
Isu Perang Dagang Masih Terasa, Bursa Saham Asia Melemah Lagi
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 June 2018 09:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia dibuka melemah pada perdagangan hari ini, melanjutkan koreksi yang dibukukan pada perdagangan kemarin: indeks Nikkei melemah 1,04%, indeks Shanghai melemah 0,7%, indeks Hang Seng melemah 0,27%, indeks Strait Times melemah 0,32%, dan indeks Kospi melemah 0,63%.
Isu perang dagang yang masih kental terasa membuat bursa saham kawasan Asia tak bisa berbuat banyak. Teranyar, perusahaan-perusahaan raksasa asal AS siap jadi sasaran 'balas dendam' oleh Negeri Panda.
Media milik pemerintah China The Global Times melaporkan pada hari ini bahwa jika Presiden AS Donald Trump tetap memperparah tensi dengan China di bidang perdagangan, China dapat membalasnya dengan menargetkan perusahaan-perusahaan anggota indeks Dow Jones, seperti dikutip dari CNBC International.
"Jika Trump terus memanaskan tensi (di bidang) perdagangan dengan China, kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa China akan menyerang balik dengan mengadopsi pendekatan garis keras menargetkan persusahaan-perusahaan anggota indeks Dow Jones," tulis The Global Times.
Perusahaan-perusahaan pun mulai angkat bicara mengenai dampak dari perang dagang antara China dan AS. Perusahaan otomotif asal Jerman yaitu Daimler telah resmi memangkas proyeksi labanya. Bea masuk yang diterapkan China terhadap produk-produk AS akan menekan penjualan Mercedes-Benz sehingga menekan pos laba sebelum bunga dan pajak (EBIT).
Tidak hanya Daimler, sesama perusahaan otomotif asal Jerman yaitu BMW juga sudah mengeluh. BMW banyak mengekspor kendaraan jenis Sport Utility Vehicle (SUV) dari AS ke China.
"Disebabkan perkembangan mengenai perdagangan dan bea masuk akhir-akhir ini, perusahaan tengah mengevaluasi berbagai skenario dan opsi strategis yang dimungkinkan," sebut BMW dalam pernyataannya, dikutip dari Reuters.
Bahkan menurut survei kuartalan CNBC Global CFO Council, ketidakpastian di bidang perdagangan telah menjadi risiko utama bagi korporasi. Sasaran dari survei ini adalah para CFO dari perusahaan terkemuka di dunia seperti Facebook, Starbucks, dan PayPal.
Dari survei tersebut, diketahui bahwa sebanyak 58,1 responden menganggap bahwa kebijakan dagang AS akan membawa dampak negatif bagi perusahaan mereka dalam waktu 6 bulan ke depan; 9,3% CFO mengatakan dampaknya akan 'sangat negatif'.
(ank/ank) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Isu perang dagang yang masih kental terasa membuat bursa saham kawasan Asia tak bisa berbuat banyak. Teranyar, perusahaan-perusahaan raksasa asal AS siap jadi sasaran 'balas dendam' oleh Negeri Panda.
Media milik pemerintah China The Global Times melaporkan pada hari ini bahwa jika Presiden AS Donald Trump tetap memperparah tensi dengan China di bidang perdagangan, China dapat membalasnya dengan menargetkan perusahaan-perusahaan anggota indeks Dow Jones, seperti dikutip dari CNBC International.
Perusahaan-perusahaan pun mulai angkat bicara mengenai dampak dari perang dagang antara China dan AS. Perusahaan otomotif asal Jerman yaitu Daimler telah resmi memangkas proyeksi labanya. Bea masuk yang diterapkan China terhadap produk-produk AS akan menekan penjualan Mercedes-Benz sehingga menekan pos laba sebelum bunga dan pajak (EBIT).
Tidak hanya Daimler, sesama perusahaan otomotif asal Jerman yaitu BMW juga sudah mengeluh. BMW banyak mengekspor kendaraan jenis Sport Utility Vehicle (SUV) dari AS ke China.
"Disebabkan perkembangan mengenai perdagangan dan bea masuk akhir-akhir ini, perusahaan tengah mengevaluasi berbagai skenario dan opsi strategis yang dimungkinkan," sebut BMW dalam pernyataannya, dikutip dari Reuters.
Bahkan menurut survei kuartalan CNBC Global CFO Council, ketidakpastian di bidang perdagangan telah menjadi risiko utama bagi korporasi. Sasaran dari survei ini adalah para CFO dari perusahaan terkemuka di dunia seperti Facebook, Starbucks, dan PayPal.
Dari survei tersebut, diketahui bahwa sebanyak 58,1 responden menganggap bahwa kebijakan dagang AS akan membawa dampak negatif bagi perusahaan mereka dalam waktu 6 bulan ke depan; 9,3% CFO mengatakan dampaknya akan 'sangat negatif'.
(ank/ank) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular