
Terbebani Defisit Neraca Perdagangan, IHSG Turun 0,13%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 June 2018 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,13% pada akhir sesi pertama ke level 5.814,53. Sempat ditransaksikan di zona hijau, IHSG harus rela turun ke zona merah lantaran sentimen negatif yang datang dari rilis data ekspor-impor Indonesia periode Mei.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,69 triliun dengan volume sebanyak 5,14 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 224.230 kali.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor Indonesia sepanjang bulan lalu tercatat tumbuh 12,47% YoY, sementara impor melonjak hingga 28,12% YoY. Capaian tersebut, khususnya untuk impor, jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, dimana para ekonom memperkirakan ekspor tumbuh 8,38% YoY, sementara impor diperkirakan tumbuh 12,13% YoY.
Lantas, defisit neraca perdagangan bulan Mei adalah sebesar US$ 1,52 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus yang sekitar US$ 1 juta saja. Sebagai catatan, defisit neraca perdagangan bulan April adalah sebesar US$ 1,63 miliar, dimana ini merupakan defisit terdalam semenjak April 2014.
Neraca perdagangan yang kembali mencatatkan defisit yang besar pada bulan Mei terbukti menjadi pemberat pergerakan rupiah, dikarenakan hal tersebut akan memberi tekanan bagi neraca berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Pada kuartal-I kemarin, NPI membukukan defisit sebesar US$ 3,85 miliar, jauh lebih buruk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar. Dengan aliran modal keluar investor asing yang tak kunjung bisa diredam, sangat dimungkinkan NPI tahun ini akan membukukan defisit.
Sebelum data ekspor-impor diumumkan, rupiah melemah sebesar 0,41% melawan dolar AS di pasar spot. Kini, rupiah melemah hingga 0,48% ke level Rp 14.143/dolar AS. Seiring pelemahan rupiah, investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 181,15 miliar.
Dari sisi eksternal, risiko perang dagang juga membuat IHSG tak mampu bertahan di zona hijau.
Teranyar, Presiden AS Donald Trump berencana melarang banyak perusahaan China berinvestasi pada perusahaan teknologi AS dan akan memblokir ekspor teknologi ke China, The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan pada Minggu malam (24/6/2018), mengutip orang-orang yang akrab dengan masalah ini, seperti dilansir dari CNBC International.
Kedua langkah tersebut rencananya akan diumumkan akhir pekan ini. Langkah ini dimaksudkan untuk menghalangi program "Made in China 2025", sebuah prakarsa untuk menjadikan China sebagai pemimpin global dalam bidang teknologi.
(roy) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,69 triliun dengan volume sebanyak 5,14 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 224.230 kali.
Neraca perdagangan yang kembali mencatatkan defisit yang besar pada bulan Mei terbukti menjadi pemberat pergerakan rupiah, dikarenakan hal tersebut akan memberi tekanan bagi neraca berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Pada kuartal-I kemarin, NPI membukukan defisit sebesar US$ 3,85 miliar, jauh lebih buruk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar. Dengan aliran modal keluar investor asing yang tak kunjung bisa diredam, sangat dimungkinkan NPI tahun ini akan membukukan defisit.
Sebelum data ekspor-impor diumumkan, rupiah melemah sebesar 0,41% melawan dolar AS di pasar spot. Kini, rupiah melemah hingga 0,48% ke level Rp 14.143/dolar AS. Seiring pelemahan rupiah, investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 181,15 miliar.
Dari sisi eksternal, risiko perang dagang juga membuat IHSG tak mampu bertahan di zona hijau.
Teranyar, Presiden AS Donald Trump berencana melarang banyak perusahaan China berinvestasi pada perusahaan teknologi AS dan akan memblokir ekspor teknologi ke China, The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan pada Minggu malam (24/6/2018), mengutip orang-orang yang akrab dengan masalah ini, seperti dilansir dari CNBC International.
Kedua langkah tersebut rencananya akan diumumkan akhir pekan ini. Langkah ini dimaksudkan untuk menghalangi program "Made in China 2025", sebuah prakarsa untuk menjadikan China sebagai pemimpin global dalam bidang teknologi.
(roy) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular