Neraca Dagang RI Tekor, Rupiah Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 June 2018 12:31
Neraca Dagang RI Tekor, Rupiah Terlemah Kedua di Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah sejak pembukaan pasar. Seiring perjalanan, pelemahan rupiah pun semakin dalam. 

Pada Senin (25/6/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.143. Rupiah melemah 0,48% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu. 

Saat pembukaan pasar, rupiah juga sudah melemah. Namun saat itu depresiasi rupiah masih tipis, hanya 0,16%. 

Namun semakin lama depresiasi rupiah kian dalam. Posisi terlemah rupiah hingga tengah hari ini ada di Rp 14.143/US$ sementara terkuatnya di Rp 14.098./US$. 

Neraca Dagang Defisit Dalam, Rupiah Terlemah Kedua di AsiaReuters

Rupiah tertekan luar-dalam. Dari sisi eksternal, rupiah tertekan karena dolar Amerika Serikat (AS) kembali ke jalur pendakian. Dollar Index, yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama, menguat meski tipis di 0,01% pada pukul 12:15 WIB. 

Apresiasi dolar AS menekan mata uang dunia, termasuk Asia. Dengan pelemahan 0,48%, rupiah jadi mata uang dengan depresiasi terdalam kedua di Asia. Rupiah hanya lebih baik dari won Korea Selatan yang melemah sampai lebih dari 0,5% 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:17 WIB, mengutip data Reuters:
 
Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang109,40-0,51
Yuan China6,53+0,47
Won Korea Selatan1.117,50+0,59
Dolar Taiwan30,40+0,34
Rupee India68,09+0,34
Dolar Singapura1,36+0,37
Ringgit Malaysia4,01+0,27
Baht Thailand33,00+0,24
Peso Filipina53,39+0,34
 
Mengutip Reuters, saat ini investor memang tengah berburu dolar AS dalam jangka panjang. Ini terlihat dari posisi investor di dolar AS yang dalam jangka panjang mencapai US$ 8,64 miliar pada pekan yang berakhir 19 Juni. Ini merupakan posisi tertinggi sejak 16 Mei 2017. 

Aksi ini didorong oleh perkiraan bahwa The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali sepanjang 2018. Menurut dot plot (proyeksi suku bunga dari masing-masing The Fed negara bagian) edisi Juni 2018, median suku bunga acuan Negeri Paman Sam pada akhir tahun berada di 2,25-2,5%.  

Dengan suku bunga yang sekarang, berarti butuh dua kali kenaikan lagi masing-masing 25 basis poin. Artinya, akan ada empat kali kenaikan sepanjang tahun ini. Lebih banyak dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali. 

Akibat banyak dicari investor, dolar AS pun kembali terapresiasi setelah sempat melemah. Mata uang Asia pun tertekan, termasuk rupiah.
 

Sementara dari dalam negeri, sentimen negatif bagi rupiah datang dari data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 defisit cukup dalam yaitu US$ 1,52 miliar. 

Ekspor tumbuh cukup baik yaitu 12,47% year-on-year (YoY). Namun impor tumbuh jauh lebih cepat yaitu 28,12% YoY. Banjir impor ini membuat defisit neraca perdagangan lumayan besar.

Data ini memunculkan anggapan bahwa aliran devisa dari perdagangan sedang seret. Pasar pun kemudian menghukum dengan melepas aset-aset berbasis rupiah.

Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 181,15 miliar hingga akhir Sesi I. Sementara di pasar obligasi, tekanan jual terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield). Pada pukul 12:24 WIB, yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di 7,547%. Naik dibandingkan penutupan akhir pekan lalu yaitu 7,481%. 

Kenaikan yield adalah pertanda harga obligasi sedang turun. Penurunan harga berarti instrumen ini sedang kekurangan peminat atau bahkan terjadi aksi jual. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular