
Perang Dagang AS-China Masuki Babak Baru, Bursa Asia Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 June 2018 17:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama Asia ditutup turun menjelang akhir pekan: indeks Shanghai turun 0,7%, indeks Hang Seng turun 0,43%, indeks Straits Times turun 1,05%, dan indeks Kospi turun 0,8%.
Berbagai risiko menghantui perdagangan bursa saham benua kuning pada hari ini. Pertama, potensi kenaikan suku bunga acuan sebanyak empat kali oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, masih membuat investor menghindari aset-aset berisiko, seperti saham.
Kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif ditakutkan justru akan 'mematikan' ekonomi Negeri Paman Sam, walaupun di sisi lain hal itu juga mengonfirmasi bahwa perekonomian AS terus melanjutkan pemulihannya.
Kemudian, risiko perang dagang akan memasuki babak baru yang semakin panas.
Pada hari Jumat (15/6/2018) waktu setempat, pemerintahan AS dijadwalkan merilis daftar barang-barang impor asal China senilai US$50 miliar yang akan dikenakan bea masuk baru. Pemerintahan China sebelumnya sudah memperingatkan bahwa kesepakatan yang sudah dicapai sebelumnya akan batal jika Washington bersikukuh menerapkan bea masuk tersebut.
Kesepakatan yang dimaksud adalah pembelian barang-barang asal AS lebih banyak oleh China. Kesepakatan ini dicapai kala Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengunjungi Beijing pada awal bulan ini. Kedelai dan gas alam merupakan contoh barang yang akan ditingkatkan pembeliannya oleh China.
"Kami sudah menjelaskan bahwa jika AS mengeluarkan sanksi perdagangan termasuk pengenaan bea masuk baru, seluruh kesepakatan yang sudah diraih kedua belah pihak dalam hal perdagangan dan ekonomi tak akan dijalankan," jelas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Kamis (14/6/2018).
"Saya hanya ingin mengulangi poin tersebut pada hari ini," tambahnya.
(prm) Next Article Libur Imlek, Bursa Saham Jepang Dibuka Cerah
Berbagai risiko menghantui perdagangan bursa saham benua kuning pada hari ini. Pertama, potensi kenaikan suku bunga acuan sebanyak empat kali oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, masih membuat investor menghindari aset-aset berisiko, seperti saham.
Kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif ditakutkan justru akan 'mematikan' ekonomi Negeri Paman Sam, walaupun di sisi lain hal itu juga mengonfirmasi bahwa perekonomian AS terus melanjutkan pemulihannya.
Pada hari Jumat (15/6/2018) waktu setempat, pemerintahan AS dijadwalkan merilis daftar barang-barang impor asal China senilai US$50 miliar yang akan dikenakan bea masuk baru. Pemerintahan China sebelumnya sudah memperingatkan bahwa kesepakatan yang sudah dicapai sebelumnya akan batal jika Washington bersikukuh menerapkan bea masuk tersebut.
Kesepakatan yang dimaksud adalah pembelian barang-barang asal AS lebih banyak oleh China. Kesepakatan ini dicapai kala Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengunjungi Beijing pada awal bulan ini. Kedelai dan gas alam merupakan contoh barang yang akan ditingkatkan pembeliannya oleh China.
"Kami sudah menjelaskan bahwa jika AS mengeluarkan sanksi perdagangan termasuk pengenaan bea masuk baru, seluruh kesepakatan yang sudah diraih kedua belah pihak dalam hal perdagangan dan ekonomi tak akan dijalankan," jelas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Kamis (14/6/2018).
"Saya hanya ingin mengulangi poin tersebut pada hari ini," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(prm) Next Article Libur Imlek, Bursa Saham Jepang Dibuka Cerah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular