrumen ini ditutup di 95,376%. 

Tekanan jual di pasar SBN tidak lepas dari depresiasi nilai tukar rupiah. Pada pukul 13:38 WIB, rupiah melemah 0,5% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.115/US$. 

Saat rupiah melemah, memegang aset berbasis mata uang ini pun tidak menguntungkan karena nilainya turun. Akibatnya SBN mengalami tekanan jual. Tidak hanya obligasi, di pasar saham pun investor asing membukukan jual bersih Rp 210,11 miliar hingga pukul 13:39 WIB. 

Dari faktor eksternal, pelemahan rupiah disebabkan dolar AS yang menguat secara luas (broadbased). Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama, menguat 0,08% pada pukul 13:41 WIB. 

Penyebab keperkasaan dolar AS adalah masih tingginya peluang The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga sampai empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali. 

Pekan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral masih akan menaikkan suku bunga acuan secara gradual. Sebab, performa ekonomi AS sejauh ini masih memuaskan. The Fed punya misi menghindarkan ekonomi Negeri Paman Sam dari ancaman overheating, sehingga suku bunga acuan perlu dinaikkan untuk mengelola ekspektasi inflasi. 

Merespons hal itu, saat pun memburu dolar AS dalam jangka panjang. Ini terlihat dari posisi investor di dolar AS yang dalam jangka panjang mencapai US$ 8,64 miliar pada pekan yang berakhir 19 Juni. Ini merupakan posisi tertinggi sejak 16 Mei 2017. 

Sementara dari dalam negeri, rupiah tertekan karena data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 defisit cukup dalam yaitu US$ 1,52 miliar. 

Ekspor tumbuh cukup baik yaitu 12,47% year-on-year (YoY). Namun impor tumbuh jauh lebih cepat yaitu 28,12% YoY. Banjir impor ini membuat defisit neraca perdagangan lumayan besar.

Data ini memunculkan anggapan bahwa aliran devisa dari perdagangan sedang seret. Pasar pun kemudian menghukum dengan melepas aset-aset berbasis rupiah, termasuk SBN.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/hps) Next Article Pemerintah Cari Utang Dolar Lagi, Uangnya Buat Buyback

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular